Tuesday, December 1, 2015

Fokus Analisis, Klasifikasi Kenyataan Sosial, dan Perspektif Dominan dalam Sosiologi



Untuk  memudahkan pemahaman fokus  kajian  dalam  sosiologi, menurut sosiolog
Popenoe (1983: 8-9), Spencer dan Inkeles (1982: 20), cakupannya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: sosiologi makro, dan sosiologi mikro. Sosiologi makro menurut Popenoe
(1983:9) menuliskannya sebagai the study of the large-scale structures of society and how they relate to one another. Dengan demikian jelas dalam sosiologi makro tersebut berskala
luas struktur kajian masyarakatnya dan mempertanyakan bagaimana mereka berhubungan satu sama lain.
Versi sosiologi makro ini menurut Sanderson, 1995: 3) adalah versi yang sangat riuh
dan sangat banyak menggunakan berbagai konsep, teori dan temuan dari dua ilmu sosial yang berbeda yaitu antropologi dan sejarah. Selanjutnya Sanderson mengemukakan bahwa berkaitan dengan luasnya kajian sosiologi makro, secara ringkas paling tidak terdapat enam strategi teoretis, yakni:
1.    Materialisme;   mengasumsikan   bahwa    kondisi-kondisi   material    dari eksistensi manusia seperti tingkat teknologi, pola kehidupan ekonomi, dan cirri-ciri lingkungan alamiah merupakan penyebab yang menentukan pengorganisasian  masyarakat  manusia  dan  berbagai  perubahan  penting yang terjadi di dalamnya.
2.   Idealisme;  menegaskan  signifikansi  pikiran  manusia  dan  kreasinya  
pemikiran,  gagasan,  kode  simbolik,  bahasa,  dan  seterusnya  dalam menentukan pengorganisasian masyarakat dan perubahan sosial.
3.   Fungsionalisme; berusaha menjelaskan cirri-ciri dasar kehidupan manusia
sebagai respons terhadap kebutuhan dan permintaan masyarakat sebagai sistem sosial yang pernah tetap. Mengasumsikan bahwa trait-trait sosial yang ada memberikan kontribusi yang penting dalam mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan seluruh masyarakat atau subsistem utamanya.
4.   Strategi konflik; memandang masyarakat sebagai arena di mana masing- masing   individu   dan   kelompok  bertarung   untuk   memenuhi  berbagai
kebutuhan dan keinginannya. Konflik dan pertentangan menimbulkan dominasi dan subordinasi, kelompok yang dominan memanfaatkan kekuasaan   mereka   untuk   menentukan   struktur   masyarakat   sehingga
menguntungkan bagi kelompok-kelompok mereka sendiri. Teori konflik Marxian  adalah  teori  konflik  materialis  dan  menekankan  pertentangan kelas, sementara teori konflik Weberian lebih luas sifatnya dan menekankan sifat multidimensional dari konflik dan dominasi.
5. Strategi    evolusioner;    memusatkan    perhatian    kepada    upaya mendeskripsikan dan menjelaskan transformasi sosial jangka panjang, yang diasumsikan   akan   memperlihatkan   arah   transformasi   untuk   seluruh
perubahan dalam masyarakat manusia. Teori-teori fungsionalis evolusioner memusatkan perhatian kepada kompleksitas masyarakat yang selalu berkembang. Teori-teori evolusi materialis menekankan evolusi sosial yang
merespons terhadap kondisi-kondisi material yang berubah, dan bersikap skeptis terhadap penyamaan evolusi dan kemajuan.
6.   Strategi elektisisme; memberikan toleransi kepada semua sudut pandang
yang ada, yang dalam prakteknya berarti menggunakan bagian-bagian dari setiap yang ada untuk menjelaskan banyak keadaan kehidupan sosial. Klaim bahwa kenyataan tertentu harus dijelaskan dengan satu pendekatan, dan kenyataan lainnya dengan pendekatan yang berbeda (Sanderson, 1995: 21-
22).

Sedangkan untuk kajian sosiologi mikro menurut Popenoe (1983:9), the study of the individual as social being”, dalam arti lebih memfokuskan pada kajian individual sebagai mahluk sosial. Sosiologi mikro tersebut menurut Douglas (1980) sering disebut sebagai the sosilogy of everyday life yang bersifat mikro dalam keluarga khususnya. Sebagai contoh




aliran teori ini adalah kelompok teori interaksionisme yang nanti akan diuraikan pada kajian berikutnya.
Walaupun sosiologi makro dan sosiologi mikro boleh jadi dihargai sebagai dua dua sisi mata uang tunggal, sejumlah ciri memisahkannya. Para ahli sosiologi makro melihat atas
unit  masyarakat yang  besar-besar, seperti  organisasi, institusi,  masyarakat,  dan  negara- negara. Mereka juga memperhatikan proses-proses sosial, seperti urbanisasi, dan  sistem kepercayaan, seperti kapitalisme dan sosialisme. Para ahli sosiologi makro memegang dasar-
dasar pendapat tertentu tentang tingkah laku manusia. Mereka memiliki perhatian bahwa kelompok  itu  adalah  "riil  dalam  diri  mereka  sendiri"  dan  tidak  bisa  direduksi  menjadi individu yang tersusun atas mereka.. Mereka cenderung untuk melihat perilaku individu
sebagai  produk  dari  struktur  sosial  dan  memaksa  bahwa  hal  itu  bukanlah  kepunyaan individu yang membuatnya. Pendapat seperti ini memperkecil pendapat berkemauan bebas dan menekankan kuasaan masyarakat di atas pemikiran dan perilaku individu.
Berbeda dengan sosiologi mikro, ia melihat atas interaksi sosial individu dalam kehidupan sehari-hari mereka (karenanya istilah "interaksionisme"). Sebab mereka memandang tingkah laku manusia pada cakupan yang lebih dekat, para ahli sosiologi mikro melihat orang-orang seperti lebih mempunyai kebebasan dalam tindakan lebih bebas dari batasan masyarakat daripada yang dilakukan para ahli sosiologi makro. Dengan kata lain, sosiologi mikro tidak melihat masyarakat sebagai yang mengendalikan kekuatannya. Mereka menekankan bahwa orang-orang itu selalu sedang dalam proses menciptakan dan mengubah dunia sosial mereka. Lebih dari itu, mereka adalah seperti tertarik akan orang-orang yang berpikir  dan  merasakan  seperti  bagaimana mereka  bertindak. Para  ahli  sosiologi  mikro menyelidiki motif-motif, harapan-harapannya, dan tujuan mereka, serta cara mereka menyikapi dan merasakan dunia itu..
Metoda riset sosiologi makro dan sosiologi mikro juga sangat berbeda. Sebab mereka tertarik  akan  pikiran  dan  perasaan  orang-orang,  sosiologi  mikro  sering  menggunakan metode "kualitatif". Metode ini adalah untuk mendisain dan mengamati orang-orang dalam situasi yang naturalistick Sedangkan sosiologi makro menjadi lebih memungkinkan untuk menggunakan metode 'kwantitatif', seperti halnya secara hati-hati dikontrol kajian stastistik
Kita dapat mengilustrasikan fokus sosiologi mikro dengan pergi kembali ke contoh kampus perguruan tinggi kita.. Bukannya memandang kampus itu dalam kaitannya dengan
tindakan kooperasi maupun konflik, para ahli sosiologi mikro akan memusatkan pada pertanyaan-pertanyaan; bagaimana para mahasiswa tingkat pertama merasakan kampus itu ketika mereka pertama tiba, apa yang perguruan tinggi lakukan kepada para mahasiswa, dan
bagaimana interaksi mengembangkan interaksi sosial di asramanya. Hal itu para ahli sosiologi  mikro  tidak  demikian  banyak  terkait  dengan  tindakan  dan  organisasi  kampus seperti halnya dengan bagaimana kampus dipandang oleh para mahasiswanya, staf pengajar
dan para administratifnya. Para ahli sosiologi mikro tidak berasumsi bahwa suatu kampus adalah  sesuatu organisasi tertentu  untuk  para  anggotanya harus  menyesuaikan perilaku mereka sendiri. Melainkan, mereka melihat organisasi kampus itu  sebagai sesuatu yang meningkatkan dan mengubah melalui interaksi peserta.
Walaupun ada perbedaan penting antara sosiologi makro dan mikro, banyak sarjana sosiologi sekarang ini  sedang berusaha untuk kembang;kan suatu ikatan lebih  kokoh di antara mereka (Collins, 1981). Ketika kita katakan, mereka sungguh dua sisi mata uang yang
sama. Organisasi sosial makro mengembangkannya ke luar dari interaksi orang-orang dalam situasi mikro. Tetapi dan hal ini adalah sama-sama benar, tiap-tiap situasi sosial seperti kampus suatu perguruan tinggi adalah siap diorganisir oleh orang-orang yang sudah memiliki hubungan dalam masa lalu. Para mahasiswa yang baru tiba di kampus menemukan suatu struktur keberadaan sosial dalam hal mana mereka harus cocok atau hidup rukun dengan mereka.
Penataan dan konflik antara sosiologi makro dan mikro; hal ini bukan sama sekali satu-satunya divisi dalam pemikiran sosiologi. Tetapi mereka harus menunjukkan bahwa sosiologi bukanlah suatu pengejaran akademis semata-mata yang menutup diri dan sangat terstruktur.  Sosiologi  malahan  sesuatu  hal  penting,  penuh  semangat  dan  amat  berani




berusaha  yang  ada  bahwa  mencoba  untuk  "betul-betul mendalam"  tentang  pengalaman manusia.
Bagaimanapun, hal semacam itu adalah selayaknya bagi mahasiswa untuk bertanya: Apa  sih  yang  merupakan  kegunaan  dari  semua  aktivitas  mental  itu?  Bagaimana  cara
sosiologi menerapkan kehidupan untuk suatu masyarakat dan kehidupan saya sendiri?. Bagaimana saya dapat menggunakan semuanya itu dari informasi dan pengertian tentang kondisi manusia?

No comments:

Post a Comment