A.
Latar Belakang Masalah
Bahasa
merupakan salah satu cara berkomunikasi yang hanya bisa dilakukan oleh manusia.
Menurut Ferdinand De Saussure, Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol
karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan
yang berbeda dari kelompok yang lain. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran
yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya.Bahasa yang baik
berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi
oleh pemakainya.Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta
sebagai sarana integrasi dan adaptasi.Ilmu yang mempelajari bahasa disebut
linguistik.
Salah satu cabang ilmu dari linguistik adalah pragmatik. Pragmatik adalah fungsi bahasa yang mengandung aspek-aspek sosial yang menekankan bagaimana menyampaikan maksud dengan cara yang sesuai dalam konteks yang tersedia. Pragmatik menentukan bagaimana memilih gabungan kata yang tepat untuk situasi saat itu.menurut Leech (1983) pragmatic is studies meaning in relation to speech situation. Sedangkan menurut Wijana (1996: 2) pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi.
Pemakaian istilah pragmatik (pragmatics) dipopulerkan oleh seorang filosof bernama Charles Morris (1938), yang mempunyai perhatian besar pada ilmu pengetahuan tentang tanda-tanda, atau semiotik (semiotics). Dalam semiotik, Morris membedakan tiga cabang yang berbeda dalam penyelidikan, yaitu: sintaktik (syntactics) atau sintaksis (syntax) yaitu telaah tentang relasi formal dari tanda yang satu dengan tanda yang lain (mempelajari hubungan satuan lingual dengan satuan lingual lain: tanda dengan tanda); semantik (semantics) yaitu telaah tentang hubungan tanda-tanda dengan objek di mana tanda-tanda itu diterapkan (ditandainya) (atau hubungan antara penanda dan petanda (signifiant dan signifie/yang ditandai)); dan pragmatik yaitu telaah tentang hubungan tanda-tanda dengan penafsir (interpreters). Ketiga cabang tersebut kemudian lebih dikenal dengan teori trikotomi.
Salah satu cabang ilmu dari linguistik adalah pragmatik. Pragmatik adalah fungsi bahasa yang mengandung aspek-aspek sosial yang menekankan bagaimana menyampaikan maksud dengan cara yang sesuai dalam konteks yang tersedia. Pragmatik menentukan bagaimana memilih gabungan kata yang tepat untuk situasi saat itu.menurut Leech (1983) pragmatic is studies meaning in relation to speech situation. Sedangkan menurut Wijana (1996: 2) pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi.
Pemakaian istilah pragmatik (pragmatics) dipopulerkan oleh seorang filosof bernama Charles Morris (1938), yang mempunyai perhatian besar pada ilmu pengetahuan tentang tanda-tanda, atau semiotik (semiotics). Dalam semiotik, Morris membedakan tiga cabang yang berbeda dalam penyelidikan, yaitu: sintaktik (syntactics) atau sintaksis (syntax) yaitu telaah tentang relasi formal dari tanda yang satu dengan tanda yang lain (mempelajari hubungan satuan lingual dengan satuan lingual lain: tanda dengan tanda); semantik (semantics) yaitu telaah tentang hubungan tanda-tanda dengan objek di mana tanda-tanda itu diterapkan (ditandainya) (atau hubungan antara penanda dan petanda (signifiant dan signifie/yang ditandai)); dan pragmatik yaitu telaah tentang hubungan tanda-tanda dengan penafsir (interpreters). Ketiga cabang tersebut kemudian lebih dikenal dengan teori trikotomi.
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita banyak menemui contoh-contoh pragmatik.Salah
satunya adalah tulisan yang ada dalam stiker motor.Apa yang tertulis dalam
stiker tersebut merupakan ungkapan hati dari si pengendara. Jadi tulisan dalam
stiker tersebut dapat dikatakan sebagai tuturan, dan si pengendara adalah
penuturnya. Hal ini sangat menarik karena belum pernah ada yang mengkaji
tuturan dalam stiker motor melalui pendekatan pragmatik. Maka dari itu,
kelompok kami tertarik untuk menganalisis hal tersebut.
B. Identifikasi Masalah
Dalam
hal ini penulis mengidentifikasi masalah dalam sebuah kalimat yang terdapat
pada stiker-stiker motor yang digunakan oleh sebagian masyarakat.Hal ini
bertujuan untuk menyampaikan sebuah pesan kepada pengguna kendaraan yang lainnya
(lawan tutur).
C. Rumusan Masalah
1.
Alasan apa yang mendasari seseorang memilih
kata tertentu dalam stiker motor untuk digunakan?
2. Efek sosial apa yang ditimbulkan dari kata yang digunakan pada stiker motor?
3. Bagaimana dampak psikologis pengendara lain ketika membaca tulisan yang terdapat pada stiker motor?
2. Efek sosial apa yang ditimbulkan dari kata yang digunakan pada stiker motor?
3. Bagaimana dampak psikologis pengendara lain ketika membaca tulisan yang terdapat pada stiker motor?
D. Tujuan
1.
Untuk mengetahui alasan yang mendasari
seseorang memilih kata tertentu dalam stiker motor yang ia gunakan.
2.
Untuk mengetahui efek sosial yang ditimbulkan
dari kata yang digunakan pada stiker motor.
3.
Untuk mengetahui dampak psikologis pengendara
lain ketika membaca tulisan yang terdapat pada stiker motor.
E. Theoritical Frame Work
Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin
dikenal pada masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang
silam, ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal
ini dilandasi oleh semakin sadar nya para linguis, bahwa upaya untuk menguak
hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari
pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam
komunikasi (Leech, 1993: 1). Leech (1993: 8) juga mengartikan pragmatik sebagai
studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech
situasions).
Menurut Levinson (1983: 9) , ilmu pragmatik didefinisikan sebagai berikut. Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa´.Di sini, pengertian/pemahaman bahasa´ merujuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya.
Dalam analisis ini makalah ini, penulis menggunakan beberapa aspek pragmatik seperti di bawah ini:
•
Penutur dan lawan tutur
Konsep
penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan yang
bersangkutan dikomunikasikan dalam bentuk tulisan. Aspek-aspek tersebut adalah
usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan
sebagainya.
• Konteks tuturan
• Konteks tuturan
Konteks
di sini meliputi semua latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki
dan disetujui bersama oleh penutur dan lawan tutur, serta yang menunjang
interpretasi lawan tutur terhadap apa yang dimaksud penutur dengan suatu ucapan
tertentu.
• Tujuan tuturan
• Tujuan tuturan
Setiap
situasi tuturan atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu
pula.Kedua belah pihak yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu
kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.
•
Tuturan sebagai bentuk tindakan dan kegiatan tindak tutur
Dalam
pragmatik ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan yaitu kegiatan tindak
ujar.Pragmatik menggarap tindak-tindak verbal atau performansi-performansi yang
berlangsung di dalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu.
• Tuturan sebagai produk tindak verbal
• Tuturan sebagai produk tindak verbal
Dalam
pragmatik tuturan mengacu kepada produk suatu tindak verbal, dan bukan hanya
pada tindak verbalnya itu sendiri.Jadi yang dikaji oleh pragmatik bukan hanya
tindak ilokusi, tetapi juga makna atau kekuatan ilokusinya. (Leech, 1993:19)
Pertimbangan aspek-aspek situasi tutur seperti di atas dapat menjelaskan keberkaitan antara konteks tuturan dengan maksud yang ingin dikomunikasikan.
Kegunaan pragmatik, yang tidak terdapat dalam sintaksis dan semantik, dalam hal ini dapat ditunjukkan dengan, misalnya, bagaimana strategi kesantunan mempengaruhi penggunaan bahasa, bagaimana memahami implikatur percakapan, dan bagaimana kondisi felisitas yang memungkinkan bagi sebuah tindak-tutur.
Tuturan adalah tindakan.Setiap tuturan memiliki tujuan. Menurut Austin (1967) ada beberapa jennies tuturan, diantaranya:
Pertimbangan aspek-aspek situasi tutur seperti di atas dapat menjelaskan keberkaitan antara konteks tuturan dengan maksud yang ingin dikomunikasikan.
Kegunaan pragmatik, yang tidak terdapat dalam sintaksis dan semantik, dalam hal ini dapat ditunjukkan dengan, misalnya, bagaimana strategi kesantunan mempengaruhi penggunaan bahasa, bagaimana memahami implikatur percakapan, dan bagaimana kondisi felisitas yang memungkinkan bagi sebuah tindak-tutur.
Tuturan adalah tindakan.Setiap tuturan memiliki tujuan. Menurut Austin (1967) ada beberapa jennies tuturan, diantaranya:
1.
Tuturan asertif, yaitu tuturan yang mengikat
penutur terhadap is tuturan. Penutur bertanggung jawab terhadap apa yang
dituturkan.
2.
Tuturan ekspresif, yaitu tuturan yang
berkaitan dengan ekspresi atau emotif (perasaan).
3.
Tuturan evaluative, yaitu tuturan yang
mengategorikan atau menilai objek yang dituturkan.
4.
Tuturan deklaratif, yaitu tuturan yang isinya
menginformasikan suatu berita.
5.
Tuturan direktif, yaitu tuturan yang
penuturnya menuturkan sesuatu yang bersifat petunjuk.
Menurut teori tindak tutur, komunikasi bukanlah suatu hal
dimana maksud seseorang dapat dimengerti, melainkan hal di mana maksud
seseorang digunakan untuk melakukan jenis tindak tutur yang telah dikenal
(Blakemore, 1992).
Searle (1975) menyatakan bahwa pada hakekatnya semua tuturan mengandung arti tindakan, bukan hanya tuturan yang mengandung kata kerja performatif. Searle (1975) berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam komunikasi adalah tindak tutur seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah, menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat,dll. Tindak tutur tidak langsung ini mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kajian tindak tutur, karena sebagian besar tuturan memang disampaikan secara tidak langsung (Searly, 1975:59)
Searle (1975) menyatakan bahwa pada hakekatnya semua tuturan mengandung arti tindakan, bukan hanya tuturan yang mengandung kata kerja performatif. Searle (1975) berpendapat bahwa unsur yang paling kecil dalam komunikasi adalah tindak tutur seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah, menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat,dll. Tindak tutur tidak langsung ini mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kajian tindak tutur, karena sebagian besar tuturan memang disampaikan secara tidak langsung (Searly, 1975:59)
Selanjutnya,
untuk melihat pentingnya pragmatik dalam linguistik, penulis akan mengemukakan
pendapat Leech (1980). Menurut Leech (dalam Eelen 2001: 6) perbedaan antara
semantik dan pragmatik pada, pertama, semantik mengkaji makna (sense) kalimat
yang bersifat abstrak dan logis, sedangkan pragmatik mengkaji hubungan antara makna
ujaran dan daya (force) pragmatiknya; dan kedua, semantik terikat pada kaidah
(rule-governed), sedangkan pragmatik terikat pada prinsip (principle-governed).
Tentang perbedaan yang pertama, meskipun makna dan daya adalah dua hal yang
berbeda, keduanya tidak dapat benar-benar dipisahkan, sebab daya mencakup juga
makna. Dengan kata lain, semantik mengkaji makna ujaran yang dituturkan,
sedangkan pragmatik mengkaji makna ujaran yang terkomunikasikan atau
dikomunikasikan. Selanjutnya, kaidah berbeda dengan prinsip berdasarkan
sifatnya. Kaidah bersifat deskriptif, absolut atau bersifat mutlak, dan
memiliki batasan yang jelas dengan kaidah lainnya, sedangkan prinsip bersifat
normatif atau dapat diaplikasikan secara relatif, dapat bertentangan dengan
prinsip lain, dan memiliki batasan yang bersinggungan dengan prinsip lain.
Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “menunjukkan atau menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat di pahami dengan tegas.Tenses atau kala juga merupakan jenis deiksis.Misalnya then hanya dapat di rujuk dari situasinya. Deiksis didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya
Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “menunjukkan atau menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat di pahami dengan tegas.Tenses atau kala juga merupakan jenis deiksis.Misalnya then hanya dapat di rujuk dari situasinya. Deiksis didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya
.
F. Analisis
F. Analisis
Sesuai dengan definisinya dalam KBBI bahwa percakapan
adalah satuan interaksi bahasa antar dua pembicara atau lebih, maka pengkajian
pragmatik mengenai percakapan pun tidak hanya berorientasi pada satu pelaku
percakapan saja, tetapi semua pelaku percakapan. Selain tu, kajian pragmatik
pun akan turut melibatkan segala sesuatu yang ada kaitannya dalam percakapan,
salah satunya seperti konteks pembicaraan dan prinsip kerja sama antar pelaku
percakapan.
Namun, seperti yang diketahui, percakapan kekinian tidak
hanya dapat dilakukan dengan pertemuan langsung tatap muka, karena percakapan
dapat dilakukan pun dapat dilakukan melalui tulisan, seperti pada pesan singkat
telepon seluler ataupun pada stiker yang biasa ditempel di berbagi kendaraan. Maka
tulisan pun tetap dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk percakapan yang sah
jika jelas penutur dan mitra tuturnya.Selain itu, setiap tuturan pasti
mengandung sebuah tindakan dan tindakan tersebut pun bergantung dengan
keterpahaman mitra tutur dalam menerimanya.
Dalam kasus stiker, seperti stiker pada motor, meski pengguna motor bukanlah penulis sesungguhnya, tetapi dapat dikatakan bahwa pengguna motorlah yang menjadi penutur tulisan dalam stiker tersebut, karena secara tidak langsung tulisan dalam stiker yang tersebut sedang mewakilkan penggunanya dalam bertutur dengan mitra tutur yang adalah pembacanya. Dengan demikian, dalam kasus ini pun turut memerhatikan sejauh mana pembaca dapat memahami tuturan yang sedang dituliskan dalam stiker motor tersebut. Untuk memperjelasnya, maka dapat diperhatikan dari beberapa contoh stiker motor di bawah ini:
Dalam kasus stiker, seperti stiker pada motor, meski pengguna motor bukanlah penulis sesungguhnya, tetapi dapat dikatakan bahwa pengguna motorlah yang menjadi penutur tulisan dalam stiker tersebut, karena secara tidak langsung tulisan dalam stiker yang tersebut sedang mewakilkan penggunanya dalam bertutur dengan mitra tutur yang adalah pembacanya. Dengan demikian, dalam kasus ini pun turut memerhatikan sejauh mana pembaca dapat memahami tuturan yang sedang dituliskan dalam stiker motor tersebut. Untuk memperjelasnya, maka dapat diperhatikan dari beberapa contoh stiker motor di bawah ini:
1. WARNING! Ngebut pangkal mampus
Tuturan yang tertera dalam stiker di atas termaksud dalam
jenis tuturan deklaratif, karena di dalamnya penutur sedang berusahan
menginformasikan kepada pembaca selaku mitra tutur bahwa akan ada akibat jika
perilaku “ngebut” dilakukan saat berkendara. Tuturan ini diutarakan melalui
stiker oleh penggunanya karena banyaknya pengendara motor yang sering kali
mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Tuturan
dalam stiker di atas sedang memberitahu hal yang akan terjadi, yaitu kematian
jika tetap ngebut dalam berkendara. Hal ini dapat dibuktikan kebenarannya dari
data kecelakaan pengendara bermotor, faktor mengebut adalah salah satu penyebab
utamanya. Tuturan di atas pun termasuk dalam tindak ilokusi, karena tutran
tersebut jika terus diutarakan atau bahkan hanya sering dibaca pun akan dapat
memberi pengaruh kepada pembaca selaku mitra tutur untuk dapat melakukan apa
yang telah dituturkan melalui tulisan dalam stiker tersebut. Bisa dikatakan
secara tidak langsung bahwa tuturan dalam stiker tersebut memberi perintah
secara tersirat kepada pembaca selaku mitra tutur untuk melakukannya.
2.
WARNING! Hari gini gak ada gigi, udah kaya
engkong gue
Tuturan pada stiker yang satu ini termasuk
dalam jenis tuturan evaluative. Karena makna di dalamnya mengandung penilaian
atau labelisasi terhadap suatu objek.. Penutur yang sebenarnya ingin mengajak
pembaca yang sebagai mitra tutur untuk menggunakan kendaraan bermotor yang
“bergigi” dalam arti mesin justru membandingkannya dengan seseorang yang sudah
tua dan bernotabene tidak memiliki gigi dalam arti yang sebenarnya.
Tindak
tutur ini juga termasuk dalam tindak tutur ilokusi, karena sama halnya dengan
tuturan sebelumnya, jika mitra tutur membaca tulisan ini secara berulang kali,
maka akan mendoktrin mereka unutk tidak memakai motor matic dengan alasan tidak
ingin disamakan dengan seorang tua atau dengan sebutan “engkong”.
3.
WARNING! Nyalip gue, copot gigi lu !!
Tuturan
dalam stiker yang satu ini termasuk dalam tindak tutur perlokusi, karena makna
yang dimaksud oleh si penutur diharapkan dapat langsung diterima dan dilakukan
oleh pembaca yang berlaku sebagai mitra tutur. Sebuah percakapan yang
berorientasi pada keuntungan mitra tutur tidak tampak pada tuturan tersebut,
malah tuturan yang tertera dalam stiker di atas justru memperlihatkan suatu
sikap mengancam pembacanya, yang berarti sebuah kerugian bagi pembaca.Hal ini
termasuk dalam jenis tuturan komisif, karena tuturan tersebut menyatakan bahwa
ada hal yang mengikat antara penutur dan mitra tutur, seperti sebuah janji atau
sebuah ancaman.
Mengingat bahwa bahasa adalah sebuah refleksi dari kehidupan sekitar atau refleksi dari kehidupan yang sedang berlangsung, maka tuturan dalam stiker inipun menandakan adanya ketidakharmonisan antara individu yang satu dan individu yang lainya. Makna ketidakharmonisan antarindividu itu tampak sekali pada kata “nyalip gue, copot gigi lu!!”, itu berarti sikap egois dan kekerasan masih sangat melekat pada masyarakat sekitar.
Mengingat bahwa bahasa adalah sebuah refleksi dari kehidupan sekitar atau refleksi dari kehidupan yang sedang berlangsung, maka tuturan dalam stiker inipun menandakan adanya ketidakharmonisan antara individu yang satu dan individu yang lainya. Makna ketidakharmonisan antarindividu itu tampak sekali pada kata “nyalip gue, copot gigi lu!!”, itu berarti sikap egois dan kekerasan masih sangat melekat pada masyarakat sekitar.
4.
CAUTION! Oper gak ngoper, yang penting pake
HELM sob! (pengguna matic)
Tuturan
pada stiker yang satu ini termasuk dalam jenis tuturan deklaratif, karena di
dalamnya pengguna stiker yang berlaku sebagi penutur sedang menginformasikan
sebuah berita kepada pembaca selaku mitra tutur untuk tidak mempermasalahkan
masalah jenis kendaraan bermotor yang sedang digunakan, karena yang lebih
penting adalah penggunaan helm saat berkendara.
Tuturan
dalam stiker ini termasuk dalam tindak tutur ilokusi, karena di dalamnya
penutur mencoba untuk memberi informasi bagi pembaca yang menjadi mitra tutur
dengan harapan dapat dilakukan oleh mitra tutur, sebab tuturan dalam stiker
tersebut jika dibaca berulang kali dapat memengaruhi pikiran pembacanya. Pembaca
akan mulai menyadari bahwa bukan kendaraan yang menjadi topik utamanya,
melainkan keselamatan saat berkendaralah yang menjadi sangat penting.
5.
Gue mau kerja, bukan mau balap! Monyong..!!!
Tuturan
dalam striker motor ini termasuk dalam jenis tutur lokusi, karena makna yang
terkandung dalam tuturan yang tertera di stiker itu adalah apa adanya, yaitu
menyatakan kepada pembaca selaku mitra tutur bahwa yang penutur inginkan
bukanlah balapan melainkan kerja. Sifat yang terkandung dalam
tuturan ini termasuk dalam jenis tuturan deklaratif, karena penutur berusaha
memberitahu kepada pembaca selaku mitra tutur bahwa yang dilakukannya saat
berkendara adalah unutk bekerja bukan untuk balapan.Selain itu, tuturan inipun
mengandung jenis tuturan ekspresif, karena dalam tuturannya mengandung sisi
emosional dari si penutur yang dinyatakan dalam kata monyong.
6.
Klo cuma ngegas, nenek gw juga bias
Tuturan ini termasuk ke dalam tuturan
asertif.Karena penutur memercayai bahwa tuturan yang dia tuturkan itu benar.
Penutur percaya bahwa motor yang hanya menggunakan gas, dapat digunakan oleh
semua kalangan, termasuk nenek-nenek.
Dalam hal ini, penutur melakukan tindak ilokusi. Karena tuturan tersebut memiliki maksud tertentu, bahwa motor matic itu hanya digunakan oleh kaum lansia. Secara tidak langsung, penutur berpendapat bahwa anak muda sebaiknya menggunakan motor bergigi.
Dalam hal ini, penutur melakukan tindak ilokusi. Karena tuturan tersebut memiliki maksud tertentu, bahwa motor matic itu hanya digunakan oleh kaum lansia. Secara tidak langsung, penutur berpendapat bahwa anak muda sebaiknya menggunakan motor bergigi.
7.
CAUTION : NGEBUT. . .!!! LOE MATI, BINI LOE
KAWIN LAGI !!”
Merupakan sebuah tindak tutur direktif.Tindak
tutur direktif merupakan tindak-tutur yang menghendaki lawan tuturnya melakukan
sesuatu. Tuturan tersebut menginginkan pengguna kendaraan motor lain untuk
tidak kebut-kebutan di jalan.
Karena akan mengakibatkan kematian. Uniknya,
himbauan itu disampaikan dengan nada yang mengancam yang lucu, LOE MATI, BINI
LOE KAWIN LAGI.
Penutur (pemilik motor) berusaha untuk melakukan tindak perlokusi.Karena penutur berharap tuturannya tersebut dapat memengaruhi mitra tutur untuk tidak melakukan tindakan ngebut. Tuturan ini akan memberikan efek khawatir kepada mitra tutur atau dalam hal ini pembaca stiker motor.
Penutur (pemilik motor) berusaha untuk melakukan tindak perlokusi.Karena penutur berharap tuturannya tersebut dapat memengaruhi mitra tutur untuk tidak melakukan tindakan ngebut. Tuturan ini akan memberikan efek khawatir kepada mitra tutur atau dalam hal ini pembaca stiker motor.
8.
Ngebut itu ibadah, semakin ngebut semakin
dekat dengan Tuhan.
Tuturan ini bersifat deklaratif.Sebenarnya
penutur bermaksud untuk melarang mitra tuturnya untuk melakukan tindakan
ngebut.Namun tuturan ini disampaikan dengan bahasa konotatif.Makna dari
“semakin dekat dengan Tuhan” disini adalah kematian.Bukan ibadah atau dekat
dengan Tuhan berdasarkan makna yang sebenarnya.Penutur melakukan larangan
dengan bahasa yang halus.Hal ini dilakukan agar mitra tutur atau pembaca tidak
merasa digurui atau dilecehkan.
Tuturan tersebut sangat berkaitan dengan
tindakan ilokusi. Karena penutur bermaksud agar mitra tuturnya mengerti dengan
apa yang ia sampaikan. Kemudian mitra tutur akan melakukan tindak perlokusi
dengan cara tidak melakukan kebut-kebutan di jalan.
9.
Berkeringat demi keluarga
Tuturan tersebut bersifat deklaratif karena
isinya menginformasikan suatu berita.Tuturan tersebut menginformasikan bahwa
penutur (pemiliki motor) menggunakan motornya untuk bekerja demi keluarganya.
Tuturan ini mungkin hanya berupa lokusi saja.
Karena penutur hanya menyampaikan apa yang dia lakukan. Dia tidak memiliki
maksud lain dibalik tuturannya tersebut.
10.
Kalau anda dapat membaca tulisan ini, berarti
jarak anda terlalu dekat
Tuturan tersebut bersifat direktif.Penutur
menginginkan mitra tuturnya untuk melakukan tindakan sesuai dengan tuturan yang
telah dia sampaikan.Penutur berharap agar mitra tuturnya mengerti bahwa dia
harus menjaga jarak kendaraannya.
Sehingga terhindar dari kecelakaan beruntun.Tuturan
tersebut tentu memiliki daya pengaruh yang kuat. Setelah membaca tulisan yang
ada dalam stiker tersebut, mitra tutur (pembaca) tentu akan segera menjaga
jaraknya dengan kendaraan yang ada di depannya.
Dari uraian di atas tampak bahwa tindak tutur (speech act) merupakan fungsi bahasa (language function), yaitu tujuan digunakan bahasa, seperti untuk memuji, mencela, meminta maaf, memberi saran, dan mengundang.Fungsi-fungsi tersebut tidak dapat ditentukan hanya dari bentuk gramatikalnya, tetapi juga dari konteks digunakannya bahasa tersebut.
Dari uraian di atas tampak bahwa tindak tutur (speech act) merupakan fungsi bahasa (language function), yaitu tujuan digunakan bahasa, seperti untuk memuji, mencela, meminta maaf, memberi saran, dan mengundang.Fungsi-fungsi tersebut tidak dapat ditentukan hanya dari bentuk gramatikalnya, tetapi juga dari konteks digunakannya bahasa tersebut.
G. Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dari landasan
teori tindak tutur ini yang dijadikan pisau analisis dalam mengkaji beberapa
contoh kalimat yang terdapat pada stiker ini, maka dapat ditentukan bahwa
kalimat- kalimat yang terdapat dalam stiker itu sangatlah berperan penting. Hal
ini dikarenakan secara tidak langsung pembaca (mitra tutur) ini melakukan apa
pesan yang disampaikan melalui stiker tersebut. Seperti yang terdapat pada
contoh berikut ini CAUTION : NGEBUT. . .!!! LOE MATI, BINI LOE KAWIN LAGI !!.
Berdasarkan contoh secara tidak langsung, pembaca tidak akan mengebut karena
ada beberapa resiko yang tidak diinginkannya.
Penggunaan diksi yang terdapat pada stiker-stiker tersebut sangatlah bervariasi.Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian yang membacanya, selain itu juga untuk menyadarkan para pembacanya agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.Berdasarkan contoh stiker yang penulis kaji, kalimat-kalimat yang terdapat pada stiker tersebut merupakan pesan yang mewakili dari para pengguna stiker tersebut.
Penggunaan diksi yang terdapat pada stiker-stiker tersebut sangatlah bervariasi.Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian yang membacanya, selain itu juga untuk menyadarkan para pembacanya agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.Berdasarkan contoh stiker yang penulis kaji, kalimat-kalimat yang terdapat pada stiker tersebut merupakan pesan yang mewakili dari para pengguna stiker tersebut.
H. Simpulan
Sebagai
kata akhir dari paparan ini, penulis menyimpulkan bahwa dalam pragmatik umum
senntiasa mengupas hal-hal yang bersifat lokal dan situasional serta dapat
diatur dalam sosiopragmatik (sociopragmatics) dan pragmalinguistik (pragmalinguistics),
karena memang kedua bidang ini merupakan cabang dari pragmatik umum yang
memiliki hubungan yang sinergi. Sosio-pragmatik memiliki
kesamaan dengan istilah ketepatan isi (appropriateness in meaning), yaitu
sejauh mana fungsi komunikasi tertentu, sikap dan gagasan dianggap tepat sesuai
dengan situasi yang berlaku. Pragmatik memiliki lima jenis tuturan, yaitu
asertif, ekspresif, evaluatif, direktif dan deklaratif.
Penelitian ini akan lebih menekankan pada
jenis tuturan yang ke empat dan ke lima yaitu, tuturan yang bersifat direktif
dan deklaratif. Hal ini karena jenis tuturan ini berupa deklaratif, yaitu
tuturan yang isinya menginformasikan suatu berita.Serta tuturan direktif, yaitu
tuturan yang penuturnya menuturkan sesuatu yang bersifat petunjuk.
Ke dua jenis tuturan tersebut sangat
berkaitan dengan tuturan yang dituturkan melalui beberapa kalimat yang terdapat
pada sebuah stiker.Dimana kalimat-kalimat yang terdapat dalam stiker tersebut
merupakan pesan yang mewakili penggunanya (penuturnya).
.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
http://www.indonesia.co.jp/bataone/ruangbahasa18.html
Leech, Geoffrey. 1997. Prinsip-Prinsip Pragmatik. (Terj. Dr. M.D.D. Oka). Jakarta :UI Press.
Levinson, Stephent C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge Univercity Press.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya. Jakarta: Depdikbud.
Rusyana, Y. (1984). Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V. Diponegoro.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Leech, Geoffrey. 1997. Prinsip-Prinsip Pragmatik. (Terj. Dr. M.D.D. Oka). Jakarta :UI Press.
Levinson, Stephent C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge Univercity Press.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya. Jakarta: Depdikbud.
Rusyana, Y. (1984). Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V. Diponegoro.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
No comments:
Post a Comment