MUQADDIMAH
Saya menulis makalah
ini dalam rangka pembelaan terhadap
perisai agama yang diperankan oleh para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam, agar ajaran agama ini
tetap suci dan bersih, seperti
yang telah diajarkan oleh
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam
kepada kita. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda
: "Saya tinggalkan kalian
diatas Islam yang putih bersih, malamnya seperti siangnya, tidaklah yang
menyimpang darinya kecuali akan binasa".
Sesungguhnya diantara
prinsip Ahlussunnah wal jama'ah
adalah selamatnya hati dan lisan mereka terhadap para
sahabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, sebagaimana yang telah Allah sifati mereka dalam firman-Nya :
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshar), mereka berdoa:
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah
kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih
dahulu dari kami,
dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Ya
Tuhan kami, sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang"." [QS.
Al-Hasyr : 10]
Dan untuk mengikuti
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam, yang telah
bersabda : "Janganlah kalian mencaci para
sahabatku. Demi jiwaku
yang ada ditangan-Nya,
seandainya seseorang diantara kalian menginfakkan satu
gunung uhud emas, hal
itu tidak sebanding dengan satu mud atau bahkan setengah mud mereka."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Mereka (Ahlussunnah) mengetahui, bahwa Allah telah menjaga agama ini dengan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
yang telah membawakan Islam ini sampai
kepada kita, melalui
generasi ke generasi seperti
yang telah mereka
pelajari dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam.
Oleh karenanya, Imam Abu Zur'ah Rahimahullahu berkata :
"Apabila anda melihat
ada seseorang yang
mencaci maki seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam, maka ketahuilah
dia dalah zindiq.
Yang demikian itu, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
adalah benar dan Al-Qur'an itu benar
menurut kami. Dan sesungguhnya
yang membawa Al-Qur'an dan sunnah sampai kepada kami
adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Mereka (yang
mencaci maki sahabat) ingin mengugurkan para saksi kita untuk
membatalkan Al-Qur'an dan
sunnah. Padahal celaan itu
lebih layak untuk
mereka dan mereka adalah
orang-orang zindik." (Minhajus Sunnah
1/18 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).
Mencintai para sahabat adalah
keimanan dan membenci mereka
adalah kekafiran, kemunafikan dan "Orang-orang yang
terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
di antara orang-orang
muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar." [QS. At-Taubah : 100]
Dan Allah juga berfirman :
"Muhammad itu
adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang- orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama
mereka, kamu lihat mereka ruku` dan
sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat- sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam
Injil, yaitu seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak
lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan
hati penanam- penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh
di antara mereka ampunan dan
pahala yang besar." [QS. Al-Fath: 29]
Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda
tentang mereka (para
sahabat) : "Sebaik-baik umatku adalah generasi yang saya diutus
kepada mereka" (HR. Muslim
4/1963-1964)
Orang-orang orientalis dan yang sebelum mereka dari kalangan
Rafidhah berusaha untuk menyebarkan riwayat-riwayat yang batil yang merendahkan
martabat para sahabat yang mulia dan
mengotori sejarah umat Islam yang berharga.
Mereka menggambarkan sejarah para
sahabat itu penuh dengan perebutan kekuasaan dan kepemimpinan. Oleh karenanya, wajib untuk kita berhati-hati dari setiap orang Rafidhah
yang dusta, orientalis yang hasad,
sekuler yang ingkar dan setiap yang berjalan diatas jalan mereka.
Maka wajib untuk
ditegakkan pembelaan terhadap sejarah
kita ini dan
bantahan terhadap metode
para pendusta dan
para penyeleweng. Dan bantahan
ini tentunya dengan panah-panah kebenaran yang ilmiyah yang dipenuhi dengan
bukti-bukti yang jelas serta
dalil-dalil yang kuat.
Saya menulis kalimat demi kalimat
ini, hanya untuk mengharapkan keridhoan dan ampunan Allah semata. Dan semoga Allah mengumpulkanku
pada hari kiamat bersama para sahabat
Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa
Sallam. Ya Allah, sesungguhnya aku
benar-benar mencintai para
sahabat nabi-Mu Shallallahu‘alaihi wa Sallam dengan
sebenar-benarnya kecintaan, maka kumpulkanlah
diriku bersama salah
seorang dari mereka pada hari yang sangat menakutkan. Sesungguhnya Engkau
mengetahui bahwa diriku tidaklah mencintai
mereka melainkan karena-Mu, wahai Dzat Yang Maha kasih dan
Sayang.
Biografi Singkat
Nama beliau adalah Utsman
bin 'Affan bin Abil 'Ash bin Umayyah bin
Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin
Qusyai bin Kilab.
Beliau menisbatkan dirinya kepada bani
Umayyah, salah satu kabilah
Quraisy. Beliau dilahirkan di
Mekah enam tahun setelah tahun
gajah, menurut pendapat yang shahih. Beliau tumbuh diatas akhlak
yang mulia dan
perangai yang baik. Beliau sangat pemalu, bersih jiwa dan suci lisannya, sangat sopan santun, pendiam
dan tidak pernah menyakiti orang
lain. Beliau suka ketenangan
dan tidak suka keramaian/kegaduhan, perselisihan, teriakan keras.
Dan beliau rela
mengorbankan nyawanya demi untuk
menjauhi hal-hal tersebut. Dan karena kebaikan akhlak dan mu'amalahnya,
beliau dicintai oleh Quraisy,
hingga merekapun menjadikannya
sebagai perumpamaan. Dari sini Imam
Asy-Sya'bi mengatakan :
"Dahulu Utsman sangat dicintai oleh orang-orang Quraisy,
mereka menjadikannya sebagai suri taudalan, mereka memuliakannya. Sampai-sampai
para ibu dari kalangan orang-orang Arab, jika
menghibur anaknya, dia mengatakan :
Demi Allah yang Maha
Penyayang, aku mencintaimu seperti kecintaan Quraisy kepada Utsman
Utsman bin 'Affan Radhiyallahu ‘anhu hidup ditengah orang-orang
musyrikin Quraisy yang menyembah berhala-berhala, namun beliau
tidak menyukai kesyirikan, animisme/dinamisme serta adat- istiadat yang kotor.
Beliau menjauhi segala bentuk kotoron jahiliyah yang mereka lakukan,
beliau tidak pernah
berzina, membunuh, ataupun meminum
khamer. Ketika Allah
memerintahkan Rasul-Nya untuk berdakwah di
jalan Allah, dan Abu Bakar sudah
masuk Islam, beliaupun pergi
mendatangi Utsman c mengajaknya masuk Islam. Utsman pun seketika itu langsung menerima ajakan
untuk masuk Islam
dan beliau mengucapkan
dua kalimat syahadat. Hal ini dikarenakan, agama ini mengajak kepada tauhid, membasmi
kesyirikan, didalamnya terdapat seruan untuk
berakhlak yang mulia dan
berperangai yang baik.
Utsman akhirnya beriman kepada
agama yang lurus ini dan
beriman kepada Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, karena beliau mengenal betul
kejujuran, amanah, dan kemuliaan akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliaupun menjadi
orang-orang yang terdahulu lagi pertama masuk Islam.
Akan tetapi, kaum
beliau tidak membiarkan begitu saja, bahkan mereka menyakiti dan menyiksa beliau
bersama orang-orang beriman lainnya.
Orang- orang Quraisy mengancam dan menguji (kekuatan) agama mereka, untuk mengembalikan mereka dari menyembah Allah
kepada penyembahan kepada berhal-berhala. Ketika bertambah
penyiksaan, penganiayaan dan gangguan
mereka serta usaha
mereka untuk menghalangi
mereka dari Islam, maka mereka pun hijrah ke
negri Habasyah (Ethopia). Dan
diantara pelopor hijrah tersebut
adalah Utsman bin
'Affan Radhiyallahu ‘anhu
dan istri beliau
yaitu Ruqayyah Radhiyallahu ‘anhabinti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam. Beliaupun
terhitung sebagai orang pertama yang berhijrah dari umat Islam ini.
Beliau hijrah dan meninggalkan negri serta keluarganya demi
berpegang dengan agama dan aqidahnya. Hal ini menunjukkan akan
kuatnya keimanan, keyakinan dan
keterikatan beliau dengan Allah
Subhanahu wa Ta’ala serta hari akhir.
Beliau rela hidup
dalam keterasingan, kehilangan mata pencaharian (perdagangan), kedudukan ditengah masyarakat serta
kewibawaan.
Beliau pindah kenegri
orang lain demi
Allah dan dijalan Allah,
bukan untuk berdagang
dan mendapatkan keuntungan
materi, namun semuanya untuk perdagangan akhirat serta
meraih surga dan diselamatkan
dari api neraka.
Kemudian ketika tersebar berita akan Islamnya penduduk Mekkah
dan sampai berita
ini kepada mereka di
Habasyah, mereka pun
kembali hingga ketika telah
mendekat ke kota
Mekkah, mereka akhirnya sadar
bahwa berita tersebut tidaklah benar. Tapi,
mereka tetap masuk
kota Mekkah dengan jaminan keamanan dari sebagian
penduduk Mekkah. Diantara yang kembali tersebut adalah
Utsman bin
'Affan dan istri beliau Ruqayyah Radhiyallahu ‘anha.
Utsman kembali menetap
di Mekkah dan kembali mendapatkan gangguan
dan penganiayaan dari orang-orang
Mekkah. Tapi hal tersebut tidak
membuatnya lari dari
agamanya, hingga Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam berhijrah
ke kota Madinah An-Nabawiyah
bersama para sahabatnya dan beliau pun ikut serta berhijrah. Dan Utsman
termasuk orang yang berhijrah dua
kali. Hal ini diriwayatkan
oleh Imam Bukhari
dalam Shahihnya (Fathul
Bari 7/363).
Beliaupun tegar dengan
keimanannya, bahkan semakin hari semakin
bertambah keimanan beliau. Beliau
tinggal di kota
Madinah, dan tidaklah beliau meninggalkannya sejenak
melainkan beliau ingin segera
kembali kepangkuannya. Telah
dishahihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullahu bahwasanya beliau
tidak berpamitan kepada istri-istri beliau
ketika keluar dari Mekkah -melainkan pada saat beliau sudah naik kendaraan-
dan beliau percepat
keluarnya, karena khawatir tidak
bisa berhijrah. (Fathul
Bari
2/571)
Beliau memiliki kedudukan
yang tinggi disisi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam, dan hal
ini diketahui oleh para sahabat g Dari sinilah Ibnu Umari
Radhiyallahu ‘anhu berkata
: "Dahulu pada
zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kita meyakini bahwa tidak ada
yang lebih utama dari Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian kami
biarkan selanjutnya kepada para
sahabat Nabi Shallallahu‘alaihi wa Sallam.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Al-Jami' Ash-Shahih bersama Fathul Bari (7/53-54).
Diantara yang
menunjukkan akan kedudukan Utsman Radhiyallahu ‘anhu
disisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah kisah beliau ketika Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam duduk ditempat yang ada airnya, yang
mana tersingkap kedua
lutut beliau. Ketika utsman
masuk, beliapun menutupinya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al-Jami' Ash-
Shahih bersama Fathul Bari (7/53).
Pernah suatu saat beliau
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bertelekan di rumah Aisyah
xdalam keadaan tersingkap kedua
paha atau betis
beliau. Lalu Abu Bakar
dan Umar minta
izin untuk masuk
dan beliaupun mengizinkan, sedangkan beliau tetap dalam keadaan tersingkap
kedua paha beliau.
Kemudian datang Utsman meminta izin untuk masuk, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam duduk dan membetulkan pakaian
beliau. Maka Aisyah bertanya
kepada beliau tentang hal tersebut, dan beliau menjawab : "Tidakkah aku
malu kepada orang yang malaikat saja malu kepadanya". Diriwayatkan oleh Imam
Muslim (4/1866).
Tidak cukup Utsman Radhiyallahu ‘anhu melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam seperti sholat, puasa, membayar zakat, bahkan
beliau menyerahkan segala-galanya untuk
menyebarkan Islam, dan menolong kaum
muslimin. Pada zaman Rosul
beliau menginfakkan kebanyakan dari hartanya
untuk menolong Islam
dan kaum muslimin.
Diantara hal tersebut, ketika kaum muhajirin datang ke kota Madinah, tidak ada air tawar (untuk diminum) selain sumur yang
dinamakan Ruumah, sedangkan waktu itu kaum
muslimin tidak memiliki harta.
Maka Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda :”Barangsiapa yang membeli sumur Ruumah, akan dijadikan
timbanya dengan timba kaum muslimin yang lebih baik darinya di Surga. Utsman
Radhiyallahu‘anhu pun membelinya dari hartanya sendiri.”1
Diantaranya juga, pada
waktu perang Tabuk, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersiap-siap untuk berangkat perang, mereka kekurangan bekal. Maka
beliau bersabda :”Barangsiapa yang
memberi bekal kepada pasukan (perang Tabuk) yang kesulitan, maka baginya surga”.
Ketika Utsman mendengar hal tersebut
– dan beliau
memang punya harta
–, beliaupun membekali
mereka. Beliau datang dengan membawa seribu
dinar lalu beliau
tuangkan di pangkuan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membolak-balikkannya dengan tangan beliau, seraya
mengatakan :”Tidak akan memudharatkan
Utsman bin Affan
apa yang dia lakukan setelah hari ini”. Beliau
mengulang-ngulangi berkali-kali.2
Beliau ikut bersama Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam semua
peperangan dan tidak
pernah ketinggalan, kecuali
karena ada perintah
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam pada
waktu perang Badar. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam memerintahkan beliau agar
tetap tinggal di Madinah untuk merawat3 istri beliau Ruqayyah binti Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam dan beliau tetap
diberi bagian dari ghanimah dan pahala. Beliaupun melaksanakan perintah
dan tetap tinggal di Madinah untuk merawat
istri beliau. Ketika
istri beliau meninggal
dunia dan beliau keluar untuk
memakamkannya, datang seorang
pemberi kabar tentang kemenangan
kaum muslimin di perang Badar.
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam kembali, beliau
menikahkanya dengan saudari Ruqayyah, yaitu
Ummu Kultsum Radhiyallahu‘anha. Oleh karenanya, beliau
digelari dengan Dzun Nurain (yang memiliki dua cahaya).4
Senantiasa Utsman zdalam
keadaan seperti itu sepanjang kehidupan
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam. Dan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan beliau dan selainnya dari
para sahabat gberulang-ulang bahwa akan terjadi fitnah yang akan menimpa Utsman
dan para sahabat beliau yang berada diatas
kebenaran. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam mengisyaratkan
untuk mengikuti beliau (Utsman) ketika
terjadi fitnah.
Diantara yang shohih
dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Umari
Radhiyallahu‘anhu, beliau berkata
: Rasulullah n menyebutkan adanya fitnah. Lalu ada seseorang
yang lewat dan Nabi berkata :”Orang yang
memakai penutup muka ini akan terbunuh pada saat
itu.” Abdullah bin
Umar mengatakan :”Aku melihat (orang tersebut) adalah Utsman bin
Affan.”5
Ka’ab bin Murrah
al-Bahzizmeriwayatkan kisah yang
serupa dengan yang
diatas. Beliau telah mendengar Rasulullah n menyebutkan
tentang fitnah, lalu tiba-tiba Utsman datang dalam keadaan memakai penutup muka
dan beliau mengisyaratkan kepada Utsman,
seraya berkata :”Orang
ini dan para sahabatnya diatas kebenaran dan
petunjuk.”
Baik kedua riwayat ini
untuk satu kisah
atau dua, semuanya mengabarkan bahwa Nabi Shallallahu‘alaihi wa
Sallam menjelaskan akan
terbunuhnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu dalam fitnah. Dan riwayat
Ka’ab menambahkan bahwa
beliau dan para sahabatnya diatas kebenaran ketika terjadinya fitnah
ini.
Diantara yang menunjukkkan bahwa Ka’ab ingin mengetahui lebih jelas siapa orang yang
dimaksud oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam. Maka dia pun mendatangi
orang tersebut dan
memegangi kedua pundaknya ternyata dia adalah Utsman bin Affan. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyambutnya.
Ka’ab mengatakan : Apakah ini
orangnya ? Nabi
Shallallahu‘alaihi wa Sallam berkata kepadanya
:
meminta izin kepada
Utsman pada waktu pengepungan (terhadap rumah beliau)
untuk berbicara kepada beliau. Ketika beliau
mengizinkannya, beliau (Abu Hurairah)
berdiri dan memuji Allah kemudian berkata :”Sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah n bersabda :”Sesungguhnya kalian akan menemui sepeninggalku fitnah
dan perselisihan. Salah
seorang mengatakan : Apa yang
kita lakukan, ya Rasulullah ? Beliau
menjawab, wajib bagi kalian
bersama al-Amin dan para
sahabat-sahabat beliau. Dan beliau menunjuk kepada Utsman.
Diantaranya pula, apa
yang telah ditentukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang waktu terjadinya fitnah
tersebut, seperti yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam, beliau
bersabda :”Poros Islam
berputar pada 35 atau 36 atau 37
......”
Dan Allah berkehendak
hal itu terjadi
pada tahun 35 H dengan
dinyalakannya fitnah hingga terbunuhnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu .
Dan diataranya juga, apa
yang disamakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam dari fitnah tersebut dengan
fitnah Dajjal, dari
segi banyaknya manusia yang
tertarik dengannya. Dan
barangsiapa yang selamat dari
keduanya maka dia akan selamat.
Yang demikian
itu, seperti yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin
Hawalah Radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam, beliau
bersabda : ”Barangsiapa yang selamat dari 3 hal, maka dia akan selamat -3 kali diulang
oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam –
yaitu : wafatku,
Dajjal dan terbunuhnya seorang khalifah yang
bersabar diatas kebenaran dan dia pasrah”.
Telah diketahui, bahwa
khalifah yang terbunuh dalam keadaan
bersabar diatas kebenaran dan pasrah untuk dibunuh adalah Utsman bin Affan
Radhiyallahu‘anhu .
Semua tanda-tanda menunjukkan
bahwa kholifah yang dimaksud
oleh hadits diatas
adalah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu .
Dalam hadits ini –wallahu a’lam –
ada isyarat besar tentang
pentingnya menyelamatkan diri
dari fitnah ini, baik secara fisik maupun maknawi. Adapun secara fisik
ada pada waktu
terjadinya fitnah, dari
menggerakkan, mengumpulkan (massa)
dan membunuh serta yang lainnya. Adapun secara maknawi, maka
terjadi setelah fitnah
dengan tenggelam dalam kebatilan serta
berbicara tanpa haq. Maka hadits
ini umum untuk umat ini,
dan bukan khusus bagi
yang hidup dizaman
fitnah tersebut. Wallahu a’lam.
Diantara hadits-hadits yang
telah dikabarkan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam tentang terjadinya pembunuhan
terhadap Utsman bin
Affan adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari
Radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu‘alaihi wa
Sallam memerintahkan beliau
untuk memberi kabar gembira kepada Utsman dengan surga karena musibah
yang akan menimpanya.
Dan apa yang diriwayatkan oleh Anas
bin Malik
Radhiyallahu ‘anhu ,
bahwasannya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam
pernah suatu hari
berada diatas gunung Uhud dan
bersama beliau Abu Bakar, Umar, Utsman.
Maka gunung tersebut bergetar,
lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda :”Tenanglah (engkau)
wahai Uhud, tidaklah
yang diatasmu melainkan seorang
Nabi, shiddiq dan
dua orang syahid”
Nabi dan shiddiq sudah
diketahui, dan tidak tersisa bagi Umar dan Utsman cmelainkan
sifat ketiga yaitu syahid. Inilah persaksian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
yang amat jelas
kepada Utsman Radhiyallahu
‘anhu bahwa beliau akan terbunuh (syahid) di
jalan Allah. Dan
persaksian ini terulang kembali dalam waktu yang lain
dan di
gunung yang lain yaitu Hira’.
Abu Hurairahzmeriwayatkan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah
suatu hari berada diatas (gua) Hira’ bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah
dan Zubair, maka bergerak
batu besar, lalu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda :”Tenanglah,
tidaklah diatasmu melainkan seorang Nabi
atau shiddiq atau syahid”.13
Dan apa yang beliau sabdakan telah terjadi, sungguh Umar, Utsman,
Ali, Thalhah dan Zubair meninggal dalam keadaan syahid.
Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam
mengetahui akan terjadinya fitnah
ini – dengan kabar dari Allah kepada beliau – dan karena kecintaan beliau kepada Utsman Radhiyallahu
‘anhu serta antusias
beliau untuk memberikan kemaslahatan bagi umat ini setelah beliau, beliaupun
mendo’akan Utsman dan mengabarkan kepadanya
dengan hal-hal yang berkaitan
dengan fitnah ini yang berakhir dengan terbunuhnya beliau. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam bersemangat untuk
merahasiakan kabar ini, hingga
hal tersebut tidak
sampai kepada kita melainkan apa yang telah dikatakan oleh
Utsman Radhiyallahu ‘anhu ketika
terjadi fitnah, ketika dikatakan kepadanya
: Mengapa engkau tidak memerangi ?
Beliau mengatakan : Tidak, sesungguhnya Rasulullah n
telah mengambil sumpah dariku
dan sesungguhnya aku bersabar atas hal ini.
Dan yang nampak dari sabda beliau ini, bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah
menjelaskan kepada beliau sikap
yang benar ketika terjadi fitnah.
Yang demikian itu,
dalam rangka mengambil sikap dari
beliau Shallallahu ‘alaihi
wa
Sallam ketika terjadi fitnah.
Didalam sebagian riwayat, ada
tambahan yang lebih menyingkap
akan rahasia dibalik ini yaitu, bahwasanya
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda kepada
Utsman : ”Jika mereka memintamu untuk melepas
pakaian (kekhalifahan) yang
Allah berikan kepadamu, maka jangan engkau lakukan”.
Dan hal tersebut,
tidak menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam telah memberikan wasiat
tentang kekhalifahan atau yang lainnya,
seperti yang diyakini oleh orang-orang Rafidhah terhadap Aliz. Tapi isi
dari wasiat beliau
yang disebutkan oleh Utsman
Radhiyallahu ‘anhu hanyalah
berkaitan dengan fitnah dan
wasiat untuk bersabar serta tidak
bolehnya beliau melepaskan (kekhalifahannya).
Sesungguhnya beliau akan terbunuh dalam keadaan terdzalimi ketika terjadinya fitnah pada saat kekhalifahannya. Beliau
bersama para sahabatnya diatas kebenaran pada saat
itu dan Nabi Shallallahu‘alaihi
wa Sallam mewasiatkan untuk mengikuti
beliau ketika
terjadinya fitnah ini. Sesungguhnya ini adalah kabar berita yang khusus bagi Utsman
Radhiyallahu‘anhu dan yang
menggembirakan beliau, sekaligus membuat beliau goncang,
kapan dan bagaimana kejadian itu ?
Utsman Radhiyallahu ‘anhu adalah seorang yang berakal, -
pemalu bahkan sangat
pemalu – tidak Pernah beliau merebut
kekuasaan, baik dikala Jahiliyah ataupun di waktu Islam. Beliau tidak pernah merebut
kekuasaan para pembesar
kota Mekah dan tidak pernah rakus akan kepemimpinan. Karena
sesungguhnya perangai dan
tabiat beliau tidak menyukai hal
tersebut. Meskipun demikian,
beliau akan menjadi pemimpin
– meski beliau tidak menyukainya -. Tidaklah kabar berita
(dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam tersebut) mendorong beliau untuk mengejar kekhalifahan. Beliau tidak
merebutnya sepeninggal Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan
tidak mengajukan diri dengan membawa dalil-dalil tersebut
bahwa beliau berhak
menjadi khalifah – dengan
rekomendasi dari Nabi
Shallallahu‘alaihi wa Sallam
-. Bahkan beliau
membaiat Abu Bakar ash-Shidiq kemudian Umari Radhiyallahu ‘anhu bersama kaum
muslimin, karena beliau tahu akan keutamaan keduanya diatas beliau dan keduanya
lebih berhak untuk menjadi khalifah sebelum
beliau dan masih belum waktunya
bagi beliau (untuk menjadi khalifah).
Beliau melewati hari-hari kekhalifahan keduanya dalam keadaan
baik-baik saja, hingga terbunuhnya khalifah kedua Umar bin Khattab oleh seorang
Majusi yang hasad/dengki.
Beliau memegang kekhalifahan
(setelah itu) dengan
sebaik-baiknya dan dengan penuh keimanan. Apabila berdiri disamping kuburan, beliau menangis hingga membasahi jenggot beliau. Dikatakan
kepada beliau :
engkau mengingat surga tapi
engkau tidak menangis !
Apakah engkau menangis
karena ini ? Beliau
menjawab : Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam
bersabda :”Kuburan adalah awal
kampung akhirat, jika
(seorang) selamat darinya, maka
setelahnya akan lebih mudah, dan jika tidak selamat darinya maka setelahnya
akan lebih susah.” Dan beliau memperpanjang sholat tahajudnya.”
Barangkali beliau telah memperkirakan dekatnya kabar Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut, sehingga beliaupun
sangat lemah lembut
dalam mengatur rakyatnya dan sangat toleransi dalam bermuamalah dengan
mereka, dalam rangka menjauhi fitnah
dan meminimalkan hal
tersebut jika telah terjadi, karena
fitnah tersebut pasti
terjadi, karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam
telah mengabarkannya.
Beliauzberjalan diatas
hal demikian sepanjang kekhalifahan beliau.
Meskipun demikian, apa
yang telah disabdakan oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam benar adanya dan terjadi fitnah yang ditunggu tersebut.
Meskipun bisa dipahami bahwa hadits-hadits ini (menunjukkan) bahwa
beliau akan menjadi khalifah pada
suatu hari nanti. Yang nampak,
bahwa disana ada wasiat-wasiat
dan petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan fitnah ini yang hanya diketahui oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu
saja. Yang demikian itu, dalam
rangka penjagaan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam terhadap rahasia
ini. Diantara yang menunjukkan hal
tersebut, bahwa beliau memerintahkan ‘Aisyah untuk pergi
ketika beliau ingin berbicara empat mata
dengan Utsman Radhiyallahu‘anhu . Sebagaimana beliau juga
memberitahukan kepada Utsman secara rahasia/pelan-pelan, meskipun tempat tersebut
tidak ada orang lain selain keduanya, hingga
berubah wajah beliau.
Hal ini menunjukkan bahwa rahasia
ini sangatlah besar. Dan ketika ‘Aisyah mengkaitkan rahasia
ini dengan fitnah,
ini menunjukkan bahwa rahasia
tersebut berkaitan dengan fitnah
terbunuhnya beliau. Hal
ini dikarenakan beliauxmendengar sebagian dari masalah fitnah ini.
Diantaranya beliau xmengatakan : Aku tidak menghafal dari
ucapan beliau kecuali
hanya sabda beliau Shallallahu
‘alaihi wa Sallam :” Jika mereka memintamu
untuk engkau melepas
pakaian (kekhalifahan) yang diberikan oleh Allah, maka
jangan engkau ikuti.”
Ini adalah dalil bahwa rahasia
ini berisikan petunjuk-petunjuk
dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam untuk
Utsman, agar beliau
dapat bersikap dengan sikap
yang benar ketika
terjadi kudeta terhadap beliau.
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak mencukupkan hanya
dengan mengkabarkan tentang
terjadinya fitnah, namun
beliau mengumumkan hal
tersebut, seperti yang telah berlalu.
Dirahasiakannya hal ini menunjukkan
bahwa dibalik hal tersebut ada tambahan yang lain dari hanya sekedar pemberitahuan terjadinya fitnah.
Dan beliau bersungguh-sungguh untuk menjaga rahasia tersebut
karena ada hikmah yang mengharuskannya
– wallahu a’lam -.
Hadits ini mentafsirkan kepada kita dengan jelas sebab tidak maunya
Utsman untuk memerangi (para
pemberontak) ketika terjadinya pengepungan. Sebagaimana hadits tersebut
mentafsirkan kepada kita sebab penolakan beliau untuk turun dari kekhalifahan,
ketika sebagian orang menginginkan hal tersebut.
Dua sikap (Utsman Radhiyallahu ‘anhu ) ini dipertanyakan oleh para
peneliti tentang sebab yang membuat Utsman bersikap demikian.
Ini semua bisa masuk kedalam hati untuk lebih berhati-hati dan menjaga (lisan) ketika
membicarakan tentang sikap-sikap Utsman Radhiyallahu ‘anhu ketika terjadinya
pengepungan. Karena bisa jadi
sikap-sikap tersebut berdasarkan nasehat-nasehat dan petunjuk- petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam. Bahkan sebagiannya
bisa dipastikan dari nasehat tersebut, seperti dalam penolakan
beliau untuk menyerahkan
kekhalifahan.
Terjadinya fitnah pembunuhan terhadap Utsman Radhiyallahu ‘anhu
termasuk diantara kejadian- kejadian besar yang telah
dikabarkan oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam,
pada waktu hidup beliau, bahwa hal-hal tersebut akan
terjadi setelah wafatnya beliau. Sebagaimana
sudah terjadi dan sisanya pasti akan terjadi meski lama.
Tidak diragukan lagi
bahwa Utsman Radhiyallahu ‘anhu
setelah mendengar hadits-hadits tersebut yakin akan terjadinya pada suatu saat,
meski lama. Dan beliau
menunggu kejadian tersebut
hari demi hari.
Setelah Umar bin Khaththabzditusuk (pisau) oleh seorang majusi
yang terlaknat yang
bernama Abu Lu’lu, beliau
diminta untuk memberikan kekhalifahan
setelah beliau. Lalu beliau memberikan mandat kepada 6 orang dari pembesar sahabat
dan sekaligus yang diberi jaminan
masuk surga. Beliau meminta kepada mereka untuk memusyawarahkan pemilihan khalifah setelah
beliau. Enam orang tersebut adalah Utsman bin
Affan, Ali bin Abi
Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin
Abi Waqqash, Zubair
bin Awwam dan Thalhah bin
Ubeidillah. Setelah mereka bermusyawarah, mereka memutuskan
untuk memilih Utsman bin
Affan sebagai khalifah.
Maka beliau menjadi khalifah
ar-Rasyid ketiga. Dalam
hal ini Abdullah bin Mas’udzberkata
:”Kami memilih khalifah dari orang yang
terbaik dan kami
tidak menuhankanya.”
Kaum muslimin pada zaman khalifah Utsman Radhiyallahu ‘anhu telah
banyak membuahkan hasil. Pada zaman tersebut kaum muslimin melanjutkan
penaklukan-penaklukan (terhadap
negeri-negeri kafir) di dua arah,
timur dan barat. Di arah timur, kaum
muslimin telah berhasil
menumpas pemberontakan yang terjadi
di daerah Persia
dan Khurasan (yang sekarang terbagi menjadi 3 negara yaitu Iran, Afghanistan dan
Turkistan) dan daerah
Azerbaijan yang merupakan negara
bagian Uni Soviet dahulu dan ibukotanya
Baku (ini bagian yang terbesar, adapun bagian yang terkecil mengikut kepada
Iran). Dan kota yang terpenting adalah kota Tibriz.
Ditambahkan lagi, bahwa kaum
muslimin telah berhasil
menaklukan banyak daerah-daerah lain semisal Tubristan (di
utara Iran sekarang) dan negeri al-Kharaz yang terletak ditepi
barat laut Qazwin.
Dan pada tahun 31 H raja
Persia yang bernama Yazdajir
terbunuh, hingga runtuhlah
negara Persia yang tidak bisa
bangkit lagi.
Di arah barat
atau negara Romawi,
kaum muslimin mendapatkan banyak kemenangan juga. Sungguh Mu’awiyah
bin Abi Sufyanzpenguasa Syam telah
berhasil memerangi negeri
Romawi hingga ‘Ammuriyah (sekarang di
Turki), sebagaimana beliau juga berhasil menaklukan
Jazirah Qubruz dengan pasukan (angkatan) lautnya di
laut tengah (Mediterania).
Di arah ini
juga, kaum muslimin
berhasil menumpas pemberontakan di
Mesir tepatnya di Iskandariyah.
Dan di laut tengah pasukan Islam dapat mengalahkan pasukan
Romawi disuatu peperangan yang
dikenal dengan perang Dzati ash-Shuwari. Berkat kemenangan-kemenangan ini,
negara Islam menjadi negara kelautan.
Khalifah Utsman Radhiyallahu
‘anhu juga memiliki jasa yang lain
yaitu beliau mempersatukan kaum muslimin
diatas satu mushaf,
karena dikhawatirkan akan terjadi perselisihan diantara kaum muslimin
dalam bacaan al-Qur’an.
Beliau memerintahkan sejumlah sahabat
untuk menulis mushaf yang telah dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit pada zaman
Abu Bakar ash-Shidiq
dan penulisan tersebut diteliti
dengan matang. Kemudian mushaf tersebut
dibagi-bagikan/disebar
luaskan ke semua negeri Islam
dan dianggap sebagai
mushaf yang dijadikan rujukan,
bukan yang lainnya. Dengan usaha beliau yang mulia inilah kaum muslimin bersatu
diatas satu mushaf. Dan perbuatan ini terhitung suatu
kebanggaan/keistimewaan bagi Utsman Radhiyallahu‘anhu
Ketika Utsman Radhiyallahu ‘anhu
melihat bahwa ajakan untuk
berdamai dengan mereka tidak berhasil, bahkan pengepungan mereka terhadapnya
semakin menjadi-jadi, beliaupun
bermusyawarah dengan
Abdullah bin Salamz.
Abdullah bin Salam
pun memberikan
isyarat agar beliau menahan diri dari memerangi mereka, agar
hal tersebut semakin
bisa menjadi hujjah bagi beliau di sisi Allah kelak. Abdullah bin Salamzberkata kepada
beliau : "Tahan dan tahanlah, karena
hal itu akan
menjadi hujjah bagimu".
Dan ketika para
sahabat gmenyaksikan
kebengisan orang-orang yang mengepung beliau
dan merekapun
mengkhawatirkan diri Utsman Radhiyallahu ‘anhu,
maka sekelompok dari mereka mendatangi beliau serta menawarkan
untuk membela beliau, namun Utsman
Radhiyallahu ‘anhu menolak
tawaran tersebut. Kemudian mereka mendatangi beliau untuk kedua kalinya dan
menawarkan kembali dengan lebih
bersemangat lagi, namun
beliau tetap menolaknya dengan
sangat. Dan ketika para sahabat melihat
perkara tersebut sudah amat membahayakan, mereka bersiap-siap untuk berperang demi membela beliau. Sebagian mereka masuk
ke rumah Utsman, akan tetapi beliau Radhiyallahu ‘anhu
telah bertekad untuk tidak mengadakan perlawanan sama sekali, sehingga hal
ini mencegah mereka
untuk merealisasikan
keinginan mereka yang
mendalam untuk membela beliau Radhiyallahu ‘anhu.
Haritsah bin An-Nu'man
Radhiyallahu ‘anhu pernah datang
kepada beliau yang
dalam keadaan terkepung, seraya berkata
: "Jika anda
mau, maka kami akan berperang
membelamu".
Dan datang kepada beliau pula Al-Mughirah bin Syu'bah dan Abdullah
bin Az-Zubair, bahkan Ka'ab bin Malik
g mengerahkan orang-orang
Anshar untuk membela Utsman
Radhiyallahu ‘anhu, seraya berkata : "Wahai kaum Anshar, jadilah kalian
sebagai penolong (agama)
Allah" (2x). Maka
orang-orang Anshar pun datang
kepada Utsman dan
mereka berdiri didepan pintu
beliau. Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu pun menemui beliau, sambil berkata :
"Mereka orang-orang Anshar telah
ada didepan pintu,
jika engkau mau, maka kita adalah para penolong (agama) Allah"
(2X), namun beliau tetap menolak. Beliau berkata : "Aku
tidak membutuhkan hal
ini, tahanlah diri-diri kalian".
Hasan bin Ali
c juga mendatangi
beliau dan berkata kepada
beliau : "Apakah
perlu aku menghunuskan pedangku
?" Beliau menjawab : "Tidak, aku
berlepas diri kepada Allah
dari menumpahkan darahmu, masukkan
pedangmu dan kembalilah kerumah ayahmu !".
Pada saat para sahabat telah melihat bahwa perkaranya telah
membesar, sebagian mereka bertekad untuk
membela Utsman Radhiyallahu
‘anhu, meski tanpa meminta
pendapat beliau. Sebagian
diantara mereka masuk
kerumah Utsman dengan bersiap-siap untuk
berperang. Dan Abdullah
bin Umari Radhiyallahu ‘anhu
telah berada dirumah
beliau, dengan menghunuskan pedang serta
memakai baju perang untuk membela
Utsman Radhiyallahu ‘anhu, akan tetapi
Utsman tetap berkeinginan agar dia keluar dari
rumahnya, karena dikhawatirkan dia
akan terbunuh oleh para pendemo.
Demikian pula dengan
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu,
beliau telah menghunuskan pedang dan masuk kerumah Utsman serta
berkata : Wahai Amirul Mukminin, bolehkah aku membelamu ? Beliau menjawab
: Wahai Abu
Hurairah, apakah engkau suka
untuk membunuh semua orang ini dan aku
pula ? Beliau menjawab : Tidak. Utsman berkata : Demi Allah,
sesungguhnya jika engkau
membunuh salah satu orang saja, maka seolah-olah engkau telah
membunuh semuanya. Maka beliau pun
kembali dan tidak berperang. Didalam riwayat lain :
bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu sudah menghunuskan pedangnya hingga Utsman melarang beliau.
Abu Hurairah pun
berdiri seraya berkata
: Tidakkah kalian ingin
aku beritahu sesuatu
yang pernah didengar oleh
telingaku dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ? Mereka menjawab : Ya.
Beliau lalu berkata
: Aku bersaksi
bahwa aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : "
Akan datang setelahku
nanti berbagai fitnah dan
tragedy. Kami lalu
bertanya : Lalu bagaimana menyelamatkan
diri darinya, wahai Rasulullah ?
Beliau menjawab :
(Pergilah) kepada seorang yang amin/amanat dan tentaranya, dan beliau menunjuk
ke arah Utsman.
Orang-orang itu pun berdiri, seraya berkata
: "Mata-mata kami telah
menguatkan kami, maka ijinkan
kami untuk berjihad". Tapi
Utsman Radhiyallahu ‘anhu menjawab
: "Tetaplah kalian mentaati perintahku yaitu agar tidak
berperang".
Hasan bin Ali
dan saudaranya Husein,
Ibnu Umar, Ibnu Az-Zubeir
dan Marwan, mereka semua pergi dengan membawa persenjataan lengkap hingga masuk ke rumah Utsman. Lalu Utsman berkata
: "Hendaklah kalian kembali,
letakkan senjata dan tetaplah kalian di rumah-rumah
kalian".
Ibnu Siirin
Rahimahullahu berkata :
Ada 700 sahabat yang bersama
Utsman di rumah beliau. Oleh karena itu,
tampak jelas tuduhan dusta kepada para
sahabat Muhajirin dan Anshar
bahwa mereka tidak mau menolong Utsman Radhiyallahu ‘anhu.
Setiap riwayat yang terdapat
tuduhan tersebut, tidak
lepas dari cacat, bahkan lebih dari satu cacatnya baik dalam sanad atau
matannya.
Ketika sebagian sahabat
melihat bahwa Utsman telah bertekad untuk
menolak memerangi para pendemo/pengepung dan bahwasanya para pengepung
sudah bertekad untuk membunuh Utsman, maka mereka tidak mendapatkan
jalan untuk melindungi beliau melainkan menawarkan kepada beliau bantuan untuk bisa keluar
ke Mekah melarikan diri dari para pengepung itu.
Akan tetapi Utsman
Radhiyallahu‘anhu tetap menolak tawaran mereka.
Ada lima sebab mengapa
Utsman Radhiyallahu‘anhu tetap bersikap menolak semua tawaran diatas, padahal
beliau sangat membutuhkan bantuan dan pembelaan :
1- Demi mengamalkan wasiat Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
yang dibisikkan kepada beliau dan beliau telah menjelaskannya ketika hari
pengepungan tersebut yaitu bahwasanya sikap beliau itu adalah
untuk menepati janji kepada
Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa
Sallam.
2- Apa yang terkandung dalam ucapan beliau Radhiyallahu ‘anhu :
"Aku tidak ingin
menjadi orang pertama yang menumpahkan darah kaum muslimin sepeninggal
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa
Sallam". Maksudnya beliau tidak mau menjadi orang pertama ditengah umat ini sepeninggal Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang
menumpahkan darah kaum muslimin.
3- Beliau tahu bahwa para pemberontak itu tidak
menginginkan melainkan beliau
saja, maka beliau tidak
ingin menjadikan para
sahabat sebagai perisai. Bahkan sebaliknya, beliau lebih suka menjadi
perisai bagi kaum muslimin.
4- Beliau tahu
bahwa fitnah ini
akan berakhir dengan
terbunuhnya beliau. Yang demikian itu,
sebagaimana yang telah disabdakan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada beliau ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberi beliau kabar
gembira dengan surga karena musibah yang akan
menimpanya. Dan telah nampak tanda-tanda
yang menunjukkan bahwa waktunya sudah dekat. Dan yang menguatkan hal tersebut
pula apa yang beliau lihat dalam mimpi pada malam sebelum terbunuhnya
beliau, yaitu melihat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam
yang berkata kepada beliau
: Berbukalah bersama ku esok hari.
Beliau memahami bahwa
waktu terbunuhnya beliau telah dekat.
5- Demi mengamalkan
nasehat Abdullah bin Salam Radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan
kepada beliau : "Tahan
dan tahanlah, karena
hal itu akan menjadi hujjah
bagimu".
Tidak diragukan lagi,
bahwa beliau Radhiyallahuanhu diatas kebenaran dalam
bersikap, karena telah shahih dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa
fitnah itu akan
terjadi dan beliau
bersaksi bahwa Utsman dan para
sahabatnya berada diatas kebenaran.
Perang ketika pengepungan
Didalam riwayat yang shahih
dikisahkan bahwa empat orang dari
pemuda Quraisy dikeluarkan dari rumah Utsman dalam keadaan berlumuran
darah dan mereka membela Utsman Radhiyallahu ‘anhu. Mereka adalah Hasan bin
Ali, Abdullah bin Az-Zubair, Muhammad bin Hathib dan Marwan
bin Al-Hakam.
Pengepungan terakhir
Diakhir hari
pengepungan yaitu dihari terbunuhnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu, beliau tidur kemudian pagi harinya
mengatakan : Biarlah mereka itu membunuhku.
Lalu beliau juga
berkata : Aku melihat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam didalam mimpi, bersama
Abu Bakar dan
Umar. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda
: "Wahai Utsman, berbukalah
bersama kami". Pada pagi harinya beliaupun berpuasa dan pada hari itu pula
beliau terbunuh.
Kronologi pembunuhan
Pengepungan berlanjut hingga
pagi hari jumat, yang bertepatan dengan 12
Dzul Hijjah 35
H. Pada waktu itu Utsman
Radhiyallahu ‘anhu sedang duduk
dirumahnya bersama para
sahabat yang berjumlah banyak
sekali dan selain mereka yang ingin membela dan melindungi beliau dari kebengisan para pendemo tersebut. Dan
Utsman Radhiyallahu ‘anhu telah memeritahkan mereka untuk keluar dari rumah dan melarang mereka untuk membelanya, namun
mereka tetap berkeinginan membela beliau, seperti yang telah disebutkan.
Dan terkahir kali,
beliau dapat menjadikan mereka menerima
perintah beliau, hingga
mereka semua keluar dari
rumah dan membiarkan
beliau sendiri dengan para
pendemo itu. Tidak
ada yang tersisa dirumah melainkan Utsman dan keluarganya saja. Tidak
ada lagi seorang
pun yang menjaga Utsman. Lalu beliau membuka pintu rumah.
Pada saat itu beliau Radhiyallahu ‘anhu sedang berpuasa, lalu tiba-tiba masuk
seseorang yang tidak disebutkan namanya. Ketika dia melihat beliau
Radhiyallahu ‘anhu dia
berkata : "Antara
aku dan engkau adalah
kitabullah", kemudian dia
keluar dan meninggalkan Utsman. Tidak berselang lama, masuk seseorang dari Bani Sadus yang dijuluki sebagahi Al- Maut Al-Aswad
(Kematian hitam), lalu
dia mencekik beliau dan cekikannya seperti tebasan
pedang. Dia berkata :
"Demi Allah, aku
tidak pernah melihat sesuatu yang lebih lembut dari
lehernya. Aku telah mencekiknya, hingga aku melihat nafasnya seperti jin yang mengalir di
tubuhnya".
Kemudian dia menebaskan pedangnya kepada beliau, dan Utsman
Radhiyallahu ‘anhu pun menangkisnya dengan tangan beliau, hingga terputus. Lalu
Utsman berkata :
"Demi Allah, ini adalah tangan yang
pertama kali menuliskan
ayat-ayat Al-Qur'an". Yang demikian
itu, karena beliau
termasuk para penulis wahyu
(al-Qur'an) dan beliau termasuk orang pertama
yang menulis mushaf
dengan didekte langsung oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau terbunuh dan mushaf berada
didepan beliau.
Darah mengalir dari
potongan tangan beliau hingga mengenai mushaf yang berada didepan beliau yang sedang beliau
baca. Darah tersebut jatuh pada firman Allah :
Maka Allah akan memelihara
kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS.Al-Baqarah : 137].29
Ketika pembunuh Utsman
–orangnya hitam- telah selesai,
dia mengangkat atau membentangkan tangannya didalam
rumah, seraya berkata
: Akulah pembunuh Na'tsal.
Ruh beliau yang
suci itu pun
naik kepada Rabnya dengan penuh
keridhaan dan mengadukan kedzaliman para pelakunya.
Semoga keridhaan Allah bagi Utsman
dan semoga Allah
memasukkannya kedalam surga-Nya yang
luas bersama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam serta para
sahabat-sahabat beliau. Dan beliau wafat
pada
hari jumat pagi 12 Dzul Hijjah .
Ucapan para sahabat tentang
terbunuhnya Utsman Radhiyallahu
‘anhu
Terbunuhnya Utsman amatlah
tragis, hingga Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu setiap kali teringat akan hal itu beliau
menangis hingga terseduh-seduh.
Sa'id bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Seandainya ada orang yang ditenggelamkan didalam bumi,
maka kalian lebih berhak untuk ditenggelamkan karena perbuatan kalian terhadap
Utsman”.
Dari Abu Utsman An-Nahdhi
bahwasanya Abu Musa Al-Asy’ari
Radhiyallahu ‘anhu berkata
: “Seandainya pembunuhan terhadap Utsman itu benar maka umat ini akan memeras
susu, akan tetapi hal itu adalah
kesesatan, oleh karena itu umat Islam memeras darah”.
Ibnu Asaakir meriwayatkan dengan
sanad kepada Samurah bin
Jundub Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
“Sesungguhnya Islam dahulu dalam benteng yang kokoh, akan tetapi mereka
melubangi benteng Islam tersebut dengan pembunuhan terhadap Utsman. Mereka
menggoreskan goresan dan
tidak dapat menutupnya kembali
sampai hari kiamat. Dan penduduk Madinah dahulu memiliki kekhalifahan, tapi
mereka mengeluarkannya, dan tidak akan
mungkin kembali lagi kepada mereka.
Ibnu Katsir meriwayatkan dalam
kitab al- Bidayah wan Nihayah
dari Abu Bakrah Radhiyallahu‘anhu, beliau berkata : “Lebih
baik aku terjatuh dari langit ke bumi
dari pada aku
ikut serta dalam pembunuhan terhadap Utsman”.
Ummu Sulaim
Al-Anshariyahxberkata : “Ketika aku mendengar pembunuhan terhadap
Utsman Radhiyallahu ‘anhu (aku berkata) :
“Tidaklah mereka akan menuai
kecuali (pertumpahan) darah”.
Akibat buruk pasca terbunuhnya Utsman
Sungguh tragedi pembunuhan terhadap Utsman merupakan sebab
terjadinya banyak fitnah. Tragedi tersebut merupakan
awal munculnya fitnah ditengah
umat ini, hingga
berubahlah hati-hati manusia, nampak kedustaan dimana-mana,
mulainya penyimpangan dari Islam
baik dalam aqidah,
dan syariat. Sungguh pembunuhan terhadap Utsman merupakan sebab utama
terjadinya banyak fitnah dan karenanya
umat ini terpecah belah hingga hari ini.
Sesungguhnya kezaliman dan
kejahatan terhadap orang lain merupakan sebab kebinasaan di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman
Allah :
"Dan (penduduk) negeri telah Kami binasakan ketika mereka
berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan
waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.”[QS.Al-Kahfi : 59]
Sesungguhnya orang yang mengamati keadaan
para pemberontak Utsman Radhiyallahu ‘anhu, dia akan mendapati bahwasanya
Allah tidak membiarkan mereka begitu saja, namun Dia
menghinakan dan merendahkan mereka
serta mengadzab mereka dan tidak seorang
pun dari mereka yang selamat. [Tamat]
No comments:
Post a Comment