Tuesday, December 1, 2015

BAHASA DAN SASTRA ARAB DI ZAMAN JAHILIYAH



 1. BAHASA ARAB DI MASA JAHILIYAH

Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia.Kelaziman tersebut membuat manusia manusia jarang memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan, padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya. Hal senada sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun, bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolicum, yaitu mahluk yang mahluk yang mempergunakan simbol[1].
Pada dasarnya bahasa lahir seiring dengan lahirnya manusia, dalam studi bahasa, orang berasumsi bahwa manusia sudah mengenal bahasa sejak masa lalu, karena bahasa merupakan simbol yang membedakan antara manusia dari segala jenis ciptaan Allah yang lainnya, bahasa merupakan sebuah sistem yang digunakan manusia untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, dalam ilmu bahasa yang dimaksud bahasa adalah sistem tanda bunyi yang bersifat arbitrer, yang dinamis, beragam, manusiawi, yang disepakati untuk dipergunakan oleh para kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi dan beridentifikasi diri[2].
Bahasa Arab adalah salah satu bahasa tertua di dunia.Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang awal mula munculnya bahasa Arab.Teori pertama menyebutkan bahwa manusia pertama yang melafalkan bahasa Arab adalah Nabi Adam alaihissalam. Analisa yang digunakan: Nabi Adam  alaihissalam (sebelum turun ke bumi) adalah penduduk surga, dan dalam suatu riwayat dikatakan bahwa bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab, maka secara otomatis bahasa yang digunakan oleh Nabi Adam  alaihissalam  adalah bahasa Arab dan tentunya anak-anak keturunan Nabi Adam alaihissalam pun menggunakan bahasa Arab. Setelah jumlah keturunan Nabi Adam -alaihissalam bertambah banyak dan tersebar ke pelbagai tempat, bahasa Arab –yang digunakan saat itu– berkembang menjadi jutaan bahasa yang berbeda. Teori ini kurang populer dikalangan ahli bahasa modern, khususnya di kalangan orientalis, dengan asumsi  bahwa tidak ada bukti ilmiah yang menyebutkan bahwa 'Adam -'alaihissalam- menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari (daily language).
Sedangkan Schlozer, seorang tokoh orientalis, mengemukakan bahwa bahasa Arab termasuk rumpun bahasa Semit. Teori ini diambil dari tabel pembagian bangsa-bangsa di dunia yang terdapat dalam kitab Perjanjian Lama.Tabel ini menggambarkan bahwa setelah terjadinya banjir nabi Nuh, semua bangsa di dunia berasal dari tiga orang putera nabi Nuh alaihissalam yaitu Syam, Ham, dan Yafis. Nama Semit diambil dari namaSyam, putera Nabi Nuh alaihissalam yang tertua. Namun teori ini juga mempunyai kelemahan. Tabel penyebaran putera-putera Nuh alaihissalam yang disebutkan dalam Perjanjian Lama hanya membagi bangsa berdasarkan pertimbangan politik dan geografis semata, tidak ada sangkut pautnya dengan bahasa.
Dalam perkembangannya, bahasa Arab terbagi menjadi dua bagian besar yaitu bahasa Arab Selatan dan Bahasa Arab Utara. Dr. Basuni Imamuddin dalam makalahnya tentang sejarah bahasa Arab menjelaskan tentang pembagian bahasa Arab sebagai berikut, Bahasa Arab terbagi menjadi dua yaitu bahasa Arab Selatan dan bahasa Arab Utara.
1. Bahasa Arab Utara
Timur  :Akkad atau Babylonia; Assyria
Utara   : Aram dengan ragam timurnya dari bahasa Syria, Mandaca, dan Nabetea serta ragam baratnya dari Samaritan, Aram Yahudi, dan Palmyra
Barat   : Phonesia, Ibrani Injil, dan dialek kanaan lainnya
2. Kawasan Selatan:
Utara     : Arab
Selatan  : Sabca atau Himyari, dengan ragam dari dialek Minaea, Mahri, dan Hakili; dan Geez atau Etiopik, dengan ragamnya dari dialek Tigre, Amharik dan Harari
Dari semua bahasa Semit di atas kini telah punah kecuali bahasa Arab.Ketidakpunahan bahasa Arab ini disebabkan faktor kekuasaan dan faktor arabisasi. Faktor kekuasaan yang dimaksud adalah penghuni jazirah Arab yang meliputi tiga kelompok besar bangsa Arab yaitu:
Arab ‘Ariba atau Badia (Les Arabes Primaires) seperti: kaum Ad, Tsamud, Amalik, Tasm, Bani Yadis, Kusyit, dan lain-lain.
1.    Arab Mu’arriba (Les Arabes Secondaires) seperti: Bani Kahtan, atau Yoktan bin Heber, Bani Himyar, dan lain-lain.
2.    Arab Musta’rib (Les Arabes Tertiaires) seperti: keturunan dari Nabi Ismail bin Ibrahim as. Termasuk di dalamnya suku Quraisy.

            Dari ketiga golongan besar bangsa Arab, pada akhirnya golongan yang ketiga atau Arab Musta’rib yang berkuasa. Lagi pula keturunan Nabi Ismail inilah yang menguasai kota Makkah
dan yang memelihara Ka’bah.
            Pada masa praIslam atau yang lebih dikenal dengan jaman jahiliyah, bahasa Arab mulai mencapai masa puncaknya (prime condition). Hal ini diawali dengan keberhasilan orang-orang Arab Badui di bawah pimpinan suku Quraisy, menaklukan penduduk padang pasir, sehingga mulai saat itu bahasa Arab dijadikan bahasa utama dan mempunyai kedudukan yang mulia di tengah kehidupan masyarakat sahara. Hal lain yang tidak bisa kita pungkiri untuk membuktikan kemajuan bahasa Arab pada masa jahiliyah adalah kemampuan masyarakat jahiliyah untuk menciptakan syair-syair indah baik dari segi retorika ataupun makna. Bahkan saat itu telah diadakan lomba pembuatan syair atau puisi, syair yang menjadi pemenang dalam perlombaan tersebut nantinya akan dipamerkan di tengah masyarakat dengan cara digantung di dalam Ka'bah, syair-syair ini dikenal dengan nama syair Mu'allaqat (الأشعار المعلقات).
Apabila ingin mengetahui asal-usul suatu bahasa, tampaknya perlu mengetahui asal bangsa yang menjadi penutur utama bahasa tersebut. Hal demikian adalah karena bahasa itu dilahirkan oleh suatu masyarakat penggunanya dan pengguna bahasa itu membawa bahasanya ke manapun ia pergi. Kadang kala bahasa tersebut secara utuh terus dipertahankan oleh pemakainya, juga tidak sedikit yang melakukan perubahan, mengadaptasi dengan tempat atau situasi mereka tinggal, dimana ia bergaul dengan etnik-etnik lain yang memiliki bahasa berbeda. Perubahan bahasa biasanya akan terjadi oleh adanya perubahan generasi, dimana antara generasi terjadi asimilasi sehingga melahirkan model dan bentuk generasi baru dengan gaya bahasa atau karakter budaya yang relatif berbeda dari generasi sebelumnya. Bahkan tidak sedikit bahasa yang mati karena ditinggal oleh pemakainya.Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor politik seperti penjajahan yang menginvansi suatu wilayah bahasa, kemudian menggantikannya dengan bahasa
si penguasa.


            Banyak faktor yang menyebabkan mati dan hilangnya suatu bahasa dari setiap etnik, baik karena faktor politik kekuasaan, misalnya pelarangan menggunakan bahasa dari elite penjajah yang sedang berkuasa, hancurnya satu generasi etnik sebagai pengguna bahasa akibat fenomena alam seperti kaum Ad dan sebagainya (Thohir,  2009: 56):
"Sedang faktor arabisasi berkata (Hana al Fakhuri, Tt: 5):

والعربية من أحدث هذه اللغات نشأة وتاريخاً ولكن يعتقد البعض أنها الأقرب إلى اللغة السامية الأم التي انبثقت منها اللغات السامية الأخرى، وذلك لاحتباس العرب في جزيرة العرب فلم تتعرّض لما تعرَّضت له باقي اللغات السامية من اختلاط"

Arabisasi yang dimaksud di sini adalah bangsa Arab yang masih bertahan berbaur dengan bangsa lain sehingga melahirkan pergumulan bahasa antar bangsa yaitu berbaurnya suku pribumi dengan suku yang datang dari selatan. Selain pergumulan bahasa, perkawinan antar
suku juga berakibat pada proses terjadinya arabisasi.

            Bangsa arab mempunyai mata pencaharian berdagang dengan mengambil tempat di suatu tempat yang strategis dalam hal ini di kota Makkah (yang dikuasai oleh suku Quraisy), dimana di sana merupakan tempat berkumpulnya berbagai suku bangsa melakukan ibadah haji sekaligus mengadakan perdagangan. Sehingga transformasi sosial masyarakat terjadi lebih intens.Di sini bertemu berbagai elemen masyarakat dari berbagai daerah, sehingga pertukaran budaya tak terelakkan.
            Islam datang dengan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, saat itulah Al-Qur’an diturunkan, tentu saja menggunakan bahasa Arab yang paling sempurna/baku (فصحي) dengan keindahan retorika dan kedalaman makna yang tak tertandingi. Allah Subhanahu wa Ta’alatidak menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an melainkan karena ia adalah bahasa terbaik yang pernah ada. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman,
!$¯RÎ)çm»oYø9tRr&$ºRºuäöè%$wŠÎ/ttãöNä3¯=yè©9šcqè=É)÷ès?ÇËÈ
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkannya.” (Yusuf: 2).
Allah Subhanahu wa Ta’ala  juga berfirman,
¼çm¯RÎ)urã@ƒÍ\tGs9Éb>utûüÏHs>»yèø9$#ÇÊÒËÈtAttRÏmÎ/ßyr9$#ßûüÏBF{$#ÇÊÒÌÈ4n?tãy7Î7ù=s%tbqä3tGÏ9z`ÏBtûïÍÉZßJø9$#ÇÊÒÍÈAb$|¡Î=Î/<cÎ1ttã&ûüÎ7BÇÊÒÎÈ
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam, dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas" (Asy Syu’ara: 192-195). Keindahan bahasa Al-Qur’an juga diakui oleh Janet Holmes, orientalis pemerhati bahasa.Dia mengatakan bahwa Al-Qur’an dilihat dari segi sosiolinguistik atau teori diglosia dan poliglosia mengandung high variety (varitas kebahasaan yang tinggi).
Diturunkannya Al-Qur’an dengan bahasa Arab menandai terjadinya revolusi fungsi pembelajaran bahasa Arab.Pasca diturunkannya Al-Qur’an, dorongan untuk mempelajari bahasa Arab lebih dikarenakan faktor agama daripada faktor-faktor lainnya (ekonomi, politik dan sastra).Bahkan bisa dikatakan bahwa perkembangan bahasa Arab berbanding lurus dengan penyebaran agama Islam.

2. SASTRA ARAB MASA JAHILIYAH

A. Tentang Lingkungan Sastra Arab Masa Jahiliyah

Sastra, dalam bahasa Arab disebut Al-Adab, sebagaimana diartikan oleh Dr. Abdul Basith Abdurrazzaq Badr:
تعبيير لغوي جميل, ينقل إلينا العواطف والأحاسيس والمعاني بأسلوب خاص يختلف عن أسلوب الكلام العادي, ويؤثر فينا بجماله وقوّته [3]
Sastra Jahiliyah merupakan bagian dari budaya masyarakat badui yang sangat di gemari.Dan juga penyair pada masa ini sering berfungsi sebagai orang bijak di kalangan sukunya.Pada masa Jahiliyah ini yang berkembang adalah hal yang berkenaan dengan kehidupan orang badui, adat, dan sifat-sifat mereka.Para sastrawan Arab Jahiliyah dalam membuat sebuah karya sastra banyak terilhami oleh kekasih, perjalanan yang mereka lakukan, dan jejak binatang yang mengisyaratkan adanya pekemahan yang sudah ditinggalkan.
Kehidupan masyarakat Arab Jahiliyah dapat dilihat dalam karya sastra yang merupakan produk zaman itu, karena sastra Arab Jahiliyah adalah cerminan langsung bagi keseluruhan kehidupan bangsa Arab zaman Jahiliyah tersebut, dari hal-hal yang bersifat pribadi sampai persoalan masyarakat umum.
Bangsa Arab telah menganggap betapa pentingnya peranan seorang penyair. Sehingga sering kali mereka mengiming-imingi seorang penyair yang dapat memberikan semangat dalam perjuangan dengan memberikan sokongan suara bagi seseorang agar dapat diangkat sebagai kepala kabilah. Ada pula yang menggunakan mereka sebagai perantara untuk mendamaikan pertikaian yang terjadi antara kabilah, bahkan ada juga yang menggunakan penyair untuk memintakan maaf dari seseorang penguasa.
Kedudukan puisi dan penyairnya sangat tinggi di mata orang Arab Jahiliyah. Sebuah karya puisi dapat mempengaruhi, bahkan mengubah sikap atau posisi seseorang atau sekelompok orang terhadap sikap atau posisi orang dan kelompok lainnya. Para penyair, dengan demikian juga berfungsi sebagai agen perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Kedudukan atau pengaruh sedemikian ini hanya dapat ditandingi oleh para politisi tingkat tinggi di zaman modern ini. Kekuatan penyair bersumber dari kekuatan isi karyanya.
Keistimewaan bangsa Arab, mereka mempunyai perhatian yang besar terhadap bahasa dan keindahan sastranya, karena mereka mempunyai perasaan yang halus dan ketajaman penilaian terhadap sesuatu. Dua sifat itulah yang menjadi faktor utama bagi mereka untuk mempunyai kelebihan dan kemajuan dalam bahasa. Karena keindahan bahasa bersandarkan pada perasaan halus dan daya khayal yang tinggi (imajinasi), maka dengan kedua faktor inilah bangsa Arab dapat mengeluarkan segala sesuatu yang bergejolak dalam jiwa mereka dalam bentuk syair-syair yang indah.
Suku Arab yang mendiami pelosok semenanjung Arabia pada musim haji berkumpul di Mekah.Pada saat itu, mekah ramai dikunjungi oleh berbagai suku yang datang dari berbagai dairah.Di samping menunaikan ibadah haji, mereka datang kesana untuk berdagang dan mengadakan perlombaan-perlombaan sastra, seperti berpidato dan melantunkan syair.Tempat yang berperan penting pada waktu itu adalah Suq ‘Ukaz.
Di pasar ‘Ukadz para penyair berlomba mendendangkan karya-karya mereka di depan dewan juri yang terdiri dari sejumlah pujangga yang telah memiliki reputasi. Karya-karya puisi yang dinyatakan sebagai yang terbaik akan ditulis dengan tinta emas di atas kain yang mewah, kemudian akan digantungkan di dinding Kakbah, yang kemudian dikenal dengan istilah al-Mu’allaqat (puisi-puisi yang digantungkan pada dinding Kabah).
B. Faktor-Faktor yangMempengaruhi Sastra Arab Masa Jahiliyah
            Sastra adalah cerminan kehidupan yang memantulkan kebaikan dan keburukannya. Jika kita baca sastra sebuah bangsa, kita akan tahu bagaimana bangsa tersebut, apakah ia suka berperang ataukah cinta damai, dan mengetahui kebiasaan, ahlak, agama, kebudayaan, politik, hubungan dengan bangsa lainnya, mata pencaharian, dan sebagainya.[4]
            Adapun beberapa faktor yang memberi pengaruh terhadap sastra pada saat itu:
1.        Peperangan
2.        Kondisi dan tabiat bangsa Arab
3.        Semangat keagamaan
4.        Politik
5.        Pengaruh banggsa lain
6.        Peradaban
7.        Kebudayaan
8.        Tragedi
9.        Media informasi[5]

B. Karakteristik Sastra Arab Jahiliyah
Sastra pada zaman jahiliah merupakan cerminan bangsa arab pada masa itu. Ini dikarenakan sastrawan arab pada masa itu membuat suatu karya tidak lepas dari suatu kejadian yang mereka alami atau yang mereka lihat.
Secara umum sastra Arab pada masa jahiliah bertujuan untuk:
1.        Kehidupan suku Badui
2.        Menerangkan keadaan masa lampau
Karya sastra pada masa ini memiliki empat ciri khusus
1.        Penggunaan kata-kata lebih ditekankan pada makna asalnya
2.        Kosakata yangdigunakan banyak memiliki sinonim
3.        Penggunaan kata serapan di luar bahasa arab sangat kurang
4.        Gaya bahasa dan kalimat yang diucapkan singkat padat dan tidak dibuat-buat
(Ensiklopedi Islam jilid 2, 1999).
Pada umumnya puisi Arab pada masa tersebut mendeskripsikan keberadaan kemah, hewan sebagai kendaraan tunggangan, kehidupan mewah para bangsawan agar dengan begitu para pujangga mendapatkan imbalan materi dan pujian tertentu, alam sekitar, keberanian seseorang atau sekelompok kabilah, atau kecantikan seorang wanita pujaan.
Bahasa dan kandungan puisi Arab Jahiliah sangat sederhana, padat, jujur, dan lugas. Namun demikian, emosi dan rasa bahasa serta nilai sastranya tetap tinggi, dikarenakan imajinasi dan simbol yang dipakai sangat baik dan mengenai sasaran. Meskipun demikian, ada beberapa puisi Arab Jahiliah yang sangat remang-remang atau sangat imajiner dan simbolis.
Puisi seperti ini digubah dengan sangat padat dan sering menggunakan simbol yang samar sehingga sulit dicerna oleh kalangan umum, sehingga yang mampu mengapresiasikan puisi imajiner adalah kalangan tertentu yang memiliki pengetahuan sejarah dan latar belakang sang penyair. Dari sudut gaya, puisi Arab Jahiliah sangat mementingkan irama, ritme, rima, musik atau lagu, serta sajak (dikenal dengan nama qafiyah). Tetapi semua ini dilakukan secara wajar, bukan dengan memaksa mencari kata-kata hanya untuk kepentingan ritme dan sajak.
C. Sastrawan Bangsa Arab Dan Karyanya
Masyarakat Jahiliah sering mengadakan festival sastra secara periodik. Ada festival sastra mingguan, bulanan, dan tahunan. Mereka juga membuat apa yang yang sekarang disebut dengan pasar seni. Di pasar seni ini para pujangga saling unjuk kemampuan dalam bersastra. Di antara pasar seni yang paling bergengsi pada zaman Jahiliah adalah pasar Dzu al-Majaz, yang terletak di daerah Yanbu’, dekat Sagar (kini termasuk wilayah Madinah); pasar seni Dzu al-Majinnah di sebelah barat Mekkah, dan pasar seni ‘Ukadz yang terletak di timur Mekkah, antara Nakhlah dan Tha’if. Di tiga tempat ini, masyarakat Jahiliah melangsungkan festival seni selasa selama 20 hari, sejak bulan Dzulqaidah.
Di pasar ‘Ukadz para penyair berlomba mendendangkan karya-karya mereka di depan dewan juri yang terdiri dari sejumlah pujangga yang telah memiliki reputasi. Karya-karya puisi yang dinyatakan sebagai yang terbaik akan ditulis dengan tinta emas di atas kain yang mewah, kemudian akan digantungkan di dinding Kakbah, yang kemudian dikenal dengan istilah al-Mu’allaqat (puisi-puisi yang ditempel pada dinding Ka’bah).

      D. Macam-Macam Sastra Pada Masa Jahiliyah

1. Natsr atau Prosa.

Pada periode ini terdapat beberapa jenis Natsr, yaitu:
a.    Khitabah (Retorika)
b.    Rasa’il (Korespondensi)
c.    Amtsal (Perumpamaan)
d.   Hikam (Kata Mutiara)
e.    Washaya (Wasiat)
f.     Maqamat (Cerita yang kalimatnya seperti sajak)
g.    Qishash (Novel)
h.    Masrahiyyah (Drama)[6]
Berikut beberapa pembahasan tentang hal di atas:
Khutbah: Yaitu serangkaian perkataan yang jelas dan lugas yang disampaikan kepada khalayak ramai dalam rangka menjelaskan suatu perkara penting.
Sebab-sebab munculnya khutbah pada periode Jahiliyah:
a.       Banyaknya perang antar kabilah
b.      Pola hubungan yang ada pada masyarakat Jahiliyyah seperti saling mengucapkan selamat, belasungkawa dan saling memohon bantuan perang
c.       Kesemrawutan politik yang ada kala itu
d.      Menyebarnya buta huruf, sehingga komunikasi lisan lebih banyak digunakan daripada tulisan
e.       Saling membanggakan nasab dan adat istiadat
Ciri khasnya:
a.       Ringkasnya kalimat
b.      Lafaznya yang jelas
c.       Makna yang mendalam
d.      Sajak (berakhirnya setiap kalimat dengan huruf yang sama)
e.       Sering dipadukan dengan syair, hikmah dan matsal
Contoh Khutbah :
Khutbah Hani’ Bin Qobishoh pada Pertempuran Dzi-Qorin
يا معشر بكر , هالك معذور خير من ناج فرور, إن الحذر لا ينخي من القدر, و إن الصبر من أسباب الظفر, المنية ولا الدنية, استقبال الموت خير من استدباره, و الطعن في ثغر النحور, أكرم منه في الأعجاز و الظهور, يا أبا بكر : قاتلوا فما للمنايا من بد

“Wahai sekalian kaum Bakr, orang yang kalah secara terhormat lebih baik dari orang yang selamat kar’na lari dari medan juang, sesungguhnya ketakutan tidak akan melepaskan kalian dari ketentuan Tuhan, dan sesungguhnya kesabaran adalah jalan kemenangan.Raihlah kematian secara mulia, jangan kalian memilih kehidupan yang hina ini. Menghadapi kematian lebih baik daripada lari darinya, tusukan tombak di leher-leher depan lebih mulia dibanding tikaman dipunggung kalian, wahai kaum Bakr….. Berperanglah!!!! Karena kematian adalah suatu kepastian…”
Wasiat: yaitu nasihat seorang yang akan meninggal dunia atau akan berpisah kepada seorang yang dicintainya dalam rangka permohonan untuk mengerjakan sesuatu.Wasiat memiliki banyak persamaan dengan khutbah hanya saja umumnya wasiat lebih ringkas.
Contoh Wasiat :
Wasiat Disaat Dzul Isba’ Al-‘adwani kepada anaknya Usaid
ألن جانبك لقومك يحبوك, وتواضع لهم يرفعوك, وابسط لهم وجهك يطيعوك, ولا تستأثر عليهم بشيء يسودوك,أكرم صغارهم كما تكرم كبارهم و يكبر على مودتك صغارهم, واسمح بمالك, و أعزز جارك وأعن من استعان بك, وأكرم ضيفك, وصن وجهك عن مسألة أحد شيئا, فبذلك يتم سؤددك
“Berlemah lembutlah kepada manusia maka mereka akan mencintaimu, dan bersikap rendah hatilah niscaya mereka akan mengangkat kedudukanmu, sambut mereka dengan wajah yang selalu berseri maka mereka akan mentaatimu, dan janganlah engkau bersikap kikir maka mereka akan menghormatimu. Muliakanlah anak kecil mereka sebagaimana engkau mencintai orang-orang dewasa diantara mereka, maka anak kecil tadi akan tumbuh dengan kecintaan kepadamu, mudahkanlah hartamu untuk kau berikan, hormatilah tetanggamu dan tolonglah orang yang meminta pertolongan, muliakanlah tamu dan selalulah berseri ketika menghadapi orang yang meminta-minta, maka dengan itu semua sempurnalah kharismamu.”
Hikmah: Yaitu kalimat ringkas yang menyentuh yang bersumber dari pengalaman hidup, didalamnya terdapat ide yang lugas dan nasihat yang bermanfaat.
Contoh_Hikmah:
آفة الرأي الهوى
“Perusak akal sehat manusia adalah hawa nafsunya.”
مصارع الرجال تحت بروق الطمع
Kehancuran seorang lelaki terletak dibawah kilaunya ketamakan
Matsal : Yaitu kalimat singkat yang diucapkan pada peristiwa tertentu, digunakan untuk menyerupakan peristiwa tertentu dengan peristiwa asal dimana matsal tersebut diucapkan.
Contoh Matsal :
سبق السيف العذل
“Pedang telah mendahului celaan.”
Bermakna “nasi sudah menjadi bubur” dimana celaan tidak akan mampu mengubah kejadian yang telah terjadi
2. Syair / puisi
            Pada masa jahiliyah ini,jenis sastra yang paling terkenal dikalangan masyarakat adalah syair. Sebab syair memiliki kedudukan yang penting dan memberi pengaruh yang kuat sehingga setiap kabilah saling berbangga dengan kemunculan seorang penyair handal dari kalangan mereka, mereka pun kerap kali mengadakan acara khusus untuk menyaksikan dan menikmati syair-syair tersebut.
            Selain itu, sastra jenis ini begitu sangat  menonjol dikalangan masyarakat jahiliy karena syair memiliki puncak keindahan dalam sastra. Sebabsyair adalah gubahan yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan keindahan daya khayal. Para penyair  pada zaman jahiliyah mewakili kelas terdidik (intelegensia), karena sya’ir dalam bahasa Arab memiliki arti al-‘ilm (pengetahuan).
            Puisi pada zaman jahiliyah diartikan sebagai kata-kata yang berirama dan berqafiah yang mengungkapkan imajinasi yang indah dan bentuk-bentuk ungkapan yang mengesankan lagi mendalam.
Jenis-jenis syair pada masa jahiliyah :
a.       Al-Madh atau pujian
b.      Al-Hija’ atau cercaan
c.       Al-Fakhr atau bangga
d.      Al-Hamaasah atau semangat yakni untuk membangkitkan semangat ketika ada suatu peristiwa semacam perang atau membangun sesuatu
e.       Al-Ghozal atau ungkapan cinta bagi sang kekasih
f.       Al-I’tidzar atau permohonan maaf
g.      Ar-Ritsa’ atau belasungkawa
h.      Al-Washf atau pemerian yaitu penjelasan perhadap sesuatu dengan sangat simbolistik dan ekspresionistik[7]
Contoh puisi pada masa ini adalah:
والريح تسأل من أنا
أنا روحها الحيران أنكرنى الزمان
أنا مثلها فى لا مكان
نبقى نسير ولا انتها
نبقى نمر ولا بقاء
إذا بلغنا المنحنى
خلناه خاتمة الشقاء
فإذا فضاء
Angin bertanya, siapa aku
Aku adalah jiwanya yang bingung, diingkari zaman
Aku seperti dirinya, tidak punya tempat
Selalu berjalan, tanpa akhir
Selalu berlanjut, tanpa henti
Bila aku sampai di tikungan,
Aku mengira, itu adalah akhir penderitaan
Tapi, itu ternyata tanah lapang

3. Al-Mu’allaqat
            Yaitu merupkan Qasidah panjang yang indah yang diucapkan oleh para penyair jahiliyah dalam berbagai kesempatan dan tema.Sebagian Al-Mu’allaqot ini diabadikan dan ditempelkan didinding-dinding Ka’bah pada masa Jahiliyah. Dinamakan dengan Al-Mu’allaqot ( Kalung ) karena indahnya syair-syair tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan oleh seorang wanita. Para pujangga Al-Mu’allaqot berjumlah tujuh orang, yaitu :
امرؤ القيس بن حجر الكندي
زهير بن أبي سلمى
طرفة بن العبد
عنزة بن شداد العنسي
عمرو بن كلثوم
الحارث بن حلزة
لبيد بن ربيعة
Contoh Syair Al-Mu’allaqot karya  Zuhair Bin Abi Sulma,
سئمت تكـاليـف الـحياة ومن يعش ثـمانين حولا- لا أبا لك – يسـأم
وأعـلم مـا في اليوم والأمـس قبلـه ولكنني عن علم ما في غـد عـم
ومـن هـاب أسبـاب المـنايـا ينلـنه ولـو نـال أسباب السـماء بسلــم
ومن يجعل المعروف في غير أهله يـعــد حـمـده ذمـا عــليه فيـندم
ومهما تكن عند امرئ من خـليقة ولو خالها تخفى على الناس تعلم
لأن لـسان الـمـرء مـفـتـاح قــلـبه إذا هو أبدى مـا يـقول من الـفـم
لسان الفتى نصف و نصف فؤاده ولم يبق إلا صـورة اللحـم والدم
Aku telah letih merasakan beban kehidupan
Sungguh aku letih setelah hidup delapan puluh tahun ini
Aku tahu apa yang baru saja terjadi dan kemarin hari
Namun terhadap masa depan sungguh aku buta
Barang siapa yang lari dari kematian sungguh akan menemuinya
Walau ia panjat langit dengan tangganya
Barang siapa yang memuji orang yang tak pantas dipuji
Maka esok hari pujiannya itu akan disesali
Seorang manusia tentu memiliki tabiat tertentu
Walau ia sangka tertutupi pasti orang lain akan mengetahui
Itu karena lidah seseorang adalah kunci hatinya
Lidahnyalah yang menyingkap semua rahasia
Lidah itu adalah setengah pribadi manusia dan setengahnya lagi adalah hati
Tidak ada selain itu kecuali daging dan darah sahaja

E. Ciri-Ciri Sastra Pada Masa Jahiliyah

            Ada beberapa ciri umum yang terdapat dalam sastra arab pada masa jahily, diantaranya:
1.        Kejujuran dalam mengungkapkan apa yang dirasakan tanpa ungkapan yang berlebihan
2.        Susunan kalimat yang ringkas
3.        Sederhana dalam struktur kalimat hal ini dilatarbelakangi kondisi sosiologis, cara mereka hidup menciptakan karakter manusia yang sederhana sehingga mempengaruhi ketika menyusun sebuah ungkapan
4.        Romantis, bahasa yang romantis ketika mengungkapkan jiwa perasaan penyair
5.        Al-Muhdhar menambahkan karakteristik sastra jahili adalah mengungkapkan kejantanan dan keperwiraan, menceritakan pengalaman baik yang butuk maupun yang jelek
            Dari berbagai karakter di atas dapat disimpulkan bahwa corak sastra jahily sangaat sederhana hal itu dipengaruhi cara hidup mereka yang sangat sederhana sehingga membentuk jiwa yang sederhana, begitupun dalam mengungkapan sesuatu.
      Sedangkan ciri-ciri dari segi bentuknya diantaranya:
1.        Mementingkan ilmu ‘Arudh karena disepakati sebagai suatu tradisi seni dalam sastra Arab yang melekat kuat pada pendengaran orang-orang Arab yang tak bisa dipisahkan
2.        Mereka menilai wazan sebagai sesuatu yang penting dalam syair
3.        Dalam prosa, mereka mementingkan fasahah (ketepatan diksi) dan bayan(suatu gaya bahasa indah yang menyentuh rasa dan mampu memnggambarkan makna dengan jelas).




[1]Filsafat Ilmu, Amsal bakhtiar, Rajawali Press,2004,cet.12,hal.175
[2]Sosiolinguistik, Perkenalan Awal, Abdul Chaer& Leonie Agustina, Rineka Cipta, hal.11
[3] Al-Naqd Al-Adabiy, Abd Al-Basith Abd Al-Rzzaq Badr, hal.89
[4] Al-Adab Al-‘Arabiy wa Tarikhuhu Al-Ashri Al-Jahiliy, Abdul Aziz bin Muhammad Faishal, hal.9
[5] Ibid, hal.10-19
[6] Ibid, hal.26
[7] Ibid, hal.23-25

No comments:

Post a Comment