Banyak orang sering memperdebatkan
tentang sifat ilmu sosiologi
itu. Tidak sedikit
yang mengemukakan bahwa sosiologi sebagaimana layaknya
ilmu sosial, tidak jauh berbeda dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Tetapi di balik itu semua nampak juga yang menekankan
bahwa jika sosiologi ingin tetap merupakan sebuah ilmu pengetahuan,
maka harus merupakan suatu ilmu pengetahuan
yang jelas nyata (Poepenoe,
1983:5). Para ahli sosiologi,
sering berkata, kita banyak menghabiskan uang untuk "menemukan" apa yang sebetulnya hampir semua orang telah mengetahuinya.
Keberadaan masalah ini disebabkan oleh karena dalam sosiologi dihadapkan dengan dunia masyarakat yang sebetulnya tidak begitu aneh, di mana orang-orang yang secara umum sudah akrab ataupun mengenalnya
konsep-konsep
yang diperkenalkan dalam bidang sosiologi.
Sebaliknya, sebagai pembanding, dalam pokok
kajian pada kelompok ilmu-ilmu kealaman adalah sering berada di luar dunia dari pengalaman kita sehari-hari.
Maka
untuk menjawab atas permasalahan
dalam ilmu pengetahuan alam, hal yang paling sering bahwa temuan kajian
itu
memberikan dalam
ungkapan bahasa dan simbol-simbol di mana kebanyakan orang hampir tidak memahaminya atau benar-benar dibawa dalam pengenalan konsep yang benar-benera baru.
Sekali lagi, penyebabnya hanyalah
bidang kajian dalam sosiologi adalah hal-hal yang
terbiasa kita kenal. Oleh karena
itu implikasinya dari karena ‘sudah biasa’ dan familiar itu
maka
untuk memperoleh
sesuatu yang ‘baru’ itu harus ditelitinya secara ekstrim dengan sangat seksama dan hati-hati. Adanya pernyataan-pernyataan
yang menekankan pentingnya
akal sehat (common-sense), dan pertimbangan atau pemikiran
(reasoning) memberikan
dukungannya
terhadap sosiologi, memang tidak boleh diabaikan
tetapi juga sering
menyesatkan. Dalam hal ini, ambil, sebagai contoh permasalahan
dalam ‘bunuh diri’, yang telah menjadi penyebab kedua
terbanyak tentang
faktor penyebab
kematian (setelah
kecelakaan)
di antara anak-anak muda di
Amerika Serikat. Secara akal sehat dan
berdasarkan pertmbangan-pertimbangan,
anda
akan katakan bahwa meningkatnya bunuh
diri di Amerika Serikat, berkaitan dengan:
1. Penyebab di mana hal itu merupakan semacam suatu waktu depresi tahunan, orang-orang
lebih banyak
melakukan bunuh diri
pada waktu musim dingin dibanding musim
panas.
2.
Sebab mereka adalah yang orang-orang yang memiliki tingkat
ketergantungan tinggi,
obat-obatan, dihimpit masalah
seks; dan
di
sini
kaum
wanita
lebih
tinggi
untuk
melakukan bunuh diri daripada laki-laki.
3. Lebih
banyak orang-orang yang muda yang melakukan bunuh diri dibanding orang-orang tua. Di mana yang muda, penyebab stress dan ketidak-pastian hidup adalah jauh lebih
besar.
4.
Dalam kaitannya dengan ketidaksamaan dan diskriminasi, kulit hitam mempunyai suatu tingkat bunuh diri lebih tinggi dibanding dengan kulit putih,
tiap tahunnya.
5.
Kondisi kehidupan yang miskin,
tingkat angka bunuh diri di negara berkembang adalah
jauh lebih tinggi dibanding dengan masyarakat industri
maju.
Ternyata riset
sosiologi
telah
menunjukkan masing-masing pernyataan
tersebut merupakan jawaban-jawaban yang semu ataupun
palsu (Gibbs, 1968). Angka
bunuh diri
adalah lebih tinggi sepanjang bulan musim panas dibanding musim
dingin.. Pada sebagian lagi, hal ini adalah disebabkan orang-orang merasa depresi ketika cuaca yang panas dan
sesuatu yang
ia
harapkan
untuk menikmati
waktu
bersenag-senang
ia
yang
ia
sangat
nantikan ternyata ibarat mendaki yang terjal di bebatuan.. Karena sejumlah
pertimbangan
dan pikiran akal sehat kita, ternyata angka bunuh
diri kaum laki-laki jauh lebih tinggi
dibanding perempuan. (walaupun kaum wanita mencoba bunuh diri lebih sering dibanding
yang
dilakukan laki-laki). Tingkat bunuh diri yang dilakukan kaum tua juga lebih tinggi daripada yang muda, di mana sebagian disebabkan oleh kesehatan yang sakit-sakitan. Dan tingkat bunuh diri di antara kulit hitam
dan di negara berkembang secara
relatif adalah
rendah. Mungkin nampak aneh kedegarannya, tetapi
bukti menunjukkan bahwa tingkat
bunuh diri adalah jauh lebih tinggi dari mereka, di mana umumnya adalah negara-negara
yang makmur dan rata-rata berpendidikan cukup baik.
Bukti-bukti adanya peningkatan yang tajam dalam bunuh diri bahwa terjadi ketika
masyarakat menjadi lebih maju, fakta ini dikumpulkan pertama kali secara sistematis oleh salah
seorang pendiri sosiologi, Emile Durkheim (1858-1917).
“Suicide” judul bukunya itu (1897) adalah salah seorang dari pelopor studi ilmiah
dalam sosiologi. Studi bunuh diri sejak
itu telah menjadi suatu bidang kajian riset
yang penting dan menarik, sering mengejutkan
dan menemukan hal-hal yang aneh seperti
tulisan Durheim..Apa yang dapat kita pelajari dari pernyataan tentang bunuh diri tersebut?. Pernyataan
akal-sehat dan pertimbangan ataupun pemikiran yang beralasan untuk mendukungnya, ternyata dapat menyesatkan ⎯ dan
sering hal itu terjadi. Di situlah sosiologi sebagai science of the obvious hanya
bisa dilakukan melalui kajian-kajian yang penuh kehati-hatian
dan obyektif, bahwa kita dapat mengetahui
dengan penuh percaya
diri
dalam
menjawab
banyak pertanyaan tentang tingkah laku
manusia dan masyarakat kita.
No comments:
Post a Comment