BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra melukiskan keadaan dan
kehidupan sosial suatu masyarakat. Peristiwa-peristiwa, ide, dan gagasan serta
nilai-nilai yang dimanfaatkan pencipta melalui tokoh-tokoh cerita. Sastra
mendefenisikan manusia dari berbagai aspek kehidupannya sehingga karya sastra
berguna untuk mengenal manusia, kebudayaan serta zamannya.
Kebudayaan yang tumbuh dan berkembang
yang didukung oleh masyarakatnya turut memegang peranan penting sebagai potensi
sumber kebudayaan bangsa yang juga merupakan sumber potensi bagi terwujudnya
kebudayaan nasional Indonesia.
Sastra daerah dapat pula memberikan
gambaran tentang sistem budaya masyarakatnya. Situasi pada zamannya hingga
akhirnya dapat digunakan sebagai modal apresiasi oleh anggota masyarakat
untuk mengkaji, memahami serta dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Sastra daerah yang merupakan hasil
budaya yang sejak dahulu tumbuh dan berkembang di setiap daerah di Indonesia
perlu mendapat penanganan yang serius agar nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya dapat dilestarikan terutama dalam rangka pencapaian sasaran
pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Di mana
manusia merupakan subjek utama dalam pembangunan maka itu perlu
dikembangkan kualitas dan kemampuannya agar sadar dengan nilai-nilai budaya
serta eksistensinya sebagai warga negara yang punya tanggung jawab untuk
ikut ambil bagian dalam pembangunan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Kusman
Mahmud (1986:70) tidak disangsikan lagi bahwa pengenalan yang berlangsung alami
terhadap sastra daerah akan menimbulkan endapan budaya kokoh bagi
pengenalannya, disamping menimbulkan rasa persatuan yang pekat antar daerah,
tentu saja dalam kaitan ini jangan dilupakan nilai-nilai estetisnya dan nilai
pekertinya yang terkandung dalam sastra yang bersangkutan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dari
makalah ini yaitu sebagai berikut:
1)
Bagaimana
kajian ilmu kodikologi hubungannya dengan sastra daerah?
2)
Apa tujuan dari
ilmu filologi?
3)
Bagaimana
iluminasi dan ilustrasi dalam Kodikologi?
1.3 Tujuan dan
Manfaat
Adapun tujuan dalam penulisan makalah
ini yaitu untuk mendeskripsikan seperti apa ilmu kodikologi sesuai dengan
pernaskahan.
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh
dari penulisan makalah ini yaitu:
1.
Bagi penulis,
makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang kajian ilmu kodikologi dan
seluk beluk pernaskahan
2.
Bagi pembaca,
makalah ini dapat menambah khasanah pengetahuan tentang kajian ilmu kodikologi
dan seluk beluk pernaskahan serta dapat dijadikan sebagai bahan diskusi
sekaligus penunjang pada mata kuliah yang bersangkutan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Sastra Daerah
Panuti Sudjiman (1990:7) mengemukakan
bahwa sastra adalah karangan lisan atau tuturan yang memiliki keuggulan atau
keorisinilan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Lebih lanjut Panuti Sudjiman
mengatakan bahwa sastra rakyat adalah kategori yang mencakup lagu rakyat,
balada, dongeng, ketoprak, pribahasa, teka-teki, legenda, dan banyak yang
termasuk kondisi lisan. Sedangkan Clenth Brooks dalam Tarigan (1984:120)
menyatakan bahwa sastra adalah istilah yang digunakan untuk membedakan uraian
yang tidak bersifat historis.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
(1989) dijelaskan bahwa sastra adalah gaya bahasa yang digunakan dalam
kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) yang dibandingkan dengan tulisan lain,
memiliki berbagai ciri keunggulan, keartistikan, keindahan dalam isi dan
pengungkapannya.
Sastra daerah berarti sastra yang
menggunakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di wilayah nusantara.
2.2
Filologi
2.2.1
Pengertian Filologi
Filologi berasal dari bahasa Yunaniphilein,
"cinta" dan logos,
"kata". Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip,
biasanya dari zaman kuno.
Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh
Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno:
1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu
bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa
dan kesusastraan-nya.
Sementara itu dalam Leksikon Sastra
(Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti
seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi
merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan
makna yang terkandung di dalam naskah itu.
Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa
filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra
untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah
itu.
Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982)
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari
kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber
tertulis.
Jika setiap definisi tersebut kita
cermati lebih lanjut, setidak-tidaknya sebagian kecil dari masing-masing
definisi ada yang sama. Setiap definisi menggolongkan filologi sebagai sebuah
cabang ilmu pengetahuan. Filologi berhubungan erat dengan bahasa, sastra, dan
budaya. Filologi menelaah bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada
naskah-naskah kuno. Dari naskah-naskah kuno itu dapat diketahui pula
perkembangan bahasa, sastra, budaya, moral, dan intelektual suatu
bangsa.
2.2.2 Sejarah Filologi
Filologi sebagai ilmu sebetulnya
mempunyai sejarah yang panjang. Ilmu ini untuk pertama kalinya muncul sejak
abad ke-3 Sebelum Masehi di Eropa baik itu di Romawi Barat, Romawi Timur maupun
Iskandariyah. Kemudian berkembang pada Abad ke-13 Masehi sampai abad ke 17
Masehi dan mengalami transformasi yang cukup signifikan pada abad ke-20 Masehi
terutama yang terjadi di Eropa atau tepatnya di Wilayah Anglo-sakson. Di
samping itu, ilmu ini juga menyebar ke Timur Tengah pada abad ke-4 Masehi dan
berkembang sampai pada abad ke sembilan Masehi, yaitu pada waktu pemerintahan
Islam Daulah Abasiyah yang berpusat di Bagdad.
Pada Abad ke-15 sampai dengan abad ke
20 Masehi sejalan dengan munculnya bangsa Eropa ke Wilayah Timur, ilmu ini juga
masuk ke India dan beberapa daerah di wilayah
Nusantara. Meskipun telah mengalami perubahan atau
perkembangan yang cukup lama namun ilmu tersebut tatap memiliki karakteristik
yang tidak berubah. Karakteristik tersebut terlihat pada objek, subjek, dan
fokus kajian yang dilakukan oleh para filolog sejak ilmu ini pertama kali
dikenal orang sampai sekarang.
Pada waktu pertamakali penelitian
filologi ini dilakukan, yaitu pada abad ke 3 SM kerja seorang filolog ialah
membaca dan menyalin naskah Yunani yang ditulis pada abad ke-8 SM di daun
papirus dalam bahasa Funisia. Pada umumnya teks tersebut berisi berbagai ilmu
pengetahuan seperti filsafat, kedokteran, perbintangan, ilmu sastra & karya
sastra, ilmu hukum, dsb. Mereka melakukan pekerjaan tersebut untuk keperluan
penggalian ilmu pengetahuan Yunani lama & perdagangan naskah. Agar hasil
pekerjaannya tersebut layak jual mereka melakukan perbaikan huruf, ejaan,
bahasa, tatatulis kemudian menyalinnya dalam keadaan yang mudah dibaca serta
bersih dari kesalahan. Demikian yang dilakukan para filolog pada abad ke-3
Masehi di Aleksandria.
2.2.3
Tujuan Filologi
Ada 2 tujuan dalam filologi yaitu :
Tujuan Umum:
1.
Memahami sejauh
mungkin kebudayaan suatu bangsa lewat hasil sastranya,baik lisan atau tulisan.
2.
Memahami makna
dan fungsi teks bagi masyarakat penciptannya.
3.
Mengungkapkan
nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
4.
Melestarikan
Warisan budaya bangsa.
Tujuan Khusus:
1.
menyunting
sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya.
2.
mengungkap
sejarah terjadi teks yang dipandang sejareang perkembangannya.
3.
mengungkap
resepsi pembaca pada setiap kurun waktu yang penerimaaan.
2.3
Kodikologi
2.3.1 Hakikat Kodikologi
Istilah kodikologi berasal dari kata
Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan
Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin
menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya
kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa
dipakai untuk Kodikologi, atau biasa disebut ilmu pernaskahan bertujuan
mengetahui segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek
di luar isi kandungan naskah tentunya.
kodikologi adalah satu bidang ilmu yang
biasanya bekerja sama dengan bidang ilmu filologi. Jika filologi mengkhususkan
pada pemahaman isi teks/kandungan teks, kodikologi khusus membahas seluk-beluk
dan segala aspek sejarah naskah. Dari bahan naskah, tempat penulisan, perkiraan
penulis naskah, jenis dan asal kertas, bentuk dan asal cap kertas, jenis
tulisan, gambar/ilustrasi, hiasan/illuminasi, dan lain-lain. Nah, tugas
kodikologi selanjutnya adalah mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi
naskah, meneliti tempat2 naskah sebenarnya, menyusun katalog, nyusun daftar
katalog naskah, menyusuri perdagangan naskah, sampai pada penggunaan
naskah-naskah itu.
Naskah adalah semua dokumen tertulis yang ditulis tangan, dibedakan dari
dokumen cetakan atau perbanyakannya dengan cara lain. Kata ‘naskah’ diambil
dari bahasa Arab nuskhatum yang berarti sebuah potongan kertas.
Teks adalah Data yang terdiri dari karakter-karakter yang menyatakan
kata-kata atau lambang-lambang untuk berkomunikasi oleh manusia dalam bentuk
tulisan. Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis
pada bahan yang keras dan tahan lama.
2.3.2 Kodikologi dan Ilmu Pernaskahan
Ø Kodikologi
meliputi:
a.
Sejarah naskah
b.
Sejarah koleksi
naskah
c.
Penelitian
mengenai tempat naskah yg sebenarnya.
d.
Masalah
penyusunan katalog.
e.
Daftar katalog
Ø Aspek Internal
Naskah:
1.
Bahan naskah
2.
Umur naskah
3.
Tempat
penulisan
4.
Penulisan
naskah
5.
Keadaan naskah
6.
Pengguna naskah
7.
Kronologis
sejarah naskah
8.
Sejarah naskah
Ø Umur Naskah:
1.
Codicesmanu
scripti (buku-buku yg ditulis dengan tangan).
2.
Manu – manus –
tangan.
3.
Scripti – scriptus
– scribere – menulis.
4.
Handshripten
(Belanda) – handshrift (Jerman) – manusrit – naskah.
5.
Umur naskah
dapat dilacak melalui dua bukti: (i) interne evidentie;| (ii) externe
evidentie.
6.
Externe
evidentie → katalogus: MS/ HS untuk naskah tunggal, MSS/ HSS untuk naskah
jamak.
Ø Berdasarkan
Kolofon:
a.
Berdasarkan
Kolofon
b.
Berdasarkan
Bentuk/ macam tulisan naskah
c.
Berdasarkan
Bahasa naskah
d.
Berdasarkan Isi
(peristiwa) yg termaksud dalam naskah
e.
Berdasarkan
Bahan naskah
f.
Berdasarkan
Water mark
g.
Berdasarkan
Catatan dalam naskah
h.
Berdasarkan
Katalog
Ø Asal Mula
Kepemilikan Naskah:
Informasi mengenai asal mula naskah
menjadi milik perpustakaan atau museum dapat memberikan penanggalan tentatif.
Informasi seperti ini termuat dalam katalog, yaitu kapan naskah itu diterima
atau sejak kapan naskah itu menjadi milik perpustakaan atau museum, berasal
dari siapa naskah itu, mengapa atau dengan cara bagaimana perpustakaan atau
museum itu memiliki naskah tersebut.
Ø Katalog/
katalogus:
1)
Tahun
2)
Judul
3)
Point naskah
4)
Ketebalan
5)
Pengarang
6)
Penerbit
2.3.3 Iluminasi dan Ilustrasi dalam Kodikologi
Dalam artikelnya yang berjudul
”Iluminasi Naskhah-naskhah Minangkabau”, Zuriati menjelaskan bahwa pada awalnya
istilah iluminasi digunakan dalam penyepuhan emas pada beberapa halaman naskah
untuk memperoleh keindahan dan biasanya ditempatkan sebagai hiasan atau gambar
muka (frontispiece) naskah. Dalam perkembangannya, istilah iluminasi ini dapat
dipakai dalam pengertian yang luas untuk menunjukkan perlengkapan dekoratif apa
saja yang, biasanya, berhubungan dengan warna-warna atau pigmen metalik dan
didesain untuk mempertinggi nilai penampilan naskah, meliputi, antara lain
bingkai teks yang dihias, penanda ayat, penanda juz, dan tanda kepala surat
pada Alquran. Jadi, pada dasarnya, iluminasi adalah hiasan-hiasan yang terdapat
pada naskah yang, terutama, berfungsi untuk memperindah penampilan naskah. Di
samping iluminasi, istilah ilustrasi muncul kemudian untuk merujuk hiasan yang
selain berfungsi untuk memperindah naskah, juga mendukung atau menjelaskan
teks. Dalam studi naskah-naskah Eropa, kedua istilah tersebut sering dipakai
secara bergantian. Akan tetapi, kedua istilah itu selalu digunakan secara
berbeda dalam studi naskah-naskah Islam. Meskipun demikian, beberapa penelitian
membuktikan bahwa iluminasi dan ilustrasi tidak selalu dapat dibedakan karena
perbedaan fungsinya tersebut (2010: 1-2).
Secara lebih sederhana, Mulyadi (1994:
69) menjelaskan bahwa ragam hias yang terdapat pada sebuah naskah dapat
dibedakan menjadi: iluminasi, yakni hiasan bingkai yang biasanya
terdapat pada halaman awal dan mungkin juga pada halaman akhir; dan ilustrasi,
yaitu hiasan yang mendukung teks.
·
Iluminasi
Naskah-naskah tua Nusantara tersebar di
seluruh wilayah Indonesia, sebagian besar ditulis dalam bahasa daerah yaitu:
Melayu, Sunda, Jawa, Bali, Batak, Lampung, Bugis, Makasar, Madura dll.
Sedangkan huruf/aksara yang dipakai adalah aksara daerah yaitu huruf Batak,
Lampung, Rencong, Bugis, Makasar, Jawa Kuno, Sunda Kuno, Bali, Arab Jawa/Jawi
dan Arab Pegon/Melayu. Sebagian lainnya dalam huruf Palawa. Perlu diingat bahwa
naskah-naskah Nusantara itu sebagian besar tidak bergambar (ilustrasi), hanya
sebagian kecil saja yang memuat ilustrasi dan iluminasi. Dari sebagian naskah
yang bergambar itulah terlihat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah
memiliki tradisi visualisasi yang unik dan mempesona (Damayanti dan Suadi,
2009).
Sebagai salah satu wilayah kajian
kodikologi, pembahasan mengenai iluminasi pada naskah-naskah Nusantara baru
muncul pada pertengahan abad ke-20 ketika Coster-Wijsman (1952) menjelaskan
sedikit tentang ilustrasi pada naskah Jawa, dalam cerita Pandji Djajakusuma.
Hingga kini, sejumlah tulisan hasil penelitian terhadap naskah-naskah
beriluminasi, terutama naskah Jawa dan Melayu telah diterbitkan. Hal-hal
penting yang patut dicatat adalah bahwa iluminasi tidak hanya berfungsi sebagai
hiasan, tetapi juga menunjukkan ciri-ciri kedaerahan tempat naskah-naskah itu
berasal dan merupakan tanda-tanda yang bermakna (Zuriati, 2010: 2).
Berdasarkan penelitian, iluminasi dalam
naskah lebih banyak ditemukan pada surat-surat para raja masa lalu dalam
korespondensi dengan pihak kolonial Belanda, yang kemudian dikenal dengan
istilah Golden Letters. Walau tentunya ditemukan juga dalam beberapa naskah
lain, misalnya hikayat, namun dalam jumlah yang tidak banyak (Mulyadi , 1994:
71-72). Dalam pembuatannya, iluminasi banyak menggunakan warna-warna mencolok,
antara lain kuning, hijau, biru, merah, oranye, coklat, ungu dan campuran
warna.
Hiasan berbentuk bingkai berhias ini,
umumnya terdapat pada beberapa halaman di awal naskah dan di beberapa halaman
pada akhir naskah. Jarang sekali, hiasan bingkai berhias tersebut ditemukan
atau terletak di halaman-halaman pertengahan naskah. Pada satu sisi hal itu
memperjelas, bahwa iluminasi atau hiasan bingkai tersebut berguna untuk memikat
atau menimbulkan daya tarik pembacanya. Sekaligus, hiasan bingkai berhias
tersebut menambah nilai (seni) naskah tersebut. Setidaknya, pembaca akan
mengawali bacaannya dengan rasa senang, dengan daya tarik dan nilai (seni) yang
baik, dan akan mengakhiri pula bacaannya dengan tetap mempertahankan rasa
senang itu.
Di sisi lain, posisi yang biasa
ditempati oleh hiasan bingkai tersebut menunjukkan pula, bahwa menghiasi atau
membingkai teks itu bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, melainkan suatu
pekerjaan yang juga memerlukan suatu keterampilan, khususnya keterampilan
menggambar. Hiasan atau gambar yang sangat sederhana sekalipun dikerjakan
dengan penuh perhitungan dan kehati-hatian, sehingga tampilan bingkai tersebut
menjadi indah dan menarik serta tampak proporsional. Hiasan bingkai yang
dikerjakan secara sederhana atau dengan teknik yang tinggi, tentu saja, akan
membedakan kualitas gambar atau kualitas iluminasinya (Zuriati, 2010: 7-8).
·
Ilustrasi
Berdasarkan definisinya, ilustrasi
merupakan unsur pendukung teks. Damayanti dan Suadi (2009) menjabarkan nilai,
latar belakang dan fungsi ilustrasi, sebagai berikut:
1.
Ilustrasi pada
naskah memiliki metoda tertentu yang mengandung sejumlah nilai, norma, aturan
dan falsafah hidup sebagai manifestasi dari perwujudan daya cipta masyarakat.
2.
Wujud visualnya
merupakan representasi dari nilai-nilai dan aturan-aturan tertentu yang terkait
dengan proses penciptaan suatu produk seni rupa tradisi.
3.
Ilustrasi pada
naskah mempunyai fungsi sosial sebagai media komunikasi yang terkait dengan
sistem nilai, pranata sosial dan budaya pada masanya bahkan masih dijadikan
pedoman masyakat Nusantara hingga sekarang.
4.
Faktor-faktor
enkulturasi, akulturasi, sinkretisme, asimilasi yang disebabkan oleh
persilangan budaya asing turut memberikan ciri-ciri khusus terhadap wujud
visual gambar Ilustrasi pada naskah nusantara, baik dilihat dari persamaannya
maupun perbedaannya. Mengingat posisi strategis negara Indonesia yang
terletak diantara dua benua dan menjadi tempat persinggahan antar bangsa yang
menyebabkan terjadinya proses silang budaya dan globalisasi sejak berabad-abad.
Naskah Nusantara adalah gambaran transformasi dalam budaya baca tulis dan seni
rupa.
5.
Ilustrasi pada
naskah nusantara memuat nilai-nilai spiritualitas yang mencerminkan
masyarakatnya adalah masyarakat beragama yang memiliki keyakinan tentang
ketuhanan.
Dalam perkembangannya, gaya ilustrasi
dalam naskah di nusantara mengalami banyak penyesuaian dengan kondisi yang ada
saat itu. Gaya ini terus berevolusi sejak masa Hindu, Islam hingga masa
kolonial Belanda.
Keberadaan iluminasi dan ilustrasi pada
naskah nusantara membuktikan adanya cita rasa seni yang tinggi yang dimiliki
oleh nenek moyang bangsa ini. Aneka fungsi dan nilai sosial dari setiap
iluminasi dan ilustrasi yang terlihat dalam naskah-naskah tersebut menunjukkan
kualitas peradaban yang pernah dimiliki oleh nusantara.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan sebelumnya
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
kodikologi
adalah satu bidang ilmu yang biasanya bekerja sama dengan bidang ilmu filologi.
Jika filologi mengkhususkan pada pemahaman isi teks/kandungan teks, kodikologi
khusus membahas seluk-beluk dan segala aspek sejarah naskah. Dari bahan naskah,
tempat penulisan, perkiraan penulis naskah, jenis dan asal kertas, bentuk dan
asal cap kertas, jenis tulisan, gambar/ilustrasi, hiasan/illuminasi, dan
lain-lain
2.
ragam hias yang
terdapat pada sebuah naskah dapat dibedakan menjadi: iluminasi, yakni
hiasan bingkai yang biasanya terdapat pada halaman awal dan mungkin juga pada
halaman akhir; dan ilustrasi, yaitu hiasan yang mendukung teks.
3.
Filologi
berasal dari bahasa
Yunaniphilein,
"cinta" dan logos,
"kata". Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, biasanya
dari zaman kuno.
3.2
Saran
Berdasarkan uraian-uraian di atas,
dapat diajukan beberapa saran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan,
sebagai berikut:
1.
Kepada
mahasiswa, agar memanfaatkan makalah ini untuk memahami segala sesuatu yang
berhubungan dengan topik pembahasan ini yaitu tantang “Kodikologi”.
2.
Kepada para
pembaca dan penulis lain, agar lebih banyak lagi mengkaji tentang Kodikologi
terutama yang berhubungan dengan usia naskah.
DAFTAR PUSTAKA
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori
Filologi. Yogyakarta: Fakultas
Sastra Universitas Gadjah Mada
(http://www.wacananusantara.org/content/view/category/1/id/382
(diakses pada 16 September 2012)
Mulyadi, Sri
Wulan Rujiati. 1991. Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok:
Fakultas Sastra
Universitas Indonesia.
No comments:
Post a Comment