Tuesday, December 1, 2015

Utsman bin 'Affan bin Abil 'Ash bin Umayyah bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qusyai bin Kilab



MUQADDIMAH


Saya  menulis  makalah  ini  dalam  rangka pembelaan  terhadap  perisai  agama  yang diperankan oleh para  sahabat  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa Sallam, agar ajaran  agama ini tetap suci dan bersih, seperti    yang    telah     diajarkan     oleh    Rasulullah Shallallahu   ‘alaihi    wa   Sallam   kepada   kita.   Nabi Shallallahu   ‘alaihi    wa   Sallam   bersabda    :    "Saya tinggalkan kalian diatas Islam yang putih bersih, malamnya seperti siangnya, tidaklah yang menyimpang darinya kecuali akan binasa".

Sesungguhnya diantara  prinsip Ahlussunnah  wal jama'ah adalah selamatnya hati dan lisan mereka terhadap  para  sahabat  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana yang telah Allah sifati  mereka dalam firman-Nya :

"Dan  orang-orang  yang datang sesudah  mereka (Muhajirin   dan  Anshar),  mereka  berdoa:  "Ya   Tuhan kami, beri   ampunlah  kami dan  saudara-saudara  kami yang  telah   beriman   lebih   dahulu   dari   kami,   dan janganlah  Engkau membiarkan kedengkian  dalam hati kami  terhadap  orang-orang  yang  beriman; Ya  Tuhan kami,  sesungguhnya   Engkau  Maha   Penyantun  lagi Maha Penyayang"." [QS. Al-Hasyr : 10]

Dan  untuk   mengikuti  Nabi  Shallallahu   ‘alaihi   wa Sallam,  yang  telah   bersabda   :    "Janganlah   kalian mencaci   para   sahabatku.  Demi    jiwaku   yang   ada ditangan-Nya, seandainya seseorang diantara kalian menginfakkan  satu  gunung uhud  emas,  hal   itu   tidak sebanding dengan satu mud atau bahkan setengah mud mereka." (HR. Bukhari dan Muslim)

Mereka (Ahlussunnah) mengetahui, bahwa Allah telah  menjaga agama ini dengan sahabat  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang telah membawakan Islam  ini  sampai  kepada  kita,  melalui  generasi  ke generasi   seperti   yang   telah   mereka   pelajari   dari Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa  Sallam.  Oleh karenanya, Imam Abu Zur'ah Rahimahullahu berkata : "Apabila  anda  melihat  ada  seseorang  yang  mencaci maki seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,  maka   ketahuilah   dia   dalah   zindiq.  Yang demikian itu, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah benar dan Al-Qur'an  itu benar menurut kami.  Dan  sesungguhnya   yang  membawa  Al-Qur'an dan sunnah sampai kepada kami adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Mereka (yang mencaci maki sahabat) ingin mengugurkan para saksi kita   untuk   membatalkan  Al-Qur'an    dan   sunnah. Padahal  celaan  itu  lebih  layak  untuk   mereka  dan mereka adalah orang-orang zindik." (Minhajus Sunnah
1/18 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).

Mencintai para  sahabat  adalah  keimanan  dan membenci mereka adalah kekafiran, kemunafikan dan "Orang-orang  yang terdahulu  lagi yang  pertama-tama (masuk  Islam)   di  antara   orang-orang  muhajirin  dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada  Allah  dan   Allah  menyediakan   bagi  mereka surga-surga  yang mengalir sungai-sungai  di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar."  [QS. At-Taubah : 100]

Dan Allah juga berfirman :

"Muhammad itu  adalah  utusan Allah dan  orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang- orang  kafir,  tetapi  berkasih  sayang  sesama  mereka, kamu  lihat mereka  ruku` dan  sujud  mencari  karunia Allah dan  keridhaan-Nya, tanda-tanda  mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat- sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,     yaitu     seperti    tanaman    yang    mengeluarkan tunasnya maka tunas itu  menjadikan tanaman itu  kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman  itu   menyenangkan  hati  penanam- penanamnya karena Allah hendak  menjengkelkan  hati orang-orang  kafir  (dengan  kekuatan  orang-orang mu'min).  Allah menjanjikan  kepada orang-orang  yang beriman dan  mengerjakan amal  yang saleh  di  antara mereka ampunan dan pahala  yang besar." [QS.  Al-Fath: 29]

Nabi Shallallahu  ‘alaihi  wa Sallam  bersabda  tentang mereka (para  sahabat)  :  "Sebaik-baik  umatku adalah generasi yang saya diutus kepada mereka" (HR. Muslim
4/1963-1964)

Orang-orang orientalis dan yang sebelum mereka dari kalangan Rafidhah berusaha untuk menyebarkan riwayat-riwayat yang batil yang merendahkan martabat para sahabat  yang mulia dan mengotori sejarah umat Islam yang berharga.  Mereka menggambarkan  sejarah para sahabat itu penuh dengan perebutan kekuasaan dan kepemimpinan. Oleh karenanya, wajib untuk  kita berhati-hati dari setiap orang Rafidhah yang dusta, orientalis yang hasad,  sekuler yang ingkar dan setiap yang berjalan diatas jalan mereka.

Maka   wajib   untuk     ditegakkan    pembelaan terhadap  sejarah  kita  ini  dan  bantahan   terhadap metode para  pendusta  dan  para  penyeleweng. Dan bantahan ini tentunya dengan panah-panah kebenaran yang ilmiyah yang dipenuhi  dengan  bukti-bukti  yang jelas serta dalil-dalil yang kuat.

Saya menulis  kalimat  demi kalimat  ini,  hanya untuk  mengharapkan keridhoan dan ampunan  Allah semata. Dan semoga Allah mengumpulkanku pada hari kiamat bersama para sahabat  Rasulullah Shallallahu‘alaihi  wa Sallam. Ya Allah,  sesungguhnya aku benar-benar  mencintai  para  sahabat   nabi-Mu  Shallallahu‘alaihi wa Sallam dengan sebenar-benarnya  kecintaan, maka  kumpulkanlah  diriku  bersama  salah  seorang dari mereka pada hari yang sangat menakutkan. Sesungguhnya   Engkau   mengetahui   bahwa   diriku tidaklah   mencintai   mereka   melainkan   karena-Mu, wahai Dzat Yang Maha kasih dan Sayang.





Biografi Singkat
Nama beliau adalah  Utsman bin 'Affan bin  Abil 'Ash  bin Umayyah bin Abdisy  Syams bin Abdi   Manaf bin   Qusyai   bin   Kilab.  Beliau  menisbatkan  dirinya kepada  bani  Umayyah, salah  satu  kabilah  Quraisy. Beliau dilahirkan di  Mekah enam tahun  setelah tahun gajah, menurut pendapat yang shahih. Beliau tumbuh diatas  akhlak  yang  mulia  dan  perangai  yang  baik. Beliau sangat  pemalu, bersih jiwa dan  suci lisannya, sangat sopan santun, pendiam dan tidak pernah menyakiti orang  lain.  Beliau suka  ketenangan  dan tidak  suka  keramaian/kegaduhan,   perselisihan, teriakan    keras.    Dan   beliau   rela   mengorbankan nyawanya demi untuk  menjauhi hal-hal tersebut. Dan karena kebaikan akhlak dan mu'amalahnya, beliau dicintai   oleh   Quraisy,   hingga   merekapun menjadikannya sebagai perumpamaan.  Dari sini Imam Asy-Sya'bi   mengatakan   :    "Dahulu   Utsman   sangat dicintai  oleh  orang-orang  Quraisy,  mereka menjadikannya sebagai suri taudalan, mereka memuliakannya.  Sampai-sampai  para  ibu  dari kalangan orang-orang Arab, jika menghibur  anaknya, dia mengatakan :

Demi  Allah yang Maha Penyayang, aku mencintaimu seperti kecintaan Quraisy kepada Utsman

Utsman bin 'Affan Radhiyallahu ‘anhu hidup ditengah  orang-orang  musyrikin  Quraisy  yang menyembah berhala-berhala, namun beliau tidak menyukai kesyirikan, animisme/dinamisme serta adat- istiadat yang kotor.

Beliau menjauhi segala bentuk kotoron jahiliyah yang mereka  lakukan,  beliau  tidak  pernah  berzina, membunuh, ataupun meminum  khamer.  Ketika Allah memerintahkan  Rasul-Nya untuk  berdakwah di  jalan Allah, dan Abu Bakar sudah  masuk  Islam, beliaupun pergi mendatangi Utsman c mengajaknya masuk Islam. Utsman pun  seketika itu langsung menerima ajakan untuk   masuk   Islam  dan  beliau  mengucapkan   dua kalimat syahadat. Hal ini dikarenakan,  agama ini mengajak kepada tauhid, membasmi kesyirikan, didalamnya terdapat  seruan  untuk  berakhlak  yang mulia  dan  berperangai yang baik.  Utsman  akhirnya beriman  kepada  agama  yang lurus  ini dan  beriman kepada   Rasul-Nya  Shallallahu   ‘alaihi    wa   Sallam, karena beliau mengenal betul kejujuran, amanah, dan kemuliaan  akhlak  Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa Sallam. Beliaupun menjadi orang-orang yang terdahulu lagi pertama masuk Islam.

Akan   tetapi,  kaum  beliau  tidak  membiarkan begitu saja, bahkan  mereka menyakiti dan menyiksa beliau bersama  orang-orang beriman lainnya. Orang- orang Quraisy mengancam dan menguji (kekuatan) agama mereka, untuk  mengembalikan mereka dari menyembah    Allah    kepada   penyembahan   kepada berhal-berhala. Ketika bertambah penyiksaan, penganiayaan  dan   gangguan  mereka  serta   usaha

mereka untuk  menghalangi mereka dari Islam, maka mereka pun hijrah ke  negri Habasyah (Ethopia).  Dan diantara  pelopor hijrah  tersebut  adalah  Utsman  bin
'Affan   Radhiyallahu   ‘anhu    dan   istri   beliau   yaitu Ruqayyah Radhiyallahu ‘anhabinti Nabi Muhammad Shallallahu  ‘alaihi   wa  Sallam.  Beliaupun   terhitung sebagai orang pertama yang berhijrah dari umat Islam ini.

Beliau hijrah dan meninggalkan negri serta keluarganya demi berpegang dengan agama dan aqidahnya. Hal ini menunjukkan  akan  kuatnya keimanan, keyakinan dan  keterikatan  beliau dengan Allah Subhanahu  wa Ta’ala serta hari akhir.

Beliau  rela      hidup     dalam            keterasingan, kehilangan        mata    pencaharian (perdagangan), kedudukan  ditengah masyarakat  serta  kewibawaan.

Beliau  pindah   kenegri  orang  lain  demi  Allah   dan dijalan  Allah,   bukan  untuk   berdagang  dan mendapatkan keuntungan  materi, namun  semuanya untuk  perdagangan akhirat  serta  meraih surga  dan diselamatkan dari api neraka.

Kemudian ketika tersebar berita akan Islamnya penduduk   Mekkah  dan   sampai  berita  ini  kepada mereka  di   Habasyah,  mereka  pun  kembali  hingga ketika   telah   mendekat   ke    kota   Mekkah,   mereka akhirnya sadar bahwa berita tersebut tidaklah benar. Tapi,  mereka   tetap   masuk   kota   Mekkah   dengan jaminan keamanan dari sebagian penduduk  Mekkah. Diantara  yang kembali tersebut  adalah  Utsman  bin
'Affan dan istri beliau Ruqayyah Radhiyallahu ‘anha.

Utsman   kembali   menetap   di     Mekkah   dan kembali mendapatkan  gangguan  dan  penganiayaan dari orang-orang Mekkah. Tapi hal tersebut  tidak membuatnya  lari  dari  agamanya,  hingga  Nabi Shallallahu   ‘alaihi    wa   Sallam   berhijrah    ke     kota Madinah An-Nabawiyah bersama para sahabatnya dan beliau pun ikut serta berhijrah. Dan Utsman termasuk orang  yang berhijrah  dua  kali.  Hal ini diriwayatkan oleh  Imam  Bukhari  dalam  Shahihnya   (Fathul   Bari 7/363).

Beliaupun tegar  dengan keimanannya,  bahkan semakin hari semakin bertambah keimanan beliau. Beliau  tinggal  di   kota  Madinah, dan  tidaklah  beliau meninggalkannya   sejenak   melainkan   beliau   ingin segera  kembali  kepangkuannya.   Telah  dishahihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullahu bahwasanya beliau tidak berpamitan kepada istri-istri beliau  ketika keluar dari Mekkah -melainkan pada saat beliau sudah naik   kendaraan-   dan   beliau   percepat   keluarnya, karena  khawatir  tidak  bisa  berhijrah.  (Fathul   Bari
2/571)

Beliau  memiliki  kedudukan   yang  tinggi  disisi Nabi  Shallallahu    ‘alaihi   wa  Sallam,   dan   hal   ini diketahui oleh para sahabat g Dari sinilah Ibnu Umari Radhiyallahu  ‘anhu  berkata  :   "Dahulu  pada  zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kita meyakini bahwa tidak ada yang lebih utama dari Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian kami biarkan selanjutnya   kepada  para   sahabat   Nabi  Shallallahu‘alaihi  wa Sallam.”  Diriwayatkan oleh Bukhari  dalam Al-Jami' Ash-Shahih bersama Fathul Bari (7/53-54).

Diantara  yang menunjukkan  akan  kedudukan Utsman  Radhiyallahu  ‘anhu   disisi  Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah kisah beliau ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam duduk ditempat yang ada airnya,  yang  mana  tersingkap  kedua  lutut   beliau. Ketika utsman masuk, beliapun menutupinya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al-Jami' Ash- Shahih bersama Fathul Bari (7/53).

Pernah suatu  saat beliau Shallallahu ‘alaihi  wa Sallam bertelekan  di  rumah Aisyah  xdalam  keadaan tersingkap   kedua   paha   atau   betis  beliau.  Lalu  Abu Bakar   dan   Umar  minta   izin  untuk   masuk   dan beliaupun mengizinkan, sedangkan beliau tetap dalam keadaan  tersingkap  kedua  paha  beliau.  Kemudian datang Utsman meminta izin untuk  masuk, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam duduk dan membetulkan pakaian  beliau. Maka Aisyah  bertanya kepada beliau tentang hal tersebut, dan beliau menjawab : "Tidakkah aku malu kepada orang yang malaikat saja malu kepadanya". Diriwayatkan oleh Imam Muslim (4/1866).

Tidak cukup Utsman Radhiyallahu ‘anhu melaksanakan  kewajiban-kewajiban Islam  seperti sholat, puasa, membayar zakat, bahkan beliau menyerahkan segala-galanya untuk  menyebarkan Islam,  dan  menolong kaum  muslimin.  Pada  zaman Rosul  beliau  menginfakkan  kebanyakan dari   hartanya   untuk    menolong  Islam   dan   kaum muslimin.

Diantara hal tersebut, ketika kaum muhajirin datang ke   kota Madinah, tidak ada air tawar  (untuk diminum) selain sumur  yang dinamakan Ruumah, sedangkan waktu itu kaum  muslimin tidak memiliki harta.    Maka   Nabi   Shallallahu   ‘alaihi    wa   Sallam bersabda :”Barangsiapa  yang membeli sumur Ruumah, akan dijadikan timbanya dengan timba kaum muslimin yang lebih baik darinya di Surga. Utsman Radhiyallahu‘anhu pun membelinya dari hartanya sendiri.”1

Diantaranya  juga,  pada  waktu  perang  Tabuk, ketika Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa Sallam  bersiap-siap untuk  berangkat perang, mereka kekurangan  bekal. Maka  beliau  bersabda   :”Barangsiapa  yang  memberi bekal kepada pasukan (perang Tabuk)  yang kesulitan, maka baginya  surga”.  Ketika Utsman  mendengar  hal tersebut       dan   beliau   memang   punya   harta    –, beliaupun  membekali mereka.  Beliau datang  dengan membawa  seribu   dinar   lalu   beliau   tuangkan   di pangkuan  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membolak-balikkannya dengan tangan beliau, seraya mengatakan :”Tidak akan memudharatkan   Utsman    bin    Affan   apa    yang   dia lakukan setelah hari ini”. Beliau mengulang-ngulangi berkali-kali.2

Beliau ikut bersama  Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa Sallam dalam  semua  peperangan  dan  tidak  pernah ketinggalan, kecuali  karena  ada  perintah  dari  Nabi Shallallahu  ‘alaihi   wa  Sallam  pada   waktu   perang Badar.   Nabi  Shallallahu   ‘alaihi   wa  Sallam memerintahkan  beliau agar tetap  tinggal di  Madinah untuk  merawat3  istri beliau Ruqayyah binti Nabi Shallallahu ‘alaihi  wa Sallam dan  beliau tetap  diberi bagian dari ghanimah dan pahala. Beliaupun melaksanakan perintah dan tetap tinggal di  Madinah untuk   merawat    istri    beliau.    Ketika   istri    beliau meninggal dunia  dan beliau keluar untuk memakamkannya,   datang   seorang   pemberi   kabar tentang kemenangan kaum muslimin di perang Badar.

Ketika   Nabi   Shallallahu    ‘alaihi    wa    Sallam kembali,  beliau  menikahkanya  dengan  saudari Ruqayyah,    yaitu    Ummu    Kultsum      Radhiyallahu‘anha. Oleh   karenanya,   beliau  digelari dengan  Dzun Nurain (yang memiliki dua cahaya).4

Senantiasa  Utsman zdalam keadaan  seperti itu sepanjang   kehidupan   Nabi  Shallallahu   ‘alaihi   wa Sallam. Dan Nabi Shallallahu  ‘alaihi  wa Sallam  telah mengabarkan beliau dan selainnya dari para sahabat gberulang-ulang bahwa akan terjadi fitnah yang akan menimpa Utsman dan para sahabat beliau yang berada diatas  kebenaran.   Dan  Nabi Shallallahu  ‘alaihi   wa Sallam    mengisyaratkan untuk  mengikuti beliau (Utsman) ketika terjadi fitnah.

Diantara  yang  shohih  dari  beliau  Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang hal ini adalah apa yang diriwayatkan  oleh  Abdullah   bin  Umari  Radhiyallahu‘anhu,  beliau  berkata  :   Rasulullah n  menyebutkan adanya fitnah. Lalu ada seseorang yang lewat dan Nabi berkata :”Orang  yang memakai penutup muka ini  akan terbunuh  pada   saat   itu.”      Abdullah     bin    Umar mengatakan :”Aku melihat (orang tersebut) adalah Utsman bin Affan.”5

Ka’ab  bin Murrah al-Bahzizmeriwayatkan kisah yang   serupa    dengan   yang   diatas.    Beliau   telah mendengar Rasulullah n menyebutkan tentang fitnah, lalu tiba-tiba Utsman datang dalam keadaan memakai penutup muka dan beliau mengisyaratkan kepada Utsman,    seraya    berkata    :”Orang    ini     dan   para sahabatnya diatas kebenaran dan petunjuk.”

Baik kedua  riwayat ini untuk  satu  kisah  atau dua, semuanya mengabarkan bahwa Nabi Shallallahu‘alaihi  wa  Sallam     menjelaskan  akan   terbunuhnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu dalam fitnah. Dan riwayat Ka’ab  menambahkan  bahwa  beliau  dan  para sahabatnya  diatas kebenaran ketika terjadinya fitnah ini.

Diantara yang menunjukkkan bahwa Ka’ab  ingin mengetahui lebih jelas siapa orang yang dimaksud oleh Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa Sallam. Maka dia pun mendatangi  orang  tersebut   dan  memegangi kedua pundaknya ternyata dia adalah Utsman bin Affan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyambutnya.  Ka’ab mengatakan :  Apakah  ini  orangnya ?  Nabi Shallallahu‘alaihi wa Sallam berkata kepadanya  :

meminta     izin     kepada     Utsman     pada     waktu pengepungan (terhadap rumah beliau) untuk berbicara kepada  beliau.  Ketika beliau  mengizinkannya,  beliau (Abu  Hurairah)  berdiri dan  memuji Allah  kemudian berkata :”Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah n bersabda :”Sesungguhnya kalian akan menemui sepeninggalku fitnah dan  perselisihan.  Salah  seorang mengatakan : Apa yang  kita lakukan, ya Rasulullah ? Beliau  menjawab,  wajib  bagi kalian  bersama  al-Amin dan para sahabat-sahabat beliau. Dan beliau menunjuk kepada Utsman.

Diantaranya  pula,  apa  yang  telah  ditentukan Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa Sallam tentang  waktu terjadinya  fitnah  tersebut,  seperti  yang diriwayatkan oleh Abdullah  bin Mas’ud  dari Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa  Sallam,  beliau  bersabda  :”Poros  Islam  berputar pada 35  atau 36  atau 37  ......”

Dan  Allah   berkehendak  hal  itu  terjadi  pada tahun 35  H dengan dinyalakannya fitnah hingga terbunuhnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu .

Dan diataranya   juga, apa yang disamakan oleh Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa Sallam dari fitnah tersebut dengan  fitnah  Dajjal,  dari  segi  banyaknya  manusia yang   tertarik   dengannya.   Dan   barangsiapa    yang selamat dari keduanya maka dia akan selamat.

Yang  demikian  itu,  seperti  yang  diriwayatkan oleh Abdullah  bin Hawalah Radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu  ‘alaihi   wa  Sallam,  beliau  bersabda : ”Barangsiapa yang selamat dari 3  hal, maka dia akan selamat -3 kali diulang oleh  Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa Sallam     yaitu   :   wafatku,   Dajjal   dan  terbunuhnya seorang khalifah yang bersabar  diatas  kebenaran dan dia pasrah”.

Telah diketahui,  bahwa khalifah  yang terbunuh dalam keadaan bersabar diatas kebenaran dan pasrah untuk dibunuh adalah Utsman bin Affan Radhiyallahu‘anhu .

Semua  tanda-tanda  menunjukkan  bahwa kholifah   yang  dimaksud   oleh  hadits  diatas  adalah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu .

Dalam hadits  ini  –wallahu a’lam    ada  isyarat besar  tentang  pentingnya  menyelamatkan  diri  dari fitnah  ini, baik secara  fisik maupun maknawi. Adapun secara   fisik  ada  pada  waktu  terjadinya fitnah,  dari menggerakkan,   mengumpulkan   (massa)    dan membunuh  serta  yang lainnya. Adapun  secara maknawi,  maka  terjadi  setelah  fitnah  dengan tenggelam dalam kebatilan serta  berbicara tanpa haq. Maka hadits  ini umum  untuk  umat  ini, dan  bukan khusus   bagi  yang  hidup  dizaman  fitnah   tersebut. Wallahu a’lam.

Diantara  hadits-hadits   yang  telah  dikabarkan oleh   Nabi   Shallallahu    ‘alaihi    wa   Sallam   tentang terjadinya pembunuhan  terhadap  Utsman  bin  Affan adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu  ‘anhu      bahwasannya   Nabi Shallallahu‘alaihi    wa   Sallam   memerintahkan    beliau   untuk memberi kabar gembira kepada Utsman dengan surga karena musibah yang akan menimpanya.

Dan apa yang diriwayatkan oleh Anas  bin Malik
Radhiyallahu  ‘anhu  ,  bahwasannya  Nabi Shallallahu
‘alaihi  wa  Sallam  pernah  suatu  hari  berada  diatas gunung Uhud dan bersama beliau Abu Bakar, Umar, Utsman.  Maka gunung  tersebut  bergetar,  lalu  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :”Tenanglah (engkau)  wahai  Uhud,  tidaklah  yang  diatasmu melainkan   seorang   Nabi,   shiddiq   dan    dua    orang syahid”

Nabi dan  shiddiq  sudah   diketahui,  dan  tidak tersisa bagi Umar dan Utsman cmelainkan sifat ketiga yaitu syahid. Inilah persaksian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa  Sallam  yang  amat  jelas  kepada  Utsman Radhiyallahu ‘anhu    bahwa beliau akan terbunuh (syahid)  di   jalan  Allah.  Dan  persaksian  ini  terulang kembali dalam waktu yang lain dan  di  gunung yang lain yaitu Hira’.

Abu Hurairahzmeriwayatkan bahwasannya  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah suatu hari berada diatas (gua) Hira’ bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,  Thalhah  dan  Zubair, maka bergerak batu  besar, lalu   Nabi  Shallallahu   ‘alaihi    wa   Sallam   bersabda :”Tenanglah, tidaklah diatasmu  melainkan seorang Nabi atau shiddiq atau syahid”.13

Dan apa yang beliau sabdakan telah terjadi, sungguh Umar, Utsman, Ali, Thalhah dan Zubair meninggal dalam keadaan syahid.

Nabi Shallallahu  ‘alaihi  wa  Sallam  mengetahui akan terjadinya fitnah  ini –  dengan kabar  dari Allah kepada beliau –  dan karena kecintaan beliau kepada Utsman   Radhiyallahu  ‘anhu   serta  antusias   beliau untuk memberikan kemaslahatan bagi umat ini setelah beliau,  beliaupun   mendo’akan   Utsman   dan mengabarkan  kepadanya  dengan hal-hal  yang berkaitan dengan fitnah ini yang berakhir dengan terbunuhnya  beliau. Dan Nabi Shallallahu  ‘alaihi  wa Sallam bersemangat untuk  merahasiakan  kabar  ini, hingga   hal   tersebut    tidak   sampai   kepada   kita melainkan apa yang telah dikatakan oleh Utsman Radhiyallahu   ‘anhu    ketika   terjadi   fitnah,    ketika dikatakan  kepadanya  :  Mengapa engkau  tidak memerangi ?

Beliau mengatakan : Tidak, sesungguhnya Rasulullah  n  telah  mengambil sumpah  dariku  dan sesungguhnya aku bersabar atas hal ini.

Dan yang nampak dari sabda beliau ini, bahwasannya  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjelaskan  kepada  beliau sikap  yang benar  ketika terjadi   fitnah.    Yang    demikian  itu,   dalam   rangka mengambil  sikap  dari  beliau  Shallallahu  ‘alaihi   wa
Sallam ketika terjadi fitnah.

Didalam sebagian riwayat, ada  tambahan  yang lebih menyingkap akan rahasia dibalik ini yaitu, bahwasanya    Nabi   Shallallahu    ‘alaihi    wa    Sallam bersabda kepada Utsman :  ”Jika mereka memintamu untuk   melepas  pakaian  (kekhalifahan)   yang   Allah berikan kepadamu, maka jangan engkau lakukan”.

Dan  hal  tersebut,  tidak  menunjukkan  bahwa Nabi Shallallahu  ‘alaihi  wa Sallam telah  memberikan wasiat tentang kekhalifahan  atau yang lainnya, seperti yang diyakini oleh orang-orang Rafidhah terhadap Aliz. Tapi  isi  dari   wasiat   beliau   yang  disebutkan    oleh Utsman  Radhiyallahu  ‘anhu  hanyalah  berkaitan dengan fitnah  dan wasiat untuk  bersabar serta tidak bolehnya beliau melepaskan (kekhalifahannya).

Sesungguhnya beliau akan terbunuh dalam keadaan  terdzalimi ketika terjadinya fitnah  pada saat kekhalifahannya.   Beliau  bersama  para   sahabatnya diatas kebenaran  pada saat  itu dan  Nabi Shallallahu‘alaihi wa Sallam mewasiatkan untuk  mengikuti beliau ketika terjadinya fitnah  ini. Sesungguhnya  ini adalah kabar  berita yang khusus  bagi Utsman  Radhiyallahu‘anhu   dan  yang  menggembirakan  beliau,  sekaligus membuat   beliau   goncang,  kapan   dan   bagaimana kejadian itu ?

Utsman Radhiyallahu ‘anhu adalah seorang yang berakal,  -   pemalu  bahkan   sangat  pemalu     tidak Pernah    beliau   merebut   kekuasaan,    baik   dikala Jahiliyah ataupun di  waktu Islam. Beliau tidak pernah merebut kekuasaan  para  pembesar  kota Mekah dan tidak pernah rakus akan kepemimpinan. Karena sesungguhnya    perangai   dan   tabiat    beliau   tidak menyukai  hal  tersebut.   Meskipun  demikian,  beliau akan  menjadi pemimpin –  meski beliau  tidak menyukainya -. Tidaklah kabar berita (dari Nabi Shallallahu  ‘alaihi   wa  Sallam   tersebut)   mendorong beliau untuk  mengejar kekhalifahan. Beliau tidak merebutnya  sepeninggal Rasul Shallallahu  ‘alaihi  wa Sallam dan  tidak mengajukan diri dengan membawa dalil-dalil  tersebut   bahwa   beliau   berhak   menjadi khalifah    dengan  rekomendasi  dari Nabi Shallallahu‘alaihi   wa  Sallam  -.  Bahkan  beliau  membaiat  Abu Bakar ash-Shidiq kemudian Umari Radhiyallahu ‘anhu bersama kaum muslimin, karena beliau tahu akan keutamaan keduanya diatas beliau dan keduanya lebih berhak untuk  menjadi khalifah  sebelum  beliau  dan masih belum waktunya bagi beliau (untuk menjadi khalifah).

Beliau melewati hari-hari kekhalifahan keduanya dalam keadaan baik-baik saja, hingga terbunuhnya khalifah kedua Umar bin Khattab oleh seorang Majusi yang hasad/dengki.

Beliau memegang kekhalifahan  (setelah  itu) dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh keimanan. Apabila  berdiri disamping kuburan,  beliau menangis hingga membasahi  jenggot beliau.  Dikatakan  kepada beliau  :  engkau  mengingat surga  tapi  engkau  tidak menangis  !  Apakah  engkau  menangis  karena  ini  ? Beliau  menjawab  :   Sesungguhnya  Rasulullah Shallallahu  ‘alaihi   wa   Sallam   bersabda   :”Kuburan adalah  awal  kampung akhirat,  jika (seorang)  selamat darinya, maka setelahnya akan  lebih mudah, dan  jika tidak selamat darinya maka setelahnya akan lebih susah.”  Dan beliau memperpanjang  sholat tahajudnya.”

Barangkali beliau telah memperkirakan dekatnya kabar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut, sehingga   beliaupun   sangat   lemah   lembut   dalam mengatur rakyatnya dan sangat toleransi dalam bermuamalah dengan mereka, dalam rangka menjauhi fitnah   dan   meminimalkan  hal  tersebut   jika  telah terjadi,  karena  fitnah  tersebut  pasti  terjadi,  karena Nabi  Shallallahu   ‘alaihi   wa   Sallam   telah mengabarkannya.

Beliauzberjalan diatas  hal  demikian  sepanjang kekhalifahan   beliau.  Meskipun  demikian,  apa  yang telah   disabdakan   oleh  Nabi  Shallallahu   ‘alaihi   wa Sallam benar adanya dan terjadi fitnah yang ditunggu tersebut.

Meskipun bisa dipahami bahwa hadits-hadits  ini (menunjukkan)  bahwa  beliau akan  menjadi khalifah pada suatu  hari nanti. Yang  nampak,  bahwa disana ada  wasiat-wasiat dan  petunjuk-petunjuk  yang berkaitan dengan fitnah  ini yang hanya diketahui oleh Utsman Radhiyallahu ‘anhu  saja. Yang  demikian  itu, dalam  rangka  penjagaan  Nabi Shallallahu  ‘alaihi  wa Sallam  terhadap  rahasia  ini.  Diantara  yang menunjukkan  hal  tersebut,  bahwa  beliau memerintahkan ‘Aisyah untuk pergi ketika beliau ingin berbicara  empat  mata  dengan  Utsman  Radhiyallahu‘anhu . Sebagaimana beliau juga memberitahukan kepada Utsman secara rahasia/pelan-pelan, meskipun tempat tersebut tidak ada orang lain selain keduanya, hingga  berubah  wajah  beliau.  Hal ini  menunjukkan bahwa rahasia ini sangatlah besar. Dan ketika ‘Aisyah mengkaitkan  rahasia  ini  dengan  fitnah,   ini menunjukkan    bahwa   rahasia    tersebut    berkaitan dengan     fitnah      terbunuhnya      beliau.     Hal     ini dikarenakan beliauxmendengar sebagian dari masalah fitnah ini. Diantaranya beliau xmengatakan : Aku tidak menghafal  dari  ucapan  beliau  kecuali  hanya  sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :” Jika mereka memintamu  untuk  engkau  melepas  pakaian (kekhalifahan) yang diberikan oleh  Allah, maka  jangan engkau ikuti.”

Ini adalah dalil bahwa rahasia  ini berisikan petunjuk-petunjuk   dari  Nabi  Shallallahu   ‘alaihi   wa Sallam  untuk   Utsman,  agar  beliau  dapat  bersikap dengan   sikap   yang   benar   ketika   terjadi   kudeta terhadap beliau.

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak mencukupkan  hanya  dengan mengkabarkan  tentang terjadinya  fitnah,  namun  beliau mengumumkan  hal tersebut,  seperti yang telah berlalu. Dirahasiakannya hal ini menunjukkan  bahwa dibalik hal tersebut  ada tambahan yang lain dari hanya sekedar pemberitahuan terjadinya  fitnah.   Dan   beliau   bersungguh-sungguh untuk  menjaga rahasia  tersebut  karena ada hikmah yang mengharuskannya  – wallahu a’lam -.

Hadits ini mentafsirkan kepada kita dengan jelas sebab tidak maunya Utsman untuk  memerangi (para pemberontak) ketika terjadinya pengepungan. Sebagaimana hadits tersebut mentafsirkan kepada kita sebab penolakan beliau untuk turun dari kekhalifahan, ketika sebagian orang menginginkan hal tersebut.

Dua sikap (Utsman Radhiyallahu ‘anhu ) ini dipertanyakan  oleh para  peneliti tentang  sebab  yang membuat Utsman bersikap demikian.

Ini semua bisa masuk kedalam hati untuk  lebih berhati-hati dan menjaga (lisan) ketika membicarakan tentang sikap-sikap Utsman Radhiyallahu ‘anhu ketika terjadinya pengepungan. Karena  bisa jadi sikap-sikap tersebut berdasarkan nasehat-nasehat dan petunjuk- petunjuk  Nabi Shallallahu  ‘alaihi  wa Sallam.  Bahkan sebagiannya bisa  dipastikan    dari nasehat  tersebut, seperti dalam  penolakan  beliau untuk  menyerahkan kekhalifahan.

Terjadinya fitnah pembunuhan terhadap Utsman Radhiyallahu   ‘anhu    termasuk   diantara   kejadian- kejadian besar yang telah dikabarkan oleh Nabi Shallallahu  ‘alaihi   wa  Sallam,   pada   waktu   hidup beliau, bahwa hal-hal tersebut akan terjadi setelah wafatnya   beliau.   Sebagaimana  sudah   terjadi   dan sisanya pasti akan terjadi meski lama.

Tidak   diragukan    lagi   bahwa   Utsman Radhiyallahu ‘anhu setelah mendengar hadits-hadits tersebut yakin akan terjadinya pada suatu saat, meski lama.  Dan  beliau  menunggu  kejadian  tersebut  hari demi hari.

Setelah Umar bin Khaththabzditusuk (pisau) oleh seorang  majusi  yang  terlaknat   yang  bernama   Abu Lu’lu, beliau diminta untuk  memberikan kekhalifahan setelah beliau. Lalu beliau memberikan mandat kepada 6  orang dari pembesar  sahabat  dan  sekaligus yang diberi jaminan masuk  surga.  Beliau meminta kepada mereka untuk  memusyawarahkan pemilihan khalifah setelah beliau. Enam orang tersebut  adalah  Utsman bin  Affan,  Ali  bin Abi  Thalib,  Abdurrahman  bin Auf, Sa’ad   bin   Abi   Waqqash,  Zubair   bin   Awwam   dan Thalhah    bin   Ubeidillah.   Setelah   mereka bermusyawarah, mereka memutuskan untuk  memilih Utsman   bin   Affan   sebagai    khalifah.   Maka   beliau menjadi  khalifah   ar-Rasyid   ketiga.  Dalam  hal   ini Abdullah bin Mas’udzberkata :”Kami memilih khalifah dari  orang  yang  terbaik  dan  kami  tidak menuhankanya.”

Kaum muslimin pada zaman khalifah Utsman Radhiyallahu ‘anhu telah banyak membuahkan hasil. Pada zaman tersebut kaum muslimin melanjutkan penaklukan-penaklukan (terhadap  negeri-negeri kafir) di  dua arah, timur dan barat. Di  arah timur, kaum muslimin  telah  berhasil  menumpas  pemberontakan yang  terjadi  di   daerah  Persia  dan  Khurasan   (yang sekarang    terbagi menjadi 3  negara yaitu Iran, Afghanistan   dan  Turkistan)   dan  daerah  Azerbaijan yang merupakan  negara bagian Uni Soviet dahulu  dan ibukotanya Baku (ini bagian yang terbesar, adapun bagian yang terkecil mengikut kepada Iran). Dan kota yang terpenting adalah kota Tibriz.

Ditambahkan lagi, bahwa kaum  muslimin telah berhasil   menaklukan   banyak   daerah-daerah    lain semisal Tubristan  (di  utara Iran  sekarang)  dan negeri al-Kharaz yang terletak ditepi barat laut Qazwin.

Dan pada tahun 31  H raja Persia yang bernama Yazdajir   terbunuh,   hingga  runtuhlah   negara  Persia yang tidak bisa bangkit lagi.

Di    arah   barat   atau   negara  Romawi,  kaum muslimin mendapatkan banyak kemenangan juga. Sungguh  Mu’awiyah  bin  Abi  Sufyanzpenguasa  Syam telah   berhasil   memerangi   negeri   Romawi  hingga ‘Ammuriyah  (sekarang  di   Turki),  sebagaimana  beliau juga  berhasil  menaklukan  Jazirah   Qubruz  dengan pasukan     (angkatan)      lautnya     di       laut     tengah (Mediterania).

Di    arah   ini   juga,   kaum   muslimin   berhasil menumpas pemberontakan di  Mesir tepatnya  di Iskandariyah. Dan di  laut tengah pasukan  Islam dapat mengalahkan  pasukan   Romawi disuatu   peperangan yang dikenal dengan perang Dzati ash-Shuwari. Berkat kemenangan-kemenangan ini, negara Islam menjadi negara kelautan.

Khalifah  Utsman  Radhiyallahu  ‘anhu  juga memiliki jasa  yang lain  yaitu  beliau  mempersatukan kaum  muslimin  diatas  satu  mushaf,   karena dikhawatirkan akan terjadi perselisihan diantara kaum muslimin dalam  bacaan  al-Qur’an.  Beliau memerintahkan  sejumlah   sahabat   untuk   menulis mushaf  yang telah dikumpulkan  oleh Zaid bin Tsabit pada  zaman  Abu   Bakar  ash-Shidiq  dan  penulisan tersebut diteliti dengan matang. Kemudian mushaf tersebut  dibagi-bagikan/disebar   luaskan  ke    semua negeri  Islam   dan   dianggap   sebagai   mushaf   yang dijadikan rujukan, bukan yang lainnya. Dengan usaha beliau yang mulia inilah kaum muslimin bersatu diatas satu mushaf. Dan perbuatan ini terhitung suatu kebanggaan/keistimewaan  bagi Utsman  Radhiyallahu‘anhu

Ketika  Utsman   Radhiyallahu   ‘anhu   melihat  bahwa ajakan untuk berdamai dengan mereka tidak berhasil, bahkan pengepungan mereka terhadapnya semakin menjadi-jadi, beliaupun  bermusyawarah  dengan Abdullah    bin   Salamz.   Abdullah    bin   Salam   pun memberikan isyarat agar beliau menahan diri dari memerangi mereka,  agar  hal  tersebut  semakin  bisa menjadi hujjah bagi beliau di sisi Allah kelak. Abdullah bin   Salamzberkata   kepada   beliau   :    "Tahan    dan tahanlah,    karena   hal   itu   akan   menjadi   hujjah bagimu".

Dan  ketika  para  sahabat  gmenyaksikan kebengisan  orang-orang  yang mengepung  beliau  dan merekapun    mengkhawatirkan    diri   Utsman Radhiyallahu  ‘anhu,  maka  sekelompok dari  mereka mendatangi beliau serta menawarkan untuk  membela beliau, namun  Utsman  Radhiyallahu ‘anhu  menolak tawaran tersebut. Kemudian mereka mendatangi beliau untuk kedua kalinya dan menawarkan kembali dengan lebih    bersemangat     lagi,    namun     beliau     tetap menolaknya dengan sangat.  Dan ketika para sahabat melihat perkara tersebut sudah amat membahayakan, mereka bersiap-siap untuk  berperang demi membela beliau.  Sebagian mereka  masuk  ke   rumah  Utsman, akan tetapi beliau Radhiyallahu ‘anhu telah bertekad untuk tidak mengadakan perlawanan sama sekali, sehingga  hal  ini  mencegah  mereka  untuk merealisasikan   keinginan   mereka   yang   mendalam untuk membela beliau Radhiyallahu ‘anhu.

Haritsah   bin  An-Nu'man   Radhiyallahu   ‘anhu pernah  datang  kepada  beliau  yang  dalam  keadaan terkepung,  seraya  berkata  :  "Jika   anda  mau,  maka kami akan berperang membelamu".

Dan datang kepada beliau pula Al-Mughirah bin Syu'bah dan Abdullah bin Az-Zubair, bahkan Ka'ab bin Malik   g   mengerahkan   orang-orang   Anshar   untuk membela Utsman Radhiyallahu ‘anhu, seraya berkata : "Wahai kaum Anshar, jadilah kalian sebagai penolong (agama)  Allah"  (2x).   Maka  orang-orang  Anshar   pun datang  kepada  Utsman  dan  mereka berdiri didepan pintu  beliau. Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu  pun menemui beliau, sambil berkata : "Mereka  orang-orang Anshar  telah  ada  didepan  pintu,  jika engkau  mau, maka kita adalah  para penolong (agama)  Allah"  (2X), namun  beliau tetap  menolak. Beliau berkata  :  "Aku tidak    membutuhkan    hal   ini,   tahanlah    diri-diri kalian".

Hasan  bin  Ali  c   juga  mendatangi  beliau  dan berkata  kepada  beliau  :   "Apakah  perlu  aku menghunuskan pedangku ?" Beliau menjawab : "Tidak, aku  berlepas  diri kepada  Allah  dari  menumpahkan darahmu,   masukkan    pedangmu   dan   kembalilah kerumah ayahmu !".

Pada saat para sahabat telah melihat bahwa perkaranya telah membesar, sebagian mereka bertekad untuk  membela Utsman  Radhiyallahu ‘anhu,  meski tanpa  meminta  pendapat  beliau.  Sebagian  diantara mereka masuk kerumah Utsman dengan bersiap-siap untuk  berperang.  Dan  Abdullah   bin  Umari Radhiyallahu  ‘anhu   telah   berada  dirumah   beliau, dengan  menghunuskan  pedang serta  memakai baju perang untuk  membela Utsman  Radhiyallahu ‘anhu, akan tetapi Utsman tetap berkeinginan agar dia keluar dari   rumahnya,   karena   dikhawatirkan   dia   akan terbunuh oleh para pendemo.

Demikian  pula   dengan   Abu   Hurairah Radhiyallahu   ‘anhu,    beliau   telah   menghunuskan pedang dan masuk kerumah  Utsman serta  berkata : Wahai Amirul Mukminin, bolehkah aku membelamu ? Beliau  menjawab   :   Wahai   Abu   Hurairah,   apakah engkau suka untuk  membunuh semua orang ini dan aku pula ? Beliau menjawab : Tidak. Utsman berkata : Demi  Allah,   sesungguhnya  jika  engkau  membunuh salah satu orang saja, maka seolah-olah engkau telah membunuh  semuanya. Maka beliau pun kembali dan tidak  berperang.  Didalam riwayat lain  :  bahwa  Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu sudah menghunuskan pedangnya hingga Utsman melarang beliau.

Abu   Hurairah   pun   berdiri  seraya  berkata   : Tidakkah  kalian   ingin  aku  beritahu  sesuatu  yang pernah  didengar oleh telingaku dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ? Mereka menjawab : Ya. Beliau  lalu   berkata   :    Aku    bersaksi   bahwa   aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda  :  "  Akan  datang  setelahku  nanti  berbagai fitnah    dan    tragedy.    Kami   lalu   bertanya    :    Lalu bagaimana  menyelamatkan  diri  darinya,  wahai Rasulullah  ?   Beliau  menjawab   :   (Pergilah)   kepada seorang yang amin/amanat dan tentaranya, dan beliau menunjuk ke  arah Utsman.

Orang-orang itu  pun  berdiri, seraya  berkata  : "Mata-mata    kami   telah   menguatkan   kami,   maka ijinkan  kami  untuk   berjihad".   Tapi  Utsman Radhiyallahu   ‘anhu   menjawab   :    "Tetaplah    kalian mentaati perintahku yaitu agar tidak berperang".

Hasan  bin  Ali   dan  saudaranya  Husein,  Ibnu Umar,  Ibnu  Az-Zubeir  dan  Marwan, mereka  semua pergi dengan  membawa persenjataan  lengkap hingga masuk ke  rumah Utsman. Lalu Utsman  berkata  : "Hendaklah   kalian   kembali,  letakkan   senjata   dan tetaplah kalian di rumah-rumah kalian".

Ibnu  Siirin Rahimahullahu  berkata  :  Ada  700 sahabat yang bersama Utsman di  rumah beliau. Oleh karena itu, tampak jelas tuduhan  dusta kepada para sahabat  Muhajirin dan  Anshar  bahwa  mereka  tidak mau menolong Utsman Radhiyallahu ‘anhu. Setiap riwayat yang terdapat  tuduhan  tersebut,  tidak  lepas dari cacat, bahkan lebih dari satu cacatnya baik dalam sanad atau matannya.

Ketika sebagian  sahabat melihat bahwa Utsman telah bertekad untuk  menolak memerangi para pendemo/pengepung dan bahwasanya para pengepung sudah bertekad untuk membunuh Utsman, maka mereka tidak  mendapatkan  jalan  untuk  melindungi beliau melainkan menawarkan kepada beliau bantuan untuk bisa keluar ke  Mekah melarikan diri dari para pengepung  itu.   Akan    tetapi   Utsman   Radhiyallahu‘anhu tetap menolak tawaran mereka.

Ada lima sebab  mengapa Utsman Radhiyallahu‘anhu tetap bersikap menolak semua tawaran diatas, padahal beliau sangat membutuhkan bantuan dan pembelaan :

1-  Demi       mengamalkan        wasiat       Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dibisikkan kepada beliau dan beliau telah menjelaskannya ketika  hari  pengepungan  tersebut  yaitu bahwasanya sikap beliau itu adalah untuk menepati  janji  kepada  Rasulullah   Shallallahu‘alaihi wa Sallam.

2- Apa  yang  terkandung dalam ucapan  beliau Radhiyallahu ‘anhu  :  "Aku  tidak   ingin  menjadi orang pertama yang menumpahkan darah kaum muslimin   sepeninggal   Rasulullah   Shallallahu
‘alaihi  wa Sallam".  Maksudnya beliau tidak mau menjadi orang pertama ditengah umat ini sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang  menumpahkan  darah  kaum muslimin.

3-  Beliau tahu  bahwa para pemberontak itu tidak menginginkan   melainkan   beliau   saja,   maka beliau  tidak  ingin  menjadikan  para   sahabat sebagai perisai. Bahkan sebaliknya, beliau lebih suka menjadi perisai bagi kaum muslimin.

4-  Beliau  tahu   bahwa  fitnah   ini  akan  berakhir dengan terbunuhnya  beliau. Yang demikian itu, sebagaimana  yang telah  disabdakan  oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam  kepada beliau ketika Nabi Shallallahu  ‘alaihi wa Sallam memberi beliau kabar gembira dengan surga karena  musibah  yang akan  menimpanya. Dan telah  nampak  tanda-tanda  yang menunjukkan bahwa waktunya sudah dekat. Dan yang menguatkan  hal tersebut  pula apa yang beliau lihat dalam mimpi pada malam sebelum terbunuhnya beliau, yaitu melihat Rasulullah Shallallahu   ‘alaihi   wa   Sallam   yang   berkata kepada  beliau  :  Berbukalah bersama  ku  esok hari.   Beliau  memahami  bahwa  waktu terbunuhnya beliau telah dekat.

5-  Demi mengamalkan nasehat  Abdullah  bin Salam Radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan kepada beliau  :  "Tahan  dan  tahanlah,  karena  hal  itu akan menjadi hujjah bagimu".

Tidak  diragukan  lagi,  bahwa  beliau  Radhiyallahuanhu diatas kebenaran dalam bersikap, karena telah shahih  dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi  wa  Sallam bahwa  fitnah   itu  akan  terjadi  dan  beliau  bersaksi bahwa Utsman  dan  para  sahabatnya  berada  diatas kebenaran.

Perang ketika pengepungan

Didalam riwayat yang shahih  dikisahkan  bahwa empat  orang dari  pemuda  Quraisy dikeluarkan  dari rumah Utsman dalam keadaan berlumuran darah dan mereka membela Utsman Radhiyallahu ‘anhu. Mereka adalah Hasan bin Ali,  Abdullah  bin Az-Zubair, Muhammad bin Hathib dan Marwan bin Al-Hakam.



Pengepungan terakhir

Diakhir hari  pengepungan  yaitu  dihari terbunuhnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu,  beliau tidur kemudian pagi harinya mengatakan  :  Biarlah mereka itu  membunuhku.  Lalu  beliau   juga  berkata   :   Aku melihat  Nabi Shallallahu  ‘alaihi  wa  Sallam  didalam mimpi,   bersama    Abu    Bakar    dan    Umar.   Nabi Shallallahu   ‘alaihi   wa   Sallam   bersabda   :    "Wahai Utsman, berbukalah bersama kami". Pada pagi harinya beliaupun berpuasa dan pada hari itu pula beliau terbunuh.



Kronologi pembunuhan

Pengepungan berlanjut  hingga pagi hari jumat, yang bertepatan  dengan  12   Dzul  Hijjah  35   H.  Pada waktu itu Utsman Radhiyallahu ‘anhu  sedang duduk dirumahnya  bersama  para  sahabat  yang berjumlah banyak sekali dan selain mereka yang ingin membela dan melindungi beliau dari kebengisan para pendemo tersebut. Dan Utsman Radhiyallahu ‘anhu telah memeritahkan mereka untuk  keluar dari rumah  dan melarang mereka untuk membelanya, namun mereka tetap berkeinginan membela beliau, seperti yang telah disebutkan.

Dan  terkahir   kali,  beliau  dapat   menjadikan mereka  menerima  perintah   beliau,  hingga  mereka semua  keluar  dari  rumah  dan  membiarkan  beliau sendiri  dengan  para  pendemo  itu.  Tidak  ada  yang tersisa dirumah  melainkan Utsman dan  keluarganya saja.   Tidak  ada   lagi  seorang   pun   yang   menjaga Utsman.  Lalu beliau membuka  pintu rumah.

Pada saat itu beliau Radhiyallahu ‘anhu  sedang berpuasa,  lalu tiba-tiba  masuk  seseorang yang tidak disebutkan namanya. Ketika dia melihat beliau Radhiyallahu  ‘anhu  dia  berkata  :   "Antara  aku  dan engkau adalah kitabullah",  kemudian dia keluar  dan meninggalkan Utsman.  Tidak berselang lama,  masuk seseorang dari Bani Sadus  yang dijuluki sebagahi Al- Maut  Al-Aswad  (Kematian  hitam),  lalu  dia  mencekik beliau dan  cekikannya seperti  tebasan  pedang.  Dia berkata  :   "Demi   Allah,   aku  tidak  pernah  melihat sesuatu  yang lebih lembut  dari  lehernya. Aku  telah mencekiknya, hingga aku melihat nafasnya seperti jin yang mengalir di tubuhnya".

Kemudian dia menebaskan pedangnya kepada beliau, dan Utsman Radhiyallahu ‘anhu pun menangkisnya dengan tangan beliau, hingga terputus. Lalu Utsman  berkata  :  "Demi Allah, ini adalah tangan yang  pertama  kali  menuliskan  ayat-ayat  Al-Qur'an". Yang   demikian  itu,   karena  beliau  termasuk   para penulis wahyu (al-Qur'an) dan beliau termasuk orang pertama    yang   menulis    mushaf    dengan    didekte langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau terbunuh dan mushaf berada didepan beliau.

Darah  mengalir  dari  potongan  tangan   beliau hingga mengenai mushaf  yang berada didepan beliau yang sedang beliau baca. Darah tersebut  jatuh  pada firman Allah :

Maka  Allah akan  memelihara  kamu  dari  mereka. Dan Dialah Yang  Maha  Mendengar  lagi Maha  Mengetahui. [QS.Al-Baqarah : 137].29

Ketika  pembunuh   Utsman  –orangnya   hitam- telah  selesai,  dia mengangkat atau  membentangkan tangannya  didalam rumah,  seraya  berkata  :  Akulah pembunuh Na'tsal.

Ruh  beliau  yang  suci  itu  pun   naik  kepada Rabnya dengan  penuh  keridhaan  dan  mengadukan kedzaliman para  pelakunya.  Semoga keridhaan  Allah bagi  Utsman   dan   semoga   Allah    memasukkannya kedalam  surga-Nya  yang  luas  bersama  Nabi Muhammad Shallallahu  ‘alaihi  wa Sallam serta  para sahabat-sahabat  beliau. Dan beliau wafat  pada  hari jumat pagi 12  Dzul Hijjah .



Ucapan  para sahabat tentang terbunuhnya Utsman Radhiyallahu ‘anhu

Terbunuhnya   Utsman  amatlah   tragis,  hingga Abu Hurairah  Radhiyallahu ‘anhu  setiap kali teringat akan hal itu beliau menangis hingga terseduh-seduh.

Sa'id bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Seandainya  ada orang yang ditenggelamkan didalam bumi, maka kalian lebih berhak untuk ditenggelamkan karena perbuatan kalian terhadap Utsman”.

Dari Abu  Utsman  An-Nahdhi  bahwasanya  Abu Musa  Al-Asy’ari  Radhiyallahu  ‘anhu  berkata  : “Seandainya pembunuhan terhadap Utsman itu benar maka umat ini akan memeras susu, akan tetapi hal itu adalah kesesatan, oleh karena itu umat Islam memeras darah”.

Ibnu    Asaakir    meriwayatkan   dengan    sanad kepada  Samurah  bin  Jundub   Radhiyallahu  ‘anhu, beliau berkata  :  “Sesungguhnya  Islam dahulu  dalam benteng yang kokoh,  akan  tetapi  mereka  melubangi benteng Islam tersebut dengan pembunuhan terhadap Utsman.   Mereka  menggoreskan  goresan  dan   tidak dapat menutupnya  kembali sampai hari kiamat. Dan penduduk Madinah dahulu memiliki kekhalifahan, tapi mereka mengeluarkannya, dan  tidak  akan  mungkin kembali lagi kepada mereka.

Ibnu    Katsir    meriwayatkan   dalam   kitab   al- Bidayah wan Nihayah dari Abu  Bakrah Radhiyallahu‘anhu,  beliau berkata :  “Lebih  baik aku terjatuh  dari langit  ke    bumi  dari  pada  aku   ikut  serta   dalam pembunuhan terhadap Utsman”.
Ummu Sulaim  Al-Anshariyahxberkata  :  “Ketika aku mendengar pembunuhan terhadap Utsman Radhiyallahu ‘anhu  (aku  berkata) :  “Tidaklah  mereka akan menuai kecuali (pertumpahan) darah”.

Akibat buruk pasca terbunuhnya Utsman

Sungguh tragedi pembunuhan terhadap Utsman merupakan  sebab  terjadinya banyak  fitnah.  Tragedi tersebut  merupakan  awal munculnya fitnah  ditengah umat   ini,   hingga   berubahlah   hati-hati   manusia, nampak kedustaan dimana-mana, mulainya penyimpangan  dari  Islam  baik  dalam  aqidah,  dan syariat. Sungguh pembunuhan terhadap Utsman merupakan sebab utama terjadinya banyak fitnah  dan karenanya umat ini terpecah belah hingga hari ini.

Sesungguhnya  kezaliman  dan   kejahatan terhadap orang lain merupakan sebab kebinasaan  di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah :

"Dan (penduduk) negeri telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan  waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.”[QS.Al-Kahfi : 59]

Sesungguhnya  orang  yang mengamati  keadaan  para pemberontak Utsman Radhiyallahu ‘anhu, dia akan mendapati   bahwasanya   Allah    tidak   membiarkan mereka begitu saja, namun Dia menghinakan dan merendahkan  mereka serta  mengadzab mereka dan tidak seorang pun dari mereka yang selamat. [Tamat]

No comments:

Post a Comment