Tuesday, December 1, 2015

PERSPEKTIF MANAJEMEN PENGELOLAAN ZAKAT INDONESIA (Study Analisis dalam Buku Mengelola Zakat Indonesia) Menurut Yusuf Wibisono

Sahrul Taufik
1210403046

A.           Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan salah satu dari rukun islam yang lima dan hukum pelaksanaannya wajib. Indonesia yang merupakan populasi muslim terbesar di dunia, persoalan zakat pun menjadi tak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Sejarah perkembangan zakat di Indonesia mengalami jalan panjang hingga saat ini. Sejak Islam masuk di Indonesia, secara otomatis ajaran zakatpun berakumulasi dengan kehidupan masyarakat. Dalam khazanah pemikiran hukum islam, terdapat beberapa pandangan seputar kewenangan pengelolaan zakat oleh negara. Ada yang berpendapat zakat baru boleh dikelola oleh negara yang berasaskan Islam, tetapi ada juga yang berpendapat lain mengatakan pada prinsipnya zakat harus diserahkan kepada amil terlepas dari persoalan apakah amil itu ditunjuk oleh negara atau amil yang bekerja secara independen di dalam masyarakat muslim itu sendiri. Pendapat lainnya, pengumpulan zakat dapat dilakukan oleh badan-badan hukum swasta di bawah pengawasan pemerintah, bahkan terdapat pula pandangan bahwa zakat merupakan kewajiban individu seorang muslim yang harus ia tunaikan tanpa perlu campur tangan pemerintah, dalam arti untuk melaksanakannya menjadi kesadaran individu. Jika digali dari  sejarah zakat pada zaman Rasulullah saw dan pemerintah Islam periode awal, pemerintah menangani secara langsung pengumpulan dan pendistribusian zakat dengan mandat kekuasaan. Pengelolaan zakat dilakukan oleh waliyul amr yang dalam konteks ini adalah pemerintah, sebagaimana perintah Allah dalam (QS. At-Taubah : 103) berfirman:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Sepanjang sejarah hidup umat manusia, kemiskinan adalah plot cerita yang tak pernah bisa dihapus, dan sejarah hidup manusia juga tidak lepas dari sejarah bagaimana mana manusia berusaha dengan beragam cara untuk mengatasinya. Zakat merupakan salah satu solusi yang diserukan agama Islam untuk menghapus kemiskinan dan kesenjangan ekonomi tersebut. dunia islam klasik dan modern telah menerbitkan berbagai perundangan dan menjalankan beragam pola manajemen perzakatan, di samping sebagai sumber pendapatan negara Islam, zakat juga menunjang pengeluaran  negara dan juga mampu mempengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah Islam untuk mengentaskan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama kaum lemah atau kaum dhu’afa.
Sejak tahun 1990-an zakat yang merupakan salah satu instrumental islam yang strategis dalam pembangunan ekonomi semakin populer di Indonesia. Indikasi positif ini selain disebabkan oleh kesadaran menjalankan perintah agama di kalangan umat Islam semakin meningkat dan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan setelah itu dorongan untuk membayar zakat juga datang dari pemerintah dengan dikeluarkannya perangkat perundang-undangan berupa UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
Sebenarnya gerakan zakat di tanah air sudah menjadi isu nasional pada era pemerintahan presiden Soeharto. Dalam peringatan isra mi’raj tanggal 26 Oktober 1968 di istana negara menyampaikan bahwa sebagai pribadi ia bersedia untuk mengurus pengumpulan zakat secara besar-besaran, mengumumkan penerimaan dan mempertanggung jawabkan penggunaannya. Dalam berbagai kesempatan presiden Soeharto mengulangi kembali ajakannya kepada umat islam untuk menumpulkan zakat. Ketika pada tahun 1967 RUU zakat akan dimajukan ke DPR, menteri Keuangan Frans Seda waktu itu menjawab secara tertulis kepada menteri agama bahwa peraturan mengenai zakat tidak perlu dituangkan dalam undang-undang, tetapi cukup dengan peraturan menteri saja. Tidak lama setelah keluarnya peraturan menteri agama tentang pengumpulan dan pengelolaan zakat, presiden Soeharto mengumumkan kesediaan menjadi amil zakat bagi umat islam di Indonesia.
Menurut Syafii Antonio salah satu faktor kemunduran pemerintahan islam mulai terjadi ketika zakat terpisah dari kebijakan fiskal negara dan menjadi urusan masing-masing pribadi muslim. Sistem kekhalifahan yang merakyat dan lebih modern diganti dengan sistem monarkhi. Sumber-sumber pendapatan negara pun disesuaikan dengan yang dianut oleh kerajaan-kerajaan lainnya terutama dari sektor pajak atau bahkan upeti. Penggunaannya pun semakin jauh dari ruh zakat itu sendiri (Ghafur Wibowo dan Faizi, 2008 : 6).
Dalam perkembangan mutahir di tanah air terkait dengan rencana untuk melakukan revisi Undang-Undang pengelolaan zakat, ditengah derasnya dukungan untuk menjadikan zakat sebagai instrumen kebijakan fiskal di satu sisi, namun disisi lain berkembang juga wacana untuk mempertahankan model manajemen zakat yang partisipatif.
a.         Model Partisipatif
Dalam model ini, menghendaki agar pemerintah bertindak sebagai regulator, motivator dan pengayom lembaga zakat (LAZ) bentukan masyarakat. Artinya Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai kekuatan partisipasi rakyat jangan dinegarakan.
1.        LAZ selama ini telah berhasil mempopulerkan zakat dan memperoleh kepercayaan masyarakat. Meskipun diakui masih banyak yang belum efektif dalam menghimpun dan menyalurkan zakat. Disebabkan karena kelemahan mendasar seperti rendahnya kualitas SDM-nya, kapasitas organisasi dan dan manajerial masih lemah, serta belum melembaganya pertanggungjawaban publik yang standar.
2.        Bila birokrasi kuat, organisasi pengelola zakat yang didirikan oleh pemerintah cenderung menguat. Sebaliknya  saat birokrasi  mengalami delegetimasi, ia pun cenderung melemah, karena lazimnya kepercayaan rakyat terhadapnya juga merosot.
3.        Era reformasi dan demokratisasi ditandai dengan menguatan peran masyarakat sipil dalam pembangunan nasional. Salah satunya dapat dilakukan oleh LAZ dalam pengelolaan aset umat jauh sebelum lahirnya UU 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Kepercayaan masyarakat kepada LAZ  menunjukkan adanya penguatan peran dan tanggung jawab sosial masyarakat sipil yang sesuai dengan konteks Indonesia sekarang. Pemerintah dalam konteks ini perlu membuka ruang partisipasi publik untuk turut mengeleminasi masalah kemiskinan. Di sini semangatnya pemerintah menempatkan diri sebagai wasit, pengayom, dan motivator dan menyediakan piranti yang kondusif bagi penguatan masyarakat sipil. Tidak dikehendaki negara menjadi pelaku semua urusan, pengambil alih kreativitas publik.
b.        Model Strategi Fiskal
Dalam model ini, semangatnya menghendaki agar pemerintah bertindak sebagai operator atau pelaksana.
1.     Pemungutan zakat dapat dipaksakan berdasarkan Al-Qur’an Surah At-Taubah:103. Padahal satu-satunya lembaga yang mempunyai otoritas untuk melakukan pemaksaan seperti itu adalah negara lewat perangkat pemerintahan seperti halnya pajak. Apabila hal ini disepakati maka zakat akan menjadi salah satu sumber penerimaan negara.
2.        Potensi zakat yang dikumpulkan dari masyarakat amat besar. Menurut hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation tahun 2005 mengungkapkan, jumlah potensi filantropi (kedermawanan) umat Islam Indonesia mencapai 19,3 trilyun pertahun (Nuruddin Mhd. Ali, 2006 : 124).
Pada kenyataannya, dana zakat yang berhasil kumpulkan dari masyarakat masih jauh dari potensi yang sebenarnya. Sebagai perbandingan, dana zakat yang berhasil dikumpulkan  oleh lembaga-lembaga pengumpul zakat hanya beberapa puluh milyar saja. Itupun sudah bercampur dengan infak, hibah, dan wakaf. Potensi yang sangat besar itu akan dapat dicapai dan disalurkan kalau pelaksanaannya dilakukan oleh negara melalui depertemen teknis pelaksana.
3.        Zakat mempunyai potensi untuk turut membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional. Dana zakat yang besar sangat potensial untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat jika disalurkan secara terprogram dalam rencana pembangunan nasional. Potensi zakat yang cukup besar dan sasaran distribusi zakat yang jelas seharusnya dapat sejalan dengan  rencana pembangunan nasional tersebut.
4.        Memberikan kontrol kepada pengelola negara yang masih digerogoti penyalahgunaan uang negara (korupsi). Penyalahgunaan ini disebabkan krisis iman, yang tidak tahan menghadapi godaan untuk korupsi. Masuknya zakat ke dalam perbendaharaan negara diharapkan akan menyadarkan, bahwa diantara uang yang dikorupsi itu terdapat dana zakat yang tidak sepantasnya dikorupsi. Petugas zakat juga tidak mudah disuap dan wajib zakat juga tidak akan main-main dalam menghitung zakatnya serta tidak ada tawar-menawar dengan petugas zakat sebagaimana  kerap terjadi dalam kasus pemungutan pajak.
Saat ini, terdapat beberapa negara islam yang telah mewajibkan secara legal formal pembayaran zakat. Di Indonesia, pembayaran  zakat  juga  memiliki  payung  hukum,  sekalipun tidak memaksa sebagaimana di negara-negara Islam lainnya. Rumah-rumah zakat menjamur sekalipun banyak lembaga amil zakat yang dikelola tidak dengan profesionalitas tinggi. Pada dasarnya, hal itu bukan persoalan yang paling penting. Target terpenting adalah bagaimana zakat  menjadi medium utama dalam mengantarkan bangsa dan negara menuju gerbang kesejahteraan dan kemakmuran. Namun, mengingat target tersebut tidak tercapai dan penyelewengan-penyelewengan semakin terbuka lebar, maka pengelolaan yang profesional menjadi penting. Hal tersebut dapat kita lihat pada pasal-pasal dalam undang-undang dasar 1945 yang berkaitan dengan kebebasan menjalankan syariat agama pasal 29, dan pasal 34 undang-undang dasar 1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara.
Di samping itu, terdapat sedikit menyimpang pada peranan sosial dan tujuan utama dari ibadah zakat. Badan-badan dan lembaga-lembaga yang selama ini mengurusi pengumpulan dan distribusi dana zakat terkesan menjadi penghambat dalam pungsi zakat. Dengan kata lain, defisit pada peranan dan tujuan zakat disebabkan human eror badan dan lembaga amil zakat. Padahal  idealnya,  pengelolaan yang  baik  dan  optimal  oleh  badan  dan  lembaga  amil  zakat terhadap dana zakat yang terkumpul akan berdampak positif bagi pengentasan kemiskinan dan keejahteraan umat.
B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.         Bagaimana pengelolaan zakat dalam buku pengelolaan zakat indonesia?
2.         Bagaimana langkah-lankah pelaksanaan zakat dalam buku pengelolaan zakat indonesia?
C.           Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.        Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan zakat dalam buku pengelolaan zakat indonesia.
2.        Untuk mengetahui bagaimana langkah-lankah pelaksanaan zakat dalam buku pengelolaan zakat indonesia.
Sedangkan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian ini di antaranya adalah:
1.        Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih, pemikiran wawasan, ilmu pengetahuan, bagi ilmu Manajemen Dakwah, khususnya tentang kebijakan negara dalam mengelola zakat, sehingga sesuai dengan apa yang menjadi tujuan terbentuknya undang-undang zakat di indonesia.
2.        Secara praktis
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan refleksi dalam proses terbentuknya undang-undang zakat hingga sapmpai pada tujuan di bentuknya undang-undang zakat.
D.                Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan pengamatan di perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, ditemukan beberapa penelitian skripsi tentang zakat, namun kebanyakan yang penelitiannya langsung kelapangan, penulis susah sekali mencari referensi skripsi yang meneliti atau membedah literatur atau buku-buku yang membahas tentang zakat di jurusan manajemen dakwah.
Pada dasarnya, pembahasan mengenai manajemen zakat telah dibahas dalam literatur-literatur berupa buku maupun penelitian berupa skripsi yang telah terdahulu. Diantara literatur-literatur yang berupa buku-buku tersebut, yang sudah diterbitkan adalah: (1). Pendayagunaan Zakat dalam Rangka Pembangunan Nasional. Karangan Sjechul Hadi Permono. (2). Manajemen Zakat Eri Suwedo. (3). Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Karangan Fakhruddin. (4). Zakat  dalam  Dimensi  Mahdhah  Dan Sosial, karangan Qodir,  Abdurrachman.
Sedangkan penelitian terdahulu dalam bentuk skripsi, sejauh apa yang penulis ketahui, amati dan telusuri, belum ditemukan adanya penelitian yang sama dari segi fokus kajian dan lokus kajiannya. Hanya saja penulis menemukan adanya beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian penulis, sehingga dengan demikian, peluang untuk meneliti masih terbuka lebar buat penulis. Dari hasil pengamatan dan penelusuran penulis menemukan adanya beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian penulis, yaitu penelitian :
Hamdin Almurdani, “Optimalisasi Pengelolaan Zakat Dalam Perspektif Kebijakan Fiskal Pada Lembaga Rumah Zakat” pada tahun 2015, tujuan penelitian ini adalah:
1.    Mendeskripsikan strategi pengoptimalan dana zakat sebagai kebijakan fiskal di Rumah Zakat.
2.    Untuk mengetahui implementasi pengelolaan zakat dalam perspektif kebijakan fiskal di Rumah Zakat.
Euis Nurfaridah, “manajemen pemanfaatan dana zakat, infaq dan shadaqah daklam pengembangan pantiasuhan” pada tahun 2015, tujuan penelitian ini adalah:
1.    Untuk mengetahui pemanfatan ZIS dalam pengembangan pantiasuhan amanah umah.
2.    Untuk mengetahui strategi  pemanfaatan ZIS dalam pengembangan pantiasuhan amanah umah.
3.    Untuk mengetahui pengawasan ZIS dalam pengembangan panti asuhan amanah umah.
Dalam penelitian ini membahas beberapa konsep tentang pemanfaatan dana ZIS  diantaranya: secara konsumtif tradisional, yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yaitu makan dan minum anak serta untuk memberikan gaji bagi para pengurus yayasan atau amil. Secara konsumtif kreatif, digunakan untuk pembiayaan dan pengadaan perlengkapan sekolah sesuai kebutuhan para anak panti dan untuk mendirikan bangunan baru ataupun merenovasi bangunan lama yayasan. Secara Produktif tradisional, digunakan untuk membeli hewan ternak untuk membuka unit usaha panti hewan qurban, perlengkapan busana muslim dan accesorisnya. Secara produktif  kreatif, digunakan untuk pemberian modal usaha bagi para anak panti asuhan yang sudah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dari hasil analisis data diatas dapat diketahui bahwa zakat merupakan salah satu instrumental Islam yang strategis dalam pembangunan ekonomi semakin populer di Indonesia. Indikasi positif ini selain disebabkan oleh kesadaran menjalankan perintah agama di kalangan umat Islam semakin meningkat dan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan setelah itu dorongan untuk membayar zakat juga datang dari pemerintah dengan dikeluarkannya perangkat perundang-undangan berupa UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat namun terkait dengan rencana untuk melakukan Pengelolaan Zakat, ditengah derasnya dukungan untuk menjadikan zakat sebagai instrumen kebijakan fiskal di satu sisi, namun di sisi lain berkembang juga wacana untuk mempertahankan model manajemen zakat yang partisipatif.
E.                Kerangka Pemikiran
Kebanyakan peristiwa-peristiwa yang berlangsung disekitar kita bukanlah terjadi secara alami, atau sesuatu yang terjadi karna proses perkembangan yang normal, dalam berbagai peristiwa terjadi kebijaksanaan negaralah (pubic policy) yang sesungguhnya telah memberikan warna terhadap timbulnya peristiwa tersebut. Dengan kata lain, kebijaksanaan negaralah yang banyak mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Begitupun mengenai kebijakan tentang zakat yang ada di Indonesia yang kita cintai ini, maka dari itu penulis sangat tertarik mengenai kebijakan pemerintah tentang undang-undang zakat, yang mana itu akan berpengaruh terhadap perkembangan dan berlangsungnya pengelolaan zakat di Indonesia. Sebagai sbuah pranata sosial ekonomi yang lahir pada abad ke-7 M, zakat adalah sistem fiskal pertama di duni yang memiliki kelengkapan aturan yang luar biasa, mulai dari subjek pembayaran zakat, objek harta zakat, batas kepemilikan harta, masa kepemilikan harta, hingga alokasi distribusi penerima dana zakat.jika diterapkan secara sistemik dalam perekonomian, khususnya perekonomian berbasis aturan dan semangat islam yang komprehensif, zakat juga akan memiliki berbagai karakteristik dan implikasi ekonomi yang penting dalam kehidupan sosial.
Analsis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan dalam proses dan dalam proses pembuatan kebijakan (Bernandus luankali, 2007 : 52). Analisis kebijakan merupakan suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan metode pengkajian multiple dalam kontek argumentasi dan debat politik untuk menciptakan secara kritis menilai dan mengkmunikasikan pengetahuan yang relevan (Bernandus luankali, 2007 : 59).
Menurut (David Easton, 1 : 2007) dalam buku “analisis kebijakan publik dalam proses pengambilan keputusan” mengatakan:

“Kebijakan publik sebagai alokasi nilai nilai secara otorittif untuk keseluruhan masyarakat. Hal ini didasarkan pada argumentasi easton bahwa hanya pemerintah sajalah yang dapat bertindaj secara otoritatif terhadap masyarakat secara keseluruhan, oleh karna tindakan pemerintah itu merupakan hasil pikihan untuk membuat sessuatu”.

Sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaannya sering dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan, program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design. Bagi para pembuat kebijakan (policy makers) dan orang-orang yang menggeluti kebijakan, penggunaan istilah-istilah tersebut tidak menimbulkan masalah, tetapi bagi orang di luar struktur pengambilan kebijakan tersebut mungkin akan membingungkan dan itu akan menimbulkan pro dankonta mengenai kebijakan yang imbil, seperti halnya mengenai kebijakan tentang undang-undang zakat.
F.                 Langkah-langkah Penelitian
1.                  Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran, orang secara individual maupun kelompok (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 60). Penulis menggunakan jenis ini karena lebih tepat mengenai sasaran dalam menjelaskan suatu penelitian sesuai dengan data.
2.                  Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah analisis wacana mengenai manajemen zakat yang diatur oleh negara dalam buku manajemen zakat indonesia, dengan menggunakan pendekatan analisis kebijakan publik.
3.                  Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek darimana data ini diperoleh (Arikunto, 2002: 107). Adapun sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.
a.              Sumber data primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian sebagai sumber informasi yang dicari (Moleong, 2001 : 112). Sumber data primer yang digunakan adalah undang-undang zakat.
b.             Sumber data sekunder
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan segala data tertulis yang berhubungan dengan tema yang bersangkutan baik itu dari buku, jurnal, skripsi, tesis, surat kabar dan penelitian-penelitian lain.
4.                  Tehnik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan kami kumpulkan menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto,1998 : 236). Data-data tersebut tidak hanya penulis kumpulkan tetapi juga penulis olah sesuai dengan metodologi yang digunakan. Data yang kami maksud dalam penelitian ini adalah data primer yang telah disebutkan di atas.
5.                  Analisis Data
Analisis data adalah proses menguraikan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Singarimbun, 1989 : 263). Analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengkategorikannya (Moleong, 2004: 103).
Analisis data merupakan bagian penting dalam proses penelitian. Data yang telah terkumpul dapat diklasifikasikan menurut kategori-kategori berdasarkan analisis data kualitatif, yaitu :
a.              Mengumpulkan data yang diperlukan.
b.             Mengklasifikasikan data menjadi data primer dan sekunder.
c.              Data yang bersifat kata-kata atau kalimat digunakan analisis kualitatif, yaitu dengan cara memberikan interpretasi sesuai dengan maksud yang terkandung dalam kata-kata atau kalimat tersebut.
d.             Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber melalui dokumentasi dan wawancara dengan cara dipelajari, ditelaah yang selanjutnya dipahami.
Peneliti berusaha menyimpulkan data tersebut, sehingga diharapkan penelitian menuju pokok permasalahan yaitu sebagaimana yang tertera dalam kerangka pemikiran dan latar belakang masalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.

No comments:

Post a Comment