Tuesday, December 1, 2015

MENGENAL OBYEKTIVITAS DALAM SOSIOLOGI



Pada umumnya para ahli sosiologi menerima obyektivitas ilmiah sebagai suatu yang ideal, tetapi hal ini disadari oleh berbagai kesulitan untuk mencapai obyektifitas yang seperti itu dalam disiplin ilmu sosial. Bagaimanapun, mereka sepertinya tidak merasakan penyimpangan penelitian seperti itu untuk mencegah sosiologi dari suatu ilmu pengetahuan. Menurut Faris (1964: 5) the fact that all men have values does not mean that prejudice bears on every possible issue, and it does not have to render impossible a value-free science. Kebanyakan sarjana sosiologi adalah lebih banyak yang optimis tentang suatu disiplin ilmu sosiologi yang bebas nilai” dibanding Faris, tetapi banyak yang menyadari para sarjana sosiologi harus diakui bahwa hal itu  sering terjadi penyimpangan dan mereka mencoba untuk memperkecil efeknya atas riset mereka. Seperti yang Fichter tulis:

The socilogist, as scientist, tries sincerely to avoid moral judments about the cultures and societies that the studies…. Probably no sociologist can entirely purify his lectures and writings from the values that he personally holdseven the secular scientist, which every sociologist must be, cannot divorce himself completely from the culture in which he is himself involved. His own personal values in some way reflect the social values of the culture in which he has been socialized (Fichter, 1957: 8).

Hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dipahami para siswa bahkan masiswa tingkat pemula. Namun demikian, para ahli sosiologi dengan sangat menyadari penuh optimis tentang bagaimana norma-norma dan  nilai-nilai  masyarakat membentuk pandangan dunia perorangan itu akhirnya dapat dipahami oleh pembelajar. Bagaimanapun, penerimaan terhadap fakta ini tidak mencegah mereka dari bekerja keras untuk membuat sosiologi sebagai sesuatu disiplin ilmu yang seobyektif mungkin (Banks, 1977: 241).

Tepat kiranya apa yang dikatakan Horton dan Hunt (1991: 6) bahwa dengna kata lain obyektivitas berarti kesanggupan melihat dan  menerima fakta  sebagaimana adanya, bukan sebagaimana diharapkan terjadi. Sebetulnya dapat dikatakan mudah pula untuk bersikap obyektif dalam melakukan penelitian yang obyektif bila kita memiliki preferensi ataupun  nilai-nilai  yang  kokoh  melekat.  Dengan  kata  lain  pula  cukup  mudah  untuk bersikapo obyektif waktu mengamati sepasang ulat yang melakukan reproduksi, tetapi tidak begitu mudah melihat “adegan panas” dalam film di layar lebar tanpa terpengaruh. Atas segala hal di mana kita terlibat emosi, kepercayaan, keinginan, kebisaaan, nilai-nilai, kita cenderung hanya melihat hal-hal yang bersesuaian dengan kebutuhan emosional dan nilai-nilai yang melekat pada kita (Horton dan Hunt, 1991: 6).

Bersikap obyektif merupakan hal yang utama kalau bukan pertama dalam keharusan ilmiah.  Tidaklah  cukup  dengan  bersedia  mengetahui sesuatu  sebagaimana adanya.  Kita harus mengetahui dan waspada terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mungkin kita lakukan.  Secara  sederhana  penyimpangan adalah  suatu  kecenderungan, bisaanya secara tidak sadar, melihat fakta dalam suatu arah tertentu karena pengaruh kebisaaan, harapan, kepentingan, dan nilai-nilai seseorang. Ambilah sebuah contoh tentang unjuk rasa tentang perdamaian”. Jika  dilihat oleh suatu kelompok tertentu, maka akan  mungkin dinilainya sebagai sikap dan tindakan berani untuk menyelamatkan dunia dari pertikaian maupun perang.  Namun  jika  dilihat  oleh  kelompok  lain  bisa  berbeda  penafsirannya.  Mereka dianggapnya sebagai tindakan  yang  tidak  terkendali  dan  bersifat retoris  dengan omong kosong yang utopis. Banyak hasil-hasil eksperimen menunjukkan bahwa kebanyakan orang dalam suatu situasi sosial hanya mau melihat dan mendengar apa yang mereka harapkan.

Bila yang kita inginkan tidak tercapai, maka kita akan ngotot dan mencoba melihatnya dengan cara lain. Secara dramatis hal ini telah ditunjukkan dalam suatu eksperimen Alport dan Postman (1947) sebbagai berikut:

yang memperlihatkan kepada para pengamat suatu gambar seorang kulit putih yang berpakaian buruk yang sedang memegang pisau cukur terbuka sedang bertengkar sengit dengan seorang kulit hitam yang berpakaian rapih dengan sikap meminta maaf dan bersahabat; kemudian para pengamat diminta  untuk  menggambarkan  adegan  tersebut.  Beberapa  di   antara mereka melihat” pisau cukur berada di tangan orang kulit hitam, karena menurut mereka seharusnyalah demikian. Pengamat lainnya memandang adegan tersebut dengan benar, tetapi dalam meneruskan gambaran tentang adegan tersebut (A menggambarkan kepada B, B kepada C dan seterusnya), pisau  cukur  tersebut akhirnya  menjadi  berada  di  tangan  orang  berkulit hitam, karena sesuai dengan keinginan mereka, itulah yang “pantas. Sekalipun secara emosional mereka tidak terlibat dalam situasi tersebut, mempunyai waktu yang cukup untuk mempelajarinya, dan dengan sadar berusaha untuk melihat dan mendengar dengan cermat, namun penyimpangan secara tak sadar dari para pengamat masih mengendalikan kebanyakan dari mereka untuk melihat” atau mendengar” fakta yang sebenarnya tidak ada ataupun tidak terjadi demikian (Horton dan Hunt,1991: 7).

Dengan demikian beberapa bahaya umum terhadap obyektivitas adalah; kepentingan pribadi, kebisaan, dan penyimpangan. Sebab bagi seorang pengamat obyektivitas tidaklah datang sedemikian mudah, namun hal tersebut dapat dipelajari. Kita akan dapat lebih obyektif apa bila kita semakin waspada terhadap preferensi-preferensi pribadi kita untuk kemudian menyingkirkannya. Melalui latihan yang tepat dalam metodologi serta studi ilmiah di atas kebanyakan eksperimen serta mencatat contoh-contoh penggunaan data, baik secara obyektif maupun subyektif, seseorang pengamat pada akhirnya mungkin dapat mengembangkan kemampuannya untuk menembus berbagai lapisan penipuan-diri dan memandang fakta dengan obyektivitas ilmiah pada tingkat yang lebih tinggi. Para ilmuwan memiliki juga sekutu yang kuat, yaitu kritik dari rekan sejawat. Ilmuwan menerbitkan hasil penelitiannya sehingga dengan demikian karya mereka dapat diperiksa oleh para sejawat ilmuwan lainnya. Berkat proses penerbitan dan kritik tersebut karya yang bermutu rendah akan segera terlihat, dan para ilmuwan yang membiarkan preferensinya mengatur penggunaan data akan mendapat kritik tajam.


No comments:

Post a Comment