Tuesday, December 1, 2015

Sosiologi Sebagai Ilmu Obvious (Nyata)




Banyak orang sering memperdebatkan tentang sifat ilmu sosiologi itu. Tidak sedikit yang mengemukakan bahwa sosiologi sebagaimana layaknya ilmu sosial, tidak jauh berbeda dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Tetapi di balik itu semua nampak juga yang menekankan bahwa jika sosiologi ingin tetap merupakan sebuah ilmu pengetahuan, maka harus merupakan suatu ilmu pengetahuan yang jelas nyata (Poepenoe, 1983:5). Para ahli sosiologi, sering berkata, kita banyak menghabiskan uang untuk "menemukan" apa yang sebetulnya hampir semua orang telah mengetahuinya. Keberadaan masalah ini disebabkan oleh karena dalam sosiologi dihadapkan dengan dunia masyarakat yang sebetulnya tidak begitu aneh, di mana orang-orang yang secara umum sudah akrab ataupun mengenalnya konsep-konsep yang diperkenalkan dalam bidang sosiologi. Sebaliknya, sebagai pembanding, dalam pokok
kajian pada kelompok ilmu-ilmu kealaman adalah sering berada di luar dunia dari pengalaman kita sehari-hari. Maka untuk menjawab atas permasalahan dalam ilmu pengetahuan alam,  hal  yang paling sering bahwa temuan kajian  itu  memberikan dalam ungkapan bahasa dan simbol-simbol di mana kebanyakan orang hampir tidak memahaminya atau benar-benar dibawa dalam pengenalan konsep yang benar-benera baru.
Sekali lagi, penyebabnya hanyalah bidang kajian dalam sosiologi adalah hal-hal yang terbiasa kita kenal. Oleh karena itu implikasinya dari karena sudah biasa’ dan familiar itu
maka untuk memperoleh sesuatu yang baru’ itu harus ditelitinya secara ekstrim dengan sangat seksama dan hati-hati. Adanya pernyataan-pernyataan yang menekankan pentingnya akal  sehat  (common-sense), dan  pertimbangan atau  pemikiran  (reasoning) memberikan
dukungannya terhadap sosiologi, memang tidak boleh diabaikan tetapi juga sering menyesatkan. Dalam hal ini, ambil, sebagai contoh permasalahan dalam ‘bunuh diri’, yang telah  menjadi  penyebab  kedua  terbanyak  tentang  faktor  penyebab  kematian  (setelah
kecelakaan)  di   antara   anak-anak   muda   di   Amerika  Serikat.  Secara  akal   sehat   dan berdasarkan pertmbangan-pertimbangan, anda akan katakan bahwa meningkatnya bunuh diri di Amerika Serikat, berkaitan dengan:
1. Penyebab di mana hal itu merupakan semacam suatu waktu depresi tahunan, orang-orang
lebih banyak melakukan bunuh diri pada waktu musim dingin dibanding musim panas.
2. Sebab mereka adalah yang orang-orang yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi, obat-obatan,  dihimpit  masalah  seks;  dan  di  sini  kaum  wanita  lebih  tinggi  untuk
melakukan bunuh diri daripada laki-laki.
3. Lebih banyak orang-orang yang muda yang melakukan bunuh diri dibanding orang-orang tua. Di mana yang muda, penyebab stress dan ketidak-pastian hidup adalah jauh lebih
besar.
4. Dalam kaitannya dengan ketidaksamaan dan diskriminasi, kulit hitam mempunyai suatu tingkat bunuh diri lebih tinggi dibanding dengan kulit putih, tiap tahunnya.
5. Kondisi kehidupan yang miskin, tingkat angka bunuh diri di negara berkembang adalah jauh lebih tinggi dibanding dengan masyarakat industri maju.
Ternyata  riset  sosiologi  telah  menunjukkan  masing-masing  pernyataan  tersebut merupakan jawaban-jawaban yang semu ataupun palsu (Gibbs, 1968). Angka bunuh diri
adalah lebih tinggi sepanjang bulan musim panas dibanding musim dingin.. Pada sebagian lagi, hal ini adalah disebabkan orang-orang merasa depresi ketika cuaca yang panas dan sesuatu  yang  ia  harapkan  untuk  menikmati  waktu  bersenag-senang  ia  yang  ia  sangat
nantikan ternyata ibarat mendaki yang terjal di bebatuan.. Karena sejumlah pertimbangan dan pikiran akal sehat kita, ternyata angka bunuh diri kaum laki-laki jauh lebih tinggi dibanding perempuan. (walaupun kaum wanita mencoba bunuh diri lebih sering dibanding
yang dilakukan laki-laki). Tingkat bunuh diri yang dilakukan kaum tua juga lebih tinggi daripada yang muda, di mana sebagian disebabkan oleh kesehatan yang sakit-sakitan. Dan tingkat bunuh diri di antara kulit hitam dan di negara berkembang secara relatif adalah
rendah. Mungkin nampak aneh  kedegarannya, tetapi  bukti  menunjukkan bahwa  tingkat bunuh diri adalah jauh lebih tinggi dari mereka, di mana umumnya adalah negara-negara yang makmur dan rata-rata berpendidikan cukup baik.
Bukti-bukti adanya peningkatan yang tajam dalam bunuh diri bahwa terjadi ketika
masyarakat menjadi lebih maju, fakta ini dikumpulkan pertama kali secara sistematis oleh salah seorang pendiri sosiologi, Emile Durkheim (1858-1917). Suicide judul bukunya itu (1897) adalah salah seorang dari pelopor studi ilmiah dalam sosiologi. Studi bunuh diri sejak itu telah menjadi suatu bidang kajian riset yang penting dan menarik, sering mengejutkan dan menemukan hal-hal yang aneh seperti tulisan Durheim..Apa yang dapat kita pelajari dari pernyataan tentang bunuh diri tersebut?. Pernyataan akal-sehat dan pertimbangan ataupun pemikiran yang beralasan untuk mendukungnya, ternyata dapat menyesatkan dan sering hal  itu  terjadi. Di  situlah sosiologi sebagai science of  the  obvious hanya  bisa  dilakukan melalui kajian-kajian yang penuh kehati-hatian dan obyektif, bahwa kita dapat mengetahui dengan  penuh  percaya  diri  dalam  menjawab  banyak  pertanyaan  tentang  tingkah  laku manusia dan masyarakat kita.

No comments:

Post a Comment