1. Pendekatan
Walaupun sosiologi diawal kelahirannya
pada abad ke-19 sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran yang bersifat positivistik khususnya bagi pendirinya Auguste Comte,
namun dalam pendekatannya sosiologi tidaklah absolut bersifat kuantitatif, melainkan juga
dapat menggunakan pendekatan kualitatif (Soekanto, 1986: 36).
Dalam pendekatan kuantitatif, sosiologi mengutamakan bahan, keterangan- keterangan dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang ditelitinya dapat
diukur dengan
mempergunakan skala-skala, indeks, tabel-tabel dan formula-formula
yang
menggunakan statitistik. Sebagai the science of the obvious, sosiologi bertujuan menelaah gejala-gejala sosial secara matematis, baik itu melalui
teknik sosiometrii, yang berusaha untuk meneliti
masyarakat secara kuantitatif
dengan menggunakan skala-skala dan angka-angka
untuk
mempelajari hubungan antar individu-individu
dan masyarakat. Sedangkan dalam pendekatan kualitatif, sosiologi selalu
dikaitkan dengan epistemologi interpretatif dengan
penekanan pada makna-makna
yang
tekandung di dalamnya atau yang ada di balik
kenyataan-kenyataan yang teramati.
2. Metode
Para ahli sosiologi
dalam penelitiannya
banyak menggunakan beberapa
metode penelitian, diantaranya:
Pertama adalah Metode
Deskriptif: Metode ini sering disebut bagian metode empiris yang menekankan
pada
kajian masa kini. Secara singkat metode deskriptif ini adalah suatu
metode yang berupaya untuk mengungkap pengejaran/pelacakan pengetahuan. Metode ini
dirancang untuk menemukan apa yang sedang terjadi tentang siapa, di mana, dan kapan.
Penelitian ini berdasar pada kehati-hatian
dalam mengumpulkan suatu data/fakta untuk menggambarkan beberapa hal yang diuraikan,
seperti penggolongan, praktek, maupun peristiwa-peristiwa yang tercakup di
dalamnya (Popenoe, 1983:
28). Statistik kejahatan, survei
pendapat umum, tentang angka kejahatan, tanggapan pendengar
dan penonton radio
dan televisi, laporan atas kebisaaan dan kejahatan seksual, semuanya ini adalah contoh-
contoh tentang studi deskriptif tersebut.
Dengan demikian
dalam metode ini juga termasuk
metode survey dengan pelibatan jumlah sampel yang begitu banyak untuk mengungkap dan mengukur sikap sosial maupun politik seperti
yang
dirintis
George Gallup dalam The Literary Digest (1936). Dalam
meode
ini
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
disusun melalui angket (kuesioner) terhadap responden untuk mengukur pendapat
/ tanggapan publik sesuatu yang diteliti (Bailey, 1982:
110; Spencer dan Inkeles, 1982: 32) .
Kedua; adalah metode eksplanatori: Metode ini juga merupakan bagian metode
empiris. Popenoe (1983: 28) mengemukakan bahwa kalau saja dalam studi deskriptif
lebih
banyak bertanya tentang apa, siapa, kapan, dan di mana, maka dalam studi eksplanatori lebih
banyak
menjawab mengapa dan bagaimana. Oleh karena itu metode ini bersifat
menjelaskan
atas jawaban dari pertanyaan "mengapa" dan "bagaimana" itu. Sebagai contoh; mengapa tingkat perceraian di beberapa kota naik secara tajam? Mengapa masyarakat
merasakan bahwa hidup di kota besar itu tingkat kompetisinya lebih tinggi dibanding dengan
di pinggir kota? Mengapa di kota-kota tersebut mempunyai tingkat
kenakalan remaja yang tinggi
pula, terutama di era pasca gerakan Reformasi ini ? Bagaimana proses
itu terjadi banyak perubahan, semula merupakan anak-anak yang baik kemudian menjadi deviant ?
Ketiga, metode historis-komparatif: Metode ini menekankan pada analisis atas peristiwa-peristiwa masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum, yang kemudian digabungkan dengan metodekomparatif, dengan menitik beratkan pada perbandingan antara berbagai masyarakat beserta
bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan
dan persamaan-persamaan,
serta sebab-sebabnya. Dari perbedaan dan persamaan- persamaan tersebut dapat dicari petunjuk-petunjuk
perilaku kehidupan masyarakat pada masa
silam dan sekarang, beserta perbedaan tingkat peradaban
satu sama sama lainnya.
Keempat, adalah metode
fungsionalisme: Metode ini bertujuan untuk meneliti kegunaan-kegunan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial dalam masyarakat. Metode
tersebut berpendirian pokok bahwa
unsur-unsur
yang
membentuk masyarakat
mempunyai hubungan timbal-balik yang saling pengaruh-mempengaruhi, masing-masing
mempunyai fungsi tersendiri terhadap masyarakat (Soekanto, 1986: 38).
Kelima,
metode studi
kasus: Metode studi kasus
merupakan suatu penyelidikan
mendalam dari suatu individu, kelompok, atau institusi
untuk menentukan
variabel itu, dan hubungannya
di antara variabel, mempengaruhi status atau perilaku yang saat itu menjadi pokok kajian (Fraenkel dan Wallen, 1993: 548). Dengan demikan
dalam penggunaan metode kasus tersebut peneliti harus mampu mengungkap keunikan-keunikan
individu, kelompok maupun
institusi yang ditelitinya, terutama dalam menelaah hubungannya diantara variabel-
variabel yang mempengaruhi status atu perilaku yang dikajinya.
Keenam, metode survey: Penelitian survei adalah salah satu bentuk dari penelitian yang umum dalam
ilmu-ilmu sosial.
Suatu
usaha untuk
memperoleh data
dari
anggota
populasi yang relatif besar untuk menentukan keadaan, karakteristik,
pendapat, populasi yang sekarang yang berkenaan dengan satu variabel atau lebih. (Fraenkel dan Wallen, 1993:
557).
3 Teknik Pengumpulan Data
Beberapa teknik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam kajian sosiologi, di antaranya adalah sosiometri, wawancara,
observasi, dan observasi partisipan. Untuk
mempermudah pemahaman beberapa teknik yang sering digunakan dalam kajian sosiologi
tersebut, di bawah ini dikemukakan penjelannya:
Sosioometri: Dalam sosiometri berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif
dengan menggunakan skala-skala dan angka-angka untuk mempelajari hubungan antar manusia dalam suatu masyarakat. Bidang ini merupakan bidang keahlian psikologi
yang mempelajari, mengukur, dan membuat diagram hubungan sosial yang ada pada kelompok kecil (Horton dan Hunt, 1991:
235).
Sebagai
contoh para siswa diberi
pertanyaan, misalnya; siapa yang yang mereka
anggap sebagai teman yang
paling disukai jika jadi
pemimpin.
Sebagai tanda
simpatik
seseorang terhadap orang lain dalam sosiometrik ini dilambangkan dengan garis lurus yang disertai anak panah. Sedangkan
sebagai tanda siswa yang dibenci dengan simbol garis putus-
putus yang disertai anak panah. Dengan demikian akan nampak bahwa siswa A merupakan
siswa yang
disenagi
rekan-rekannya, sedangkan siswa B merupakan
siswa
yang paling
dibenci di kelompok/kelas itu. Lihat Gambar 2-1 di bawah ini
A B
C
F
D E
Gambar 2-1
Sebuah sosiomertik di sebuah kelompok/kelas. Garis hitam lurus yang disertai
anak panah menggambarkan tanda simpatik,
sedangkan garis lurus putus-putus disertai anak panah menggambarkan kebencian
Wawancara; atau (interview) adalah situasi peran antar pribadi
bertemu muka (face
to-face), ketika
seseorang,
yakni pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban
yang relevan
dengan masalah
penelitian, kepada seseorang yang diwawancarai atau responden (Supardan, 2004: 159). Wawancara ini bisa digunakan untuk penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Selain itu juga jenis wawancara ini bisa the general
interview (wawancara umum) yang sifat pertanyaannya umum
dan terbuka, dan bisa juga jenis wawancara berstruktur atau terarah
dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan sudah sedemikian
rupa terarah sebelumnya secara cermat.
Observasi: Observasi merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan,
sebab para ilmuwan baru
dapat
bekerja hanya
jika
ada data
maupun fakta yang
diperoleh melalui observasi (Nasution, 1996: 56). Secara singkat
pengertian observasi adalah pengamatan yang diperoleh secara langsung dan teratur untuk memperoleh
data penelitian.
Observasi partisipan : Adalah bentuk pengamatan yang menyeluruh dari semua jenis metode/stategi (Patton,
1980). Dalam hal ini peneliti turut serta dalam berbagai peristiwa
dan
kegiatan sesuai dengan yang dilakukan oleh subek penelitian,
misalnya turut dalam
upacara, turut bekerja di sawah, turut berbaris menunggu
bis atau giliran, menjadi pelayan
restoran, kuli,
dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar ia merasakan dan
mengalami
situasi-situasi tertentu agar dirasakan secara pribadi.
4. Ilmu Bantu
Dalam kajian sosiologi, memerlukan
banyak ilmu bantu yang dapat menopang kelancaran dan kedalam kajian sosiologi tersebut.
Beberaoa ilmu Bantu yang sering
digunakan dalam sosiologi seperti; statistik, psikologi, ethnologi, arkheologi, dan antropologi, di samping ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sejarah, gegrafi, politik,
hukum, maupun geografi.
a.
Statistik: Statistik sangat diperlukan dalam sosiologi terutama dalam penghitungan-
penghitungan yang menyangkut pendekatan
kuantitatif agar hasil-hasil penelitiannya
lebih valid, akurat, dan terukur.
b. Psikologi: Psikologi
juga sangat diperlukan dalam kajian sosiologi, karena dalam psikologi
dapat diperoleh keterangan baik latar belakang seseorang berperilaku maupun proses-
proses mental yang diperlukan keterangan-keterangannya.
c. Ethnologi: Adalah ilmu
tentang adat-istiadat sesuatu
bangsa. Ilmu tersebut sangat diperlukan dalam sosiologi karena
menyangkut tradisi-tradisi yang
berkembang pada
bangsa tersebut. Oleh karena itu pula ethnologi sering juga disebut
juga
sosial antropologi
(Shadily, 1986: 20).
d.
Arkheologi: Adalah ilmu tentang
peninggalan-peninggalan ataupun
kebudayaan klasik dari
suatu
bangsa yang
telah
silam. Peninggalan–peninggalan kebudayaan klasik itu
adalah penting karena kebudayaan tua sekalipun pada hakikatnya adalah hasil usaha bersama dari suatu masyarakat yang ditelitinya.
e. Antropologi: Pada mulanya banyak mempelajari tentang hidup bersama sebagai
manusia,
terutama golongan-golongan
yang
masih bersahaja (Shadily, 1986: 20). Sebagai contoh
orang-orang Aborigin di Australia, Orang-orang Indian di Amerika Serikat, ornag-orang
Badui di Banten, maupun orang-orang
Tengger di Jawa Timur, dan sebagainya. Namun sekarang ini, antropologi juga telah memasuki kajian kelompol maupun etnis/ras
masyrakat kota ataupun yang lebih maju.
Maksud dari hasil penelitian bidang
antropologi ini adalah untuk lebih memahami agar
lebih mudah pemahaman tentang beberapa
keunikan secara ideografis serta memberikan pengertian yang mendalam
mengenai masyarakat modern yang lebih
luas dan kompleks.
5 Jenis
Penelitian Sosiologi
Dalam peneltian sosiologi (Shadily, 1980: 50-52), kita setidaknya
mengenal
tiga
macam
penelitian sosiologi, yakni: penelitian lengkap, penelitian fact
finding, dan penelitian interpretasi kritis.
Pertama; penyelidikan
lengkap: Dalam penelitian ini berusaha untuk dicari secara teliti segala fakta-fakta dan kemudian ditarik
kesimpulan-kesimpulan
yang diambil dari
fakta-fakta tersebut. Dengan demikian sesudah membuat definisi
tentang substansi kajian
yang
kemudian meneliti
kebenaran maupun kekurangan hipotesis-hipotesis itu, peneliti juga harus mempertanyakan fakta apa yanag ada dalam kajian itu. Selanjutnya setelah fakta-fakta diperiksa secara teliti, juga peneliti harus menyimak pendapat-pendapat para ahli lainnya
tentang masalah yang sama, walaupun pendapat-pendapat
tersebut tidak akan mempengaruhi kebenaran/kesalahan dari temuan yang diselidiki
tersebut. Namun selama penelitian ilmiah tersebut dilakukan, peneliti harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
Betulkah bahwa kesimpulan itu sesuai dengan fakta yang tersedia? Betulkah fakta-fakta itu
digunakan dengan jujur dari sesuatu prasangka yang tidak menyebelah ?
Cukup banyakkan fakta-fakta itu untuk dapat dianggap bahwa kejadian itu dianggap umum ? Cukup benarkah induksi dan deduksi yang digunakan serta logika
yang sehat benar-benar diperlukan ?
Kedua; penelitian
fact finding,
yaitu
merupakan penelitian
dari suatu
hasil
penemuan fakta penelitian, tentang sesuatu hal yang benar-benar
berdasar dari fakta-fakta yang ada untuk membuat laporan yang dapat dipercaya. Sebut saja sebagai contoh tentang
pemberontakan ataupun gerakan disintegrasi bangsa
dari sekelompok suku bangsa tertentu
terhadap pemerintah yang resmi. Dalam hal ini peneliti
harus meneliti dari faktor-faktor
penyebab pemberontakan/gerakan
tersebut.
Laporan-laporan yang
telah ada tentang
karakteristik, dan ketidakpuasan suku tersebut dari dulu hingga sekarang. Sikap-sikap pemerintah yang
dianggap
kurang kondusif
memupuk
persatuan dan kesatuan bangsa.
Fakta-fakta tersebut kemudian dikumpulkan
dari
dokumen-dokumen yang
ada,
hasil
observasi-observasi, dari wawancara-wawancara,
maupun isu-isu yang berkembang dan
sebagainya.
Ketiga; pebnelitian interpretasi kritis: Penelitian ini juga lazim dilakukan dalam sosiologi. Dalam hal ini peneliti pada umumnya tidak tersedia
cukup mempergunakan fakta-
fakta, karena yang dikumpulkan
itu hanyalah merupakan analisis-analisis maupun uraian- uraian
tentang sesuatu fakta yang sedikit
tersedia. Dengan demikian diperlukan analitis
kritis seorang
peneliti untuk
meyakinkan pembaca ataupun peneliti
lainnya
dalam
memahami hasil-hasil penelitiannya.
Bisaanya baik penelitian
fact finding maupun interpretasi kritis hanya sekedar pembuatan
laporan penelitian dan tidak memberikan
kesimpulan-kesimpulan yang lengkap atas fakta-faktanya.
No comments:
Post a Comment