TEORY TINDAK TUTUR
A. Pengertian Tindak Tutur dan Jenis
Tindak Tutur
Menurut Rohmadi[1], teori tindak tutur pertama
kali dikemukakan oleh Austin (1956), seorang guru besar di Universitas Harvard.
Teori yang berwujud hasil kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O.Urmson
(1965) dengan judul How to do Things with words?. Akan tetapi teori itu baru
berkembang secara mantap setelah Searle (1969) menerbitkan buku yang berjudul
Speech Acts : An Essay in the Philosophy of language menurut Searle dalam semua
komunikasi linguistik terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi
bukan sekadar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila
disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud
perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts).
Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang
mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya.Leech[2] menyatakan bahwa pragmatik
mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan);
menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan
mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana,
bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam
pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini
seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan
prinsip kesantunan.
Berkenaan dengan tuturan, Austin[3] membedakan tiga jenis tindakan:
a. tindak tutur lokusi, yaitu tindak
mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna di dalam kamus
dan menurut kaidah sintaksisnya.
b. tindak tutur ilokusi, yaitu tindak
tutur yang mengandung maksud; berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa,
kapan, dan di mana tindak tutur itu dilakukan,dsb.
c. tindak tutur perlokusi, yaitu tindak
tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.
Berikut ini adalah penjelasan lebih lengkap mengenai tindak lokusi,
ilokusi dan perlokusi.
1. Tindak lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur
untuk menyatakan sesuatu.Tindak tutur ini sering disebut sebagai The Act of
Saying Something. Sebagai contoh tindak lokusi adalah kalimat berikut:
a. Andi Belajar Membaca
b. Ali bermain piano.
Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk
menginformasikan sesuatu tanpada tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi
untuk mempengaruhi lawan tuturnya.Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling
mudah diindentifikasi, karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tidak
memperhitungkan konteks tuturannya.
2. Tindak Ilokusi
Tindak ilakusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau
mengintormasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu.Tindak
ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Sebagai contoh pada kalimat
berikut:
a. Yuli sudah seminar proposal skripsi
kemarin.
b. Santoso sedang sakit.
Kalimat (a) jika diucapkan kepada seorang mahasiswa semester XII, bukan hanya
Sekadar memberikan informasi saja akan tetapi juga melakukan sesuatu, yaitu
memberikan dorongan agar mahasiswa tadi segera mengerjakan skripsinya.
Sedangkan kalimat (b) jika diucapkan kepada temannya yang menghidupkan radio
dengan volume tinggi, berarti bukan saja sebagai informasi teapi juga untuk
menyuruh agar mengecilkan volume atau mematikan radionya.Tindak ilokusi sangat
sulit diidentifikasi karena terlebih daihuhi harus mempertimbangkan siapa
penutur dan lawan tuturnya.
3. Tindak Perlokusi
3. Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi lawan tuturnya.Tindak perlokusi disebut sebagai The Act of
Affecting Someone.Sebuah tuturan yang diutarakan seseorang sering kali
mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya.Efek
yang timbul ini bisa sengaja maupun tidak sengaja. Sebagai contoh dapat
dilihat pada kalimat berikut:
a. Kemarin ayahku sakit.
b. Samin bebas SPP.
Kalimat (a) jika diucapkan oleh seseorang
yang tidak dapat menghadiri undangan temannya, maka ilokusinya adalah untuk
meminta maaf, dan perlokusinva adalah agar orang yang mengundangnya harap
maklum.Sedangkan kalimat (b) jika diucapkan seorang guru kepada murid-muridnya,
maka ilokusinya adalah meminta agar teman-temannya tidak iri, dan perlokusinya
adalah agar teman-temannya memaklumi keadaan ekonomi orang tua Samin.
Tindak perlokusi juga sulit
dideteksi, karena harus melibatkan konteks tuturnya.Dapat ditegaskan bahwa
setiap tuturnya dari seorang penutur memungkinkan sekali mengandung lokusi
saja, dan perlokusi saja.Namun tidak menutup kemungkinan bahwa satu tuturan
mengandung kedua atau ketiganya sekaligus.
Teori Austin kemudian mendapat
kritik dari muridnya sendiri yaitu Searle (1969).Menurut Searle teori yang
diajukan Austin terdapat hal yang membingungkan antara verba dan tindakan,
terlalu banyak tumpang tindih dalam teori, terlalu banyak heterogenitas dalam kategori
dan yang paling penting adalah tidak adanya prinsif klasifikasi yang konsisten.
Selanjutnya Searle mengklasifikasi tindak tutur menjadi lima kelompok, yaitu
representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi[4] (Rustono:39-43).
1.
Representatif
Representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas
apa yang diujarkan. Jenis tindak tutur ini kadang-kadang disebut juga tindak
tutur asertif.Tuturan yang memberikan pernyataan atau menyatakan termasuk tuturan
representatif.Termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif adalah
tuturantuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan,
menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi dan sebagainya.Dalam tuturan
itu, penutur bertanggung jawab atas kebenaran isi tuturannya.Contoh dari tindak
tutur representatif adalah sebagai berikut.”Penduduk desa ini 1350 jiwa.”
Informasi indeksal:
Diucapkan oleh seorang kepala desa kepada seorang petugas sensus penduduk.
Tuturan termasuk dalam tindak tutur representatif karena tuturan mengikat
penutur akan kebenaran tuturannya. Penutur bertanggung jawab memang benar bahwa
jumlah penduduk yang ada di desa yang ia pimpin berjumlah 1350 jiwa. Kebenaran
tuturan itu diperoleh dati fakta yang ada di lapangan.
2.
Direktif
Direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur
melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu.Tuturan-tuturan
memaksa, memohon, menyarankan, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak,
menyarankan, memerintah, memberi aba-aba dan menantang termasuk ke dalam jenis
tindak tutur direktif ini.Jenis tindak tutur ini disebut juga tindak tutur
impositif.Contoh tindak tutur direktif adalah sebagai berikut. “Tolong
belikan ia garam di warung Pak Amin!” Informasi indeksal:
Dituturkan
oleh seorang ibu yang sedang memasak kepada anaknya. Tuturan termasuk dalam
jenis tindak tutur direktif karena penutur menginginkan mitra tutur untuk
melalukan sesuatu seperti yang terdapat dalam tuturannya.Yang menjadi indikator
dalam tuturan direktif adalah adanya suatu tindakan yang harus dilakukan oleh
mitra tutur setelah mendengar sebuah tuturan.
3.
Ekspresif
Ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya
diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan
itu.Tindak tutur ekspresif ini disebut juga sebagai tindak tutur
evaluatif.Tuturantuturan memuji, mengucapkan terima kasih, menkritik, mengeluh,
menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung termasuk dalam tindak tutur
ekspresif.Contoh tindak tutur ekspresif adalah sebagai berikut “Sudah berhemat
setengah mati tapi kita tidak kaya juga.” Informasi indeksal:
Dituturkan oleh seorang istri kepada suaminya.Tuturan di atas termasuk tindak
tutur ekspresif karena tuturan itu dapat diartikan sebagai bentuk evaluasi
terhadap hal yang telah mereka lakukan yaitu berhemat tapi hasil yang mereka
harapkan untuk dapat kaya tidak terwujud juga. Isi dari tuturan berupa
keluhan karenanya tuturan itu termasuk dalam tindak ekspresif mengeluh.
4.
Komisif
Komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa
yang disebutkan di dalam tuturannya. Berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan
kesanggupan merupakan tuturan yang termasuk dalam jenis tindak komisif.Contoh
tindak tutur komisif adalah sebagai berikut. “Saya akan rajin belajar.”
Informasi indeksal:
Tuturan seorang anak kepada ibunya setelah ia mendapatkan nilai rendah pada
saat ulangan harian. Tuturan termasuk tindak tutur komisif karena tuturan
itu mengikat penuturnya untuk rajin belajar. Ikatan untuk rajin belajar
dinyatakan penuturnya yang membawa konsekuensi bagi dirinya untuk
memenuhinya.Karena tuturan itu berisi janji yang secara eksplisit dinyatakan,
tindak tutur itu termasuk tindak tutur komisif bejanji.
5.
Deklarasi
Deklarasi adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal
(status, keadaan, dan sebagainya) yang baru.Fraser (1978) menyebut tindak tutur
ini dengan istilah establishive atau isbati.Tuturan-tuturan dengan
maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan,
mengabulkan, mengangkat, menolong, mengampuni, memaafkan termasuk dalam tindak
tutur deklaratif. Contoh tindak tutur deklaratif adalah sebagai berikut.“Jangan
main di dekat sumur!” Informasi indeksal:
Dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya yang sedang bermain di belakang
rumah.Tuturan termasuk jenis tindak tutur deklarasi karena dengan tuturan ini
penutur menciptakan suatu keadaan yang baru yaitu berupa larangan bagi anaknya
untuk bermain di dekat sumur.Sementara sebelum tuturan ini dituturkan oleh ibu,
si anak boleh bermain di mana saja yang ia inginkan. Adanya perubahan status
atau keadaan merupakan ciri dari tindak tutur isbati atau deklarasi ini.Karena
tuturan ini berisi larangan maka tuturan ini termasuk tindak tutur deklarasi
melarang.
Wijana[5]
menjelaskan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung
dan tindak tutur tindak langsung, tindak tutur literal dan tidak literal.
1. Tindak tutur langsung dan tak langsung
Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan
menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interrogative) dan kalimat
perintah (imperative). Secara konvensional kalimat berita (deklaratif)
digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat tanya untuk
menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan,
permintaaan atau permohonan. Apabila kalimat berita difungsikan secara
konvensional untuk mengadakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya dan kalimat
perintah untuk menyuruh, mengajak memohon dan sebagainya, maka akan terbentuk
tindak tutur langsung (direct speech). Sebagai contoh : Yuli merawat ayahnya.
Siapa orang itu? Ambilkan buku saya! Ketiga kalimat tersebut merupakan tindak
tutur langsung berupa kalimat berita, tanya, dan perintah. Tindak tutur tak
langsung (indirect speech act) ialah tindak tutur untuk memerintah seseorang
melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan
memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak
merasa dirinya diperintah. Misalnya seorang ibu menyuruh anaknya mengambil
sapu, diungkapkan dengan Upik, sapunya dimana?”Kalimat tersebut selain untuk
bertanya sekaligus memerintah anaknya untuk mengambilkan sapu.
2. Tindak tutur literal dan tindak tutur tak literal
Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak
tutur yang dimaksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sedangkan
tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang
dimaksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya.
Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut.
a. Penyanyi itu suaranya bagus.
b. Suaramu bagus (tapi kamu tidak usah
menyanyi)
Kalimat (a) jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau
mengagumi suara penyanyi yang dibicarakan, maka kalimat itu merupakan tindak
tutur literal, sedangkan kalimat (b) penutur bermaksud mengatakan bahwa suara
lawan tuturnya jelek, yaitu dengan mengatakan “Tak usah menyanyi”. Tindak tutur
pada kalimat (b) merupakan tindak tutur tak literal.
Apabila tindak tutur langsung dan tak langsung diinteraksikan dengan tindak tutur literal dan tak literal, maka akan tercipta tindak tutur sebagai berikut :
Apabila tindak tutur langsung dan tak langsung diinteraksikan dengan tindak tutur literal dan tak literal, maka akan tercipta tindak tutur sebagai berikut :
1. Tindak tutur langsung literal
(direct literal speech act), ialah tindak tutur yang diutarakan dengan modus
tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah
disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan
menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya. Misalnya : Ambilkan buku itu! Kusuma
gadis yang cantik”, Berapa saudaramu, Mad?
2. Tindak tutur tidak langsung literal
(indirect literal speech act) adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus
kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata
yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Misalnya :
“Lantainya kotor”. Kalimat itu jika diucapkan seorang ayah kepada anaknya bukan
saja menginformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk membersihkannya.
3. Tindak tutur langsung tidak literal
(direct non literal speech) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus
kalimat yang sesuai dengan maksud dan tuturan, tetapi kata-kata yang
menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Misalnya :
“Sepedamu bagus, kok”. Penuturnya sebenarnya ingin mengatakan bahwa sepeda
lawan tuturnya jelek.
4. Tindak tutur tidak langsung tidak
literal (indirect non literal speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan
dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan.
Untuk menyuruh seorang pembantu menyapu lantai kotor, seorang majikan dapat
saja mengutarakannya dengan kalimat “Lantainya bersih sekali, Mbok”.
BAB II
TINDAK TUTUR DIREKTIF
Tindak tutur direktif (TTD) adalah salah satu jenis tindak tutur menurut
klasifikasi Searle (1969).Fungsinya adalah mempengaruhi petutur atau mitra
tutur agar melakukan tindakan seperti yang diungkapkan oleh si penutur. Fungsi
umum atau makrofungsi direktif mencakup: menyuruh, memerintah, memohon,
mengimbau, menyarankan dan tindakan-tindakan lain yang diungkapkan oleh kalimat
bermodus imperatif menurut aliran formalisme.
Lebih lanjut Searle mengungkapkan bahwa direktif itu dapat langsung (yaitu
dengan menggunakan kalimat bermodus imperatif) dan dapat pula tidak langsung
(yaitu dengan menggunakan kalimat bermodus bukan imperatif). Menurut Searle
pula, realisasi direktif tidak langsung itu ada enam kategori seperti: Can
you pass the salt? Are you going to pass the salt? Iwould like you to pass the
salt dan sebagainya. (contoh tuturan terdapat dalam Gunarwan, 2007).
Sedangkan Leech[6] menyatakan bahwa fungsi tindak tutur direktif dapat
ditunjukkan dengan verba yang melekat dan biasanya berkonstruksi: Subject – Verb
(O) ---- that X or S Verb O to Y. Dengan S sebagai subyek dan O sebagai
obyek dan ’that X’ merupakan klausa yang nonindikatif, dan ’to
Y’ adalah klausa infinitif: misalnya ask (meminta), beg (memohon),
bid (memohon dengan sangat), command (memerintah), demand (menuntut),
forbid (melarang) recommend (menganjurkan), request (memohon).
Sementara itu Vandervaken[7] (1990) mendata direktif dalam BahasaInggris
sebagai berikut:
Direct, request, ask, question,
inquire, interrogate, urge,encourage, discourage, solicit, appeal, petition,
invite, convene,convoke, beg, supplicate, beseech, implore, entreat, conjure,
pray, insist, tell, instruct, demand, require, claim, order, command, dictate,
prescribe, enjoin, adjure, exorcise, forbid, prohibit, interdict, proscribe,
commission, charge, suggest, propose, warn, advise, caution, alert, alarm,
recommend, permit, allow, authorize, consent, invoke, imprecate, and intercede.
Bach dan Harnish (1979) dalam Ibrahim[8] menyatakan bahwa direktif
mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh
mitra tutur sehingga tindakan ini dapat berbentuk konstatif, namun direktif
juga bisa mengekspresikan maksud penutur (keinginan, harapan) sehingga ujaran
aatau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh
mitra tutur. Selanjutnya Bach dan Harnish dalam Ibrahim[9] mengkategorikan direktif ke
dalam enam kategori utama yaitu: 1) Requestives (meminta, mengemis,
memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, mendorong), 2) Questions (bertanya,
menyelidik, menginterogasi), 3) Requirements (memerintah, menghendaki,
mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstrusikan, mengatur,
mensyaratkan), 4) Prohibitives (melarang, membatasi), 5) Permissives (menyetujui,
membolehkan, memberi wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan,
mengijinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan), dan 6) Advisories (menasehatkan,
memperingatkan, mengkonseling,
mengusulkan, menyarankan,
mendorong). Rahardi dan Lapoliwa dalam Nadar[10] menuliskan kontruksi ujaran
direktif baik langsung maupun
tidak langsung sebagai berikut:
a.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif perintah.
Misalnya:”Ringkas
karangan ini!”
b.
Tuturan yang mengandung makna pragmatik
imperatif suruhan.
Misalnya:”Coba
ringkas karangan ini.”
c.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif permintaan.
Misalnya:
”Tolong ringkas karangan ini.”
d.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif permohonan.
Misalnya:
”Aku mohon kamu bersedia meringkas karangan ini.”
e.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif desakan.
Misalnya;
”Ayo, ringkas karangan ini sekarang juga!”
f.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif bujukan.
Misalnya:
”Malam ini kamu meringkas karangan ini ya?”
g.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif himbauan.
Misalnya:
”Ringkaslah karangan ini dengan baik.”
h.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif persilaan.
Misalnya:
”Silakan karangannya diringkas.”
i.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif ajakan.
Misalnya:”Mari
kita ringkas karangan ini bersama-sama.”
j.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif permintaan ijin.
Misalnya
”Bolehkah saya meringkas karangan ini.”
k.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif mengijinkan.
Misalnya
”Karangannnya boleh diringkas sekarang.”
l.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif larangan.
Misalnya
”Jangan meringkas karangan itu.”
m.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif harapan.
Misalnya
”Saya mengharapkan ringkasan karangan ini cepat selesai.”
n.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif umpatan.
Misalnya”Kena,
kau!”
o.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif selamat.
Misalnya”Selamat
ya atas prestasimu.”
p.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif anjuran.
Misalnya”Sebaiknya
ringkasannya dikerjakan sekarang saja akan lebih baik.”
q.
Tuturan yang mengandung makna
pragmatik imperatif ”ngelulu”.
Misalnya:
”Tidak usah belajar, nonton TV saja terus sampai pagi.”
Selanjutnya, seorang mitra tutur
memiliki beberapa cara untuk merespon sebuah TTD. Bisa saja mitra tutur
tersebut mengiyakan TTD tersebut tanpa membantah, mengiyakan dengan memunculkan
ujaran tertentu atau bahkan mitra tutur melakukan penolakan terhadap TTD yang
diungkapkan oleh penutur.Rubin dalam Nadar[11] menyatakan bahwa paling
sedikit ada delapan cara penolakan antara lain:
a.
Berdiam diri, tidak memberikan
tanggapan.
b.
Menawarkan suatu alternatif: Susi
lebih bagus dari pada saya..
c.
Penundaan: Bagaimana kalau lain
kali saja.
d.
Menyalahkan orang lain: Suami
saya tidak mengijinkan.
e.
Menghindari penolakan langsung: Sebenarnya
menarik, tapi...
f.
Memberi tanggapan yang tidak
spesifik; Insya Allah.
g.
Mengungkapkan alasan: Saya ada
ujian hari ini.
h.
Menyatakan bahwa suatu tawaran atau
ajakan kurang baik: Rencana itu tidak terlalu bagus.
Sedangkan Takahashi, Beebe and Uliss-Weltz dalam Nadar[12]
dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk menolak suatu
ajakan atau perintah yaitu:
a.
Penolakan Langsung: yaitu penolakan
langsung dengan menggunakan kata penolakan atau pernyataan yang menunjukan
ketidakmauan atau ketidakmampuan.
1)
Menggunakan kata penolakan seperti: tidak, jangan.
2) Menggunakan penyataan ketidakmauan atau ketidak mampuan
seperti: tidak perlu,tidak ingin, lupakan , tidak dapat, tidak mau.
b.
Penolakan Tidak Langsung
1) Pernyataan penyesalan; saya
menyesal, jadi malu.
2) Pernyataan maaf, alasan,
keterangan: maaf masih ada yang harus saya kerjakan.
3) Pernyataan alternatif: Anda
boleh datang besok saja.
4)
Mengkondisikan penerimaan waktu sekarang atau waktu lampau. Kalau dia datang
saya akan datang.
5) Memberikan janji untuk menerima
lain waktu; mungkin lain kali saja
6) Pernyataan prinsip: Suami saya
tidak mau menerima hadiah.
7) Pernyataan filosofis: Satu
dibantu, semua dibantu.
8) Menerima pernyataan namun
sebenarnya menolak: kami akan pertimbangkan lagi.
9)
Berusaha mempengaruhi lawan bicara untuk tidak melakukan: Anda tahu
konsekuensi dari perbuatan Anda.
10) Penghindaran :
a) Verbal
(1) Mengalihkan pembicaraan
(2) Mengajak bercanda
(3) Mengulang sebagian dari
pertanyaan atau pernyataan; Pinjam uang ya?
(4) Penundaan: Kalau lain kali
saja bagaimana?
(5) Pagar: Saya tidak yakin
tentang masalah ini.
b) Non verbal
(1) Diam
(2) Ragu-ragu
(3) Gerakan fisik
c. Adjunct: ungkapan
tambahan, namun tidak dapat berdiri sendiri sebagai penolakan.
1) Pernyataan pendapat yang
positif/persetujuan: Idenya bagus, tapi...
2)
Pernyataan empati atau pengertian: Saya tahu Anda berada dalam situasi sulit.
3) Berhenti sejenak: ehmm..
4) Apresiasi: Terima kasih.
5) Sapaan: Eh..Pak.
6)
Pernyataan kesopanan: Anda baik sekali.
BAB III
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab sebelumnya penulis telah
memaparkan pendapat-pendapat ahli sosiolinguistik dalam konsep tindak tutur.
dan pada tulisan ini penulis mencoba menemukan temuan dan membahas tentang
tindak tutur tersebut. namun pada tulisan ini penulis hanya fokus pada tindak tutur
direktif. Yang mana sumber yang penulis temukan dan yang akan dibahas ialah
tindak tutur direktif Ustad Syamsul Arifin Nababan, Lc dan Pendeta Yoshua
Winadi, S.kp, S.Th dalam dialog Lintas Agama[13] :
a) Tindak Tutur Direktif Ustad (Ust)
Syamsul Arifin Nababan, Lc (Mu’allaf)
Pada tindak tutur Ust.
Syamsul Arifin Nababan, Lc Penulis menemukan da’wah dialogis beliau yang
berbunyi :
“Oleh karena itu kembalilah pak sapto, kalau bapak mau
kembali bertaubat diterima Allah, tadikan pak sapto mengatakan, apakah mungkin
tuhan masih mengampuni saya, insya allah. allah masih akan mengampuni dosa
beliau, tapi jangan murtad lag[14]i.”
Contoh diatas adalah, sebuah
contoh tindak tutur direktif, dimana menurut pengamatan penulis dari
paragraph tersebut ditemukan 2 kalimat tindak tutur direktif pada kalimat
:
a) Oleh karena itu kembalilah pak sapto
b) tapi jangan murtad lagi
Dimana pada kalimat (a) ust.
Syamsul Arifin Nababan, Lc menyerukan kepada pak sapto (Pdt. Edi Sapto Wedha :
Murtad) agar kembali kejalan Allah dan bertaubat, karena dari jawaban tersebut
seakan akan ada keragu-raguan pak sapto bahwasanya islam tidak akan mengampuni
pendosa besar, sehingga dia lebih memilih Kristen yang mengampuni setiap dosa
umat kristeni, sebagaimana termaktub dalam ajaran Kristen semua dosa ditanggung
oleh pengorbanan salib yesus dan diampuni oleh oleh tuhan bapa.
Dan pada kalimat (b) adalah sebuah
kalimat direktif melarang untuk mengerjakan kembali hal-hal sebelumnya yang
dianggap menimbulkan dosa.Yang mana Ust. Syamsul Arifin Nababan, Lc melarang
pak sapto untuk tidak kembali menjadi murtad, karna murtad adalah merubah
status muslim menjadi kafir.
b) Tindak Tutur Direktif Pendeta (Pdt)
Yoshua Winadi, S.kp, S.Th (Murtad)
Pada tindak tutur Pdt. Yoshua
Winadi, S.kp, S.Th Penulis menemukan da’wah dialogis beliau yang berbunyi :
“saya menghimbau islam sendiri pecah menjadi 73
golongan, dan 1 golongan yangmasuk surga. Dan kenapa islam jauh-jauh menjangkau
orang Kristen? yang tujuh 72 itu tanggung jawab kita (orang islam), Kenapa
tidak merangkul yang menuju 72 itu?Hendaknya kita intropeksi saya termasuk dari
72 atau 1[15].”
Contoh diatas adalah, sebuah
contoh tindak tutur direktif, dimana menurut pengamatan penulis dari
paragraph tersebut ditemukan 2 kalimat tindak tutur direktif pada kalimat
:
a) saya menghimbau islam
b) Hendaknya kita intropeksi saya
termasuk dari 72 atau 1
Pada kalimat (a) Pdt. Yoshua Winadi,
S.kp, S.Th membunyikan kalimat tindak tutur menghimbau agar masyarakat islam
tidak menyalahi agama Kristen atau memvonis agama Kristen adalah agama sesat,
sedangkan dikalangan islam sendiri terpecah menjadi 73 golongan dan hanya
1 golongan yang masuk surga. Maksud pendeta disini, ialah melarang umat islam tidak
usah mengurus atau menyalahkan agama orang lain sedangkan agama islam
sendiri mempunyai aib.
Dan pada kalimat (b) Pdt. Yoshua
Winadi, S.kp, S.Th menyuruh agar umat islam intropeksi, sebagaimana dijelaskan
diatas umat islam terbagi menjadi 73 golongan dan hanya 1 golongan yang masuk
surga. Dan sini, pendeta bermaksud agar umat islam mencari dan bertanya kepada
diri mereka, apakah mereka termasuk didalam golong 73 yang tidak diridhoi Allah
atau 1 golongan yang diridhoi Allah.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelasan yang telah penulis paparkan diatas, penulis bisa
menyimpulkan dengan beberapa kesimpulan dibawah ini :
1. Teori tindak tutur pertama kali
dikemukakan oleh Austin (1956), seorang guru besar di Universitas Harvard.
Teori yang berwujud hasil kuliah itu kemudian dibukukan oleh J.O.Urmson (1965)
dengan judul How to do Things with words?. Akan tetapi teori itu baru
berkembang secara mantap setelah Searle (1969) menerbitkan buku yang berjudul
Speech Acts : An Essay in the Philosophy of language menurut Searle dalam semua
komunikasi linguistik terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi
bukan sekadar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila
disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud
perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts).
2.
Tindak tutur direktif (TTD) adalah
salah satu jenis tindak tutur menurut klasifikasi Searle (1969). Fungsinya
adalah mempengaruhi petutur atau mitra tutur agar melakukan tindakan seperti
yang diungkapkan oleh si penutur. Fungsi umum atau makrofungsi direktif
mencakup: menyuruh, memerintah, memohon, mengimbau, menyarankan dan
tindakan-tindakan lain yang diungkapkan oleh kalimat bermodus imperatif menurut
aliran formalisme.
DAFTAR PUSTAKA
Arimatea. Dialog Lintas Agama ;
Mu’allaf Vs Murtad. Asrama haji Pondok Gede Gedung Serba Guna 2 Jakarta. 11
September 2004. (Sumber : Video).
Austin,J.L.1962.how to do things
with words. Cambridge-Mass. Harvard University Press.
brahim, Abdul
Syukur. (1992). Kajian Tindak Tutur. Surabaya. Penerbit Usaha Nasional.
Leech, Geoffrey.1983. Principles
of Pragmatics. London: Longman
Nadar, FX. (2009). Pragmatik
& Penelitian Pragmatik. Yogyakarta.Graha Ilmu.
Rohmadi, Muhammad. 2004. Prakmatik
Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media
Rustono. 1999. Pokok-pokok
Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Vanderveken, Daniel. (1990). Meaning
and Speech Act. Berlin. Cambridge University Press.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar
Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
No comments:
Post a Comment