A. Kerukunan Intern Umat Beragama
Salah satu dari arti Islam adalah kesejahteraan
dan
keselamatan, oleh karena itu
konsep dasar Islam dalam mengatur hubungan dengan siapapun adalah kerukunan dan atau perdamaian, dan sedapat mungkin menghindarkan
diri dari permusuhan
dan perselisihan. Dalam mengatur
hubungan sesama muslim terdapat
konsep
ukhuwah Islamiyah, yaitu hubungan
atau persaudaraan yang tumbuh dan berkembang karena persamaan keimanan/keagamaan, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Konsep ukhuwah Islamiyah ini, antara lain didasarkan pada surat Al Hujarat ayat 10-13. Dalam ayat-ayat ini antara lain dijelaskan bahwa antara sesama muslim harus :
a. Terjalin
hubungan saudara atau persaudaraan antara
sesama muslim, Nabi saw.
bersabda :ﻳ
Artinya : “Orang muslim menajadi saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh
menganiaya sesamanya, membiarkannya, berdusta, dan tidak boleh
menghinakannya”. HR. Muslim
b. Mendasarkan semua prilakunya akan ketaqwaan kepada Allah swt.
c. Saling hormat menghormati dan tidak boleh saling meremehkan. Perhatikan
hadits Nabi saw. berikut :
Artinya : “Setiap muslim terhadap
muslim lainnya
diharamkan mengganggu
kehormatannya, harta dan darah (jiwa) nya”. HR. Tirmidzi
d. Tidak boleh curiga mencurigai, harus selalu
ditumbuh
kembangkan
sikap
husnuddhan.
e. Selalu
menjaga
nama baik saudaranya,
tidak
boleh
mencari-cari kesalahan
orang lain.
f. Menjadikan perbedaan warna kulit dan keturunan serta ras dan bangsa untuk
saling ta’aruf, mengadakan hubungan timbal balik secara baik.
g. Gotong royong atau tolong menolong dalam masalah kebaikan dan banyak lagi yang lainnya.
Semua sifat dan sikap serta usaha untuk menciptakan kerukunan
dan
perdamaian telah dicontohkan
oleh Nabi saw. selama masa hidup beliau yang pada saat ini sudah
terkonsep dalam “Akhlaqul
Karimh”,dan
yang harus
dijauhi oleh
setiap
muslim dalam setiap pergaulannya
terkumpul dalam konsep “Akhlaqul
Madzmumah”.
B. Kerukunan antar Umat Beragama
Telah diuraikan bahwa konsep dasar Islam adalah kerukunan atau perdamaian
dengan siapapun dan terhadap siapapun. Konsep ini telah diterapkan sendiri oleh Nabi saw. ketika membentuk pemerintahan di Madinah, dimana penduduknya
terdiri dari tiga golongan yaitu : Islam, Yahudi dam
Nasrani. Beliau menyatukan unsur-unsur yang berbeda
itu
dengan dasar persamaan hak dan kebebasan
beragama serta kemerdekaan menjalankan agamanya masing-masing.
Isi perjanjian antara Nabi saw. dan kelompok non Islam itu adalah:
a. Seluruh
penduduk Madinah
adalah
merupakan satu
kesatuan warga yang
bebas berfikir
dan melakukan agamanya masing-masing, serta tidak boleh
saling mengganggu.
b. Apabila Madinah diserang musuh, mereka hsrus mempertahankannya bersama-
sama.
c. Apabila
salah
satu golongan
diserang musuh,
golongan
yang
lain harus membantunya.
d. Jika timbul perselisihan, penyelesaiannya di bawah keadilan yang dipimpin oleh
Rasulullah saw..
Empat poin isi perjanjian di atas sama sekali tidak menyangkut dan mencampuri urusan agama masing-masing golongan. Sebetulnya ketika
Nabi saw. masih
berada di Makkah, beliau pernah mendapat
tawaran dari pembesar kafir Quraisy untuk saling kompromi, mereka akan menyembah Tuhan yang disembah Nabi
saw., pada waktu yang lain Nabi saw. supaya menyembah Tuhan yang mereka
sembah, begitu juga dalam masalah yang lain, saling bergantian. Ajakan yang nampaknya baik dari tokoh Quraisy
ini, ditolak oleh Nabi saw., apalagi dalam Surat
Al Kafirun ayat 1 - 6.
jelas ditegaskan bahwa tidak
ada
kompromi dalam hal
pelaksanaan agama atau kepercayaan. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.
Untuk lebih kongkritnya perhatikan firman Allah swt. berikut :
Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena Agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-
orang yang berlaku adil”. QS. Al Mumtahanah : 8
Kata-kata berbuat baik di situ memiliki arti yang sangat luas, meliputi semua nilai-
nilai kebaikan dan pergaulan secara luas, dan Allah swt. hanya melarang terhadap mereka yang nyata-nyata mengikrarkan memusuhi dan mngusir kaum muslim.
Dalam pengeterapan selanjutnya, ulama mengatur masalah ini dalam satu konsep hubungan yang disebut : Ukhuwah Wathaniyah,
yaitu ukhuwah atau hubungan
dan kerukunan yang
tumbuh
dan berkembang atas
dasar
kenasionalan
atau
berdasar konsep-konsep falsafah negara.
Seperti terjadi di Indonesia, Pancasila yang merupakan dasar dan falsafah bangsa,
di
dalamnya (sila-silanya) tidak satupun yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
dasar Islam, pengamalan dan penghayatannya
harus didukung sepenuhnya oleh umat Islam di Indonesia.
Adapun ukhuwah yang lebih luas jangkauannya, adalah ukhuwah basyariyah, yaitu kerukunan dan persaudaraan yang tumbuh dan
berkembang atas
dasar kemanusiaan.
C. Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah
Telah dijelaskan
pada Bab terdahulu bahwa negara Republik Indonesia, menurut pandangan Islam
adalah negara yang sah, dan Presiden RI adalah penuasa yang
sah.
Presiden memiliki wewenang
sebagai waliyul amri, seperti pengangkatan Wali hakim dan sebagainya.
Kemudian sebagai konsekwensi hukumnya setiap muslim
di Indonesia memiliki
kewajiban
untuk taat terhadap semua aturan pemerintah
sepanjang
aturan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Pemerintah dalam
istilah agama disebut dengan Ulil Amri, sebagian ahli mengatakan bahwa ulil amri adalah penguasa negara dan alim ulama. Apabila ulil
amri atau pemerintah telah memutuskan sesuatu, apalagi
keputusan
yang disepakati dan diputuskan
bersama
dengan Ulama, maka bagi umat Islam wajib
hukumnya untuk mentaatinya.
Di Indonesia,
antara Umara’ dan Ulama’ sudah terjalin hubungan
yang
sangat baik dan akrab, saling isi mengisi, dan saling membutuhkan. Umat Islam dan juga
pemeluk agama selain Islam, mutlak butuh pemerintah dalam menjalankan syariat agamanya masing- masing, sebab di dalam menjalankan ajaran agama sangat memerlukan keamanan
dan
pengamanan, sedangkan keamanan
dan
pengamanan
ini tidak akan terwujud tanpa adanya pemerintah yang berkuasa
dan
berdaulat. Demikian pula, pemerintah mutlak membutuhkan
ulama/ tokoh agama, sebab
dengan bahsa ulama/tokoh agama itulah program pemerintah
akan semakin lancar dan didukung oleh umat Islam/pemeluk agama.
Adapun dasar-dasar kewajiban taat terhadap Pemerintah, di dalam Al Qur’an dan hadits, antara lain disebutkan :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul(Nya), dan
ulil amri di antara kamu...” QS. An Nisa’ : 59
Artinya : “Wajib atas orang muslim patuh dan setia kepada pemerintah, baik hal
yang
disukai atau dibencinya, kecuali apabila diperintahkan
dengan suatu kemaksiatan.
Jika ia diperintah dengan suatu maksiat, maka tidak boleh patuh dan setia”. HR. Muslim)
No comments:
Post a Comment