Untuk memudahkan pemahaman fokus kajian
dalam
sosiologi, menurut sosiolog
Popenoe (1983: 8-9), Spencer dan Inkeles (1982: 20), cakupannya dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu: sosiologi makro, dan sosiologi mikro. Sosiologi makro menurut Popenoe
(1983:9) menuliskannya sebagai “…the study of the large-scale structures of society and how they relate to one another”. Dengan demikian jelas dalam sosiologi
makro tersebut berskala
luas
struktur kajian masyarakatnya dan mempertanyakan bagaimana mereka berhubungan satu sama lain.
Versi sosiologi makro ini menurut Sanderson,
1995: 3) adalah versi yang sangat riuh
dan sangat banyak menggunakan berbagai konsep, teori dan temuan dari dua ilmu sosial
yang berbeda yaitu antropologi
dan sejarah. Selanjutnya Sanderson mengemukakan bahwa
berkaitan dengan luasnya kajian sosiologi makro, secara ringkas paling tidak terdapat enam strategi teoretis, yakni:
1. Materialisme;
mengasumsikan bahwa
kondisi-kondisi material dari eksistensi manusia ⎯ seperti tingkat teknologi,
pola kehidupan ekonomi, dan cirri-ciri lingkungan alamiah ⎯ merupakan penyebab yang menentukan
pengorganisasian masyarakat manusia
dan
berbagai perubahan penting yang terjadi di dalamnya.
2. Idealisme;
menegaskan signifikansi pikiran manusia dan kreasinya
⎯
pemikiran, gagasan, kode
simbolik,
bahasa,
dan seterusnya ⎯ dalam menentukan pengorganisasian masyarakat
dan perubahan
sosial.
3. Fungsionalisme; berusaha menjelaskan cirri-ciri dasar kehidupan manusia
sebagai respons terhadap kebutuhan dan permintaan masyarakat sebagai sistem sosial yang pernah tetap. Mengasumsikan bahwa trait-trait sosial yang ada memberikan kontribusi yang penting dalam mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan seluruh masyarakat atau subsistem utamanya.
4.
Strategi konflik; memandang masyarakat sebagai arena di mana masing- masing individu dan kelompok
bertarung untuk memenuhi
berbagai
kebutuhan dan keinginannya. Konflik dan pertentangan menimbulkan dominasi dan subordinasi, kelompok
yang
dominan memanfaatkan
kekuasaan mereka untuk
menentukan struktur masyarakat sehingga
menguntungkan bagi kelompok-kelompok
mereka sendiri. Teori konflik Marxian adalah teori konflik materialis dan
menekankan
pertentangan kelas, sementara teori konflik Weberian
lebih luas sifatnya dan menekankan
sifat multidimensional dari konflik
dan dominasi.
5. Strategi evolusioner; memusatkan perhatian kepada
upaya
mendeskripsikan dan menjelaskan transformasi sosial jangka panjang, yang
diasumsikan akan memperlihatkan arah transformasi untuk seluruh
perubahan dalam masyarakat manusia. Teori-teori fungsionalis evolusioner memusatkan perhatian kepada kompleksitas masyarakat yang selalu
berkembang. Teori-teori evolusi materialis
menekankan evolusi sosial yang
merespons terhadap kondisi-kondisi
material yang berubah, dan bersikap skeptis terhadap penyamaan evolusi dan kemajuan.
6.
Strategi elektisisme; memberikan toleransi kepada semua sudut pandang
yang
ada, yang dalam prakteknya berarti menggunakan bagian-bagian dari setiap yang ada untuk menjelaskan banyak keadaan kehidupan sosial.
Klaim bahwa kenyataan tertentu harus dijelaskan dengan satu pendekatan, dan
kenyataan lainnya dengan pendekatan yang berbeda (Sanderson, 1995: 21-
22).
Sedangkan untuk kajian sosiologi mikro menurut Popenoe (1983:9),
“… the study of the individual as social being”, dalam arti lebih memfokuskan pada kajian individual
sebagai mahluk sosial. Sosiologi mikro tersebut menurut Douglas (1980) sering disebut sebagai
“the sosilogy of everyday life” yang bersifat mikro dalam keluarga khususnya. Sebagai contoh
aliran teori ini adalah kelompok
teori interaksionisme yang nanti akan diuraikan pada kajian berikutnya.
Walaupun sosiologi makro dan sosiologi
mikro boleh jadi dihargai sebagai dua dua sisi mata uang
tunggal, sejumlah ciri memisahkannya. Para ahli sosiologi makro melihat atas
unit masyarakat yang besar-besar,
seperti organisasi, institusi, masyarakat,
dan
negara-
negara. Mereka juga memperhatikan proses-proses sosial,
seperti urbanisasi,
dan sistem kepercayaan, seperti kapitalisme dan sosialisme. Para ahli sosiologi
makro memegang dasar-
dasar pendapat tertentu tentang tingkah laku manusia. Mereka memiliki perhatian
bahwa kelompok itu adalah
"riil dalam
diri
mereka
sendiri"
dan
tidak
bisa
direduksi menjadi
individu yang tersusun atas mereka.. Mereka cenderung untuk melihat perilaku individu
sebagai
produk
dari
struktur
sosial dan
memaksa
bahwa hal itu bukanlah kepunyaan individu yang membuatnya. Pendapat seperti ini memperkecil pendapat berkemauan bebas dan menekankan kuasaan masyarakat di atas pemikiran dan perilaku individu.
Berbeda dengan sosiologi
mikro, ia melihat atas interaksi sosial individu
dalam kehidupan sehari-hari mereka (karenanya istilah "interaksionisme").
Sebab mereka memandang
tingkah laku manusia pada cakupan yang lebih dekat, para ahli sosiologi
mikro melihat orang-orang seperti
lebih mempunyai kebebasan
dalam tindakan ⎯ lebih
bebas dari batasan masyarakat ⎯ daripada yang dilakukan para ahli sosiologi
makro. Dengan kata lain, sosiologi mikro tidak melihat masyarakat sebagai yang mengendalikan kekuatannya. Mereka menekankan bahwa orang-orang itu selalu sedang dalam proses menciptakan dan mengubah
dunia sosial mereka. Lebih dari itu, mereka adalah seperti tertarik
akan orang-orang
yang berpikir dan merasakan seperti
bagaimana mereka bertindak. Para ahli sosiologi mikro menyelidiki motif-motif, harapan-harapannya, dan tujuan mereka, serta cara mereka menyikapi dan merasakan dunia itu..
Metoda riset sosiologi makro dan sosiologi
mikro juga sangat berbeda. Sebab mereka
tertarik akan pikiran dan perasaan
orang-orang,
sosiologi mikro sering menggunakan metode "kualitatif". Metode ini adalah untuk mendisain dan mengamati orang-orang
dalam situasi yang naturalistick Sedangkan sosiologi makro menjadi lebih memungkinkan untuk
menggunakan metode 'kwantitatif',
seperti halnya secara hati-hati dikontrol kajian stastistik
Kita
dapat mengilustrasikan fokus sosiologi mikro dengan pergi kembali ke contoh
kampus perguruan tinggi kita.. Bukannya memandang kampus itu dalam kaitannya dengan
tindakan kooperasi
maupun konflik, para ahli sosiologi mikro akan memusatkan
pada pertanyaan-pertanyaan; bagaimana para mahasiswa tingkat pertama merasakan kampus itu ketika mereka pertama tiba, apa yang perguruan tinggi
lakukan kepada para mahasiswa, dan
bagaimana interaksi mengembangkan interaksi sosial di asramanya. Hal itu para ahli sosiologi mikro tidak
demikian
banyak
terkait
dengan tindakan
dan
organisasi kampus
seperti halnya dengan bagaimana kampus dipandang oleh para mahasiswanya, staf pengajar
dan
para administratifnya. Para ahli sosiologi mikro tidak berasumsi bahwa suatu kampus adalah
sesuatu organisasi tertentu untuk
para anggotanya harus menyesuaikan perilaku mereka
sendiri. Melainkan, mereka melihat organisasi kampus itu sebagai sesuatu yang meningkatkan dan mengubah melalui
interaksi peserta.
Walaupun ada perbedaan penting antara sosiologi makro dan mikro, banyak sarjana sosiologi sekarang ini sedang
berusaha untuk kembang;kan suatu ikatan lebih kokoh di
antara mereka (Collins, 1981). Ketika kita katakan, mereka sungguh dua sisi mata uang yang
sama.
Organisasi sosial makro mengembangkannya ke luar dari interaksi orang-orang dalam
situasi mikro. Tetapi dan hal ini adalah
sama-sama benar, tiap-tiap situasi sosial ⎯ seperti
kampus suatu perguruan tinggi ⎯ adalah siap diorganisir oleh orang-orang yang sudah memiliki hubungan dalam masa lalu. Para mahasiswa yang baru
tiba di kampus menemukan suatu
struktur keberadaan sosial dalam hal mana mereka harus cocok atau hidup rukun dengan mereka.
Penataan dan konflik antara sosiologi makro dan mikro; hal ini bukan sama sekali
satu-satunya divisi dalam pemikiran sosiologi. Tetapi mereka harus menunjukkan bahwa sosiologi bukanlah suatu pengejaran akademis semata-mata yang menutup diri dan sangat
terstruktur. Sosiologi
malahan
sesuatu
hal
penting, penuh semangat dan amat berani
berusaha yang
ada
bahwa mencoba
untuk "betul-betul mendalam" tentang
pengalaman
manusia.
Bagaimanapun, hal semacam itu adalah selayaknya bagi mahasiswa untuk bertanya: Apa sih yang
merupakan
kegunaan
dari semua
aktivitas mental
itu?
Bagaimana
cara
sosiologi menerapkan kehidupan untuk suatu masyarakat dan kehidupan saya sendiri?. Bagaimana saya dapat menggunakan semuanya itu dari informasi dan pengertian
tentang kondisi manusia?
No comments:
Post a Comment