PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sesungguhnya sebuah peradaban tidak akan terlepas dari
masa lampau.Nusantara merupakan kawasan yang terletak dibagian Asia Tenggara,
yang mana telah memiliki peradaban tinggi dan diwariskan pada generasi
selanjutnya melalui berbagai media, salah satunya tulisan berupa naskah yang
mengandung banyak sejarah serta peninggalan-peninggalan berharga lainnya yang
mengidentifikasikan tinggi rendahnya sebuah peradaban.Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji
peninggalan-peninggalan sejarah tersebut.
Dalam kurun waktu 50 tahun ini, penelitian filologi telah
maju dengan pesat. Seperti halnya ilmu lain, teknologi modern telah menunjang
perkembangannya.[1] Studi filologi merupakan studi yang
sangat signifikan dalam hal mengkaji warisan budaya yang tersebar dibelahan
dunia termasuk di Indonesia. Studi filologi berkonsentrasi pada pengkajian
terhadap naskah-naskah kuno.
Filologi
adalah ilmu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas mencakup bidang
bahasa, sastra, dan kebudayaan.[2] Disiplin filologi pernah mencapai
prestasi spiritual dan ilmiah pada berbagai periode dalam tradisi besar
termasuk tradisi Barat dan tradisi Islam. [3] Filologi sudah dikenal sejak abad ke-3 SM
oleh sekelompok ahli di kota iskandariyah yang dikenal sebagai ahli filologi.[4] Sejarah perkembangan filologi terus
berlanjut ke kawasan timur tengah pada abad ke-4 M, kemudian menyebar ke
kawasan Nusantara pada abad ke-16 M.
Nusantara dikenal sebagai negara yang kaya dengan
khazanah budaya peninggalan masa lampau.Salah satu diantaranya adalah
peninggalan dalam bentuk naskah-naskah lama dengan tulisan tangan.Dimana Objek kajian filologi sendiri adalah teks dan
naskah. Keduanya diibaratkan dua sisi dari sebuah mata uang.[5]
Perlu dicatat bahwa jumlah naskah-naskah milik pribadi
(Nusantara) yang banyak diakses karena dianggap suci (keramat). Itupun baru
naskah berbahasa arab, belum lagi naskah-naskah dalam bahasa daerah nusantara
lainnya seperti Melayu, Jawa, Sunda, Aceh, Bali, Batak, dan lain-lain yang
tidak jarang juga memuat teks-teks keagamaan. Nurcholis Madjid pernah
mengatakan, bahwa naskah-naskah “kita” terdapat dalam jumlah jutaan ![6].
Kawasan Nusantara terbagi dalam berbagai etnis dengan
ciri khas masing-masing tanpa meninggalkan sifat khas kebudayaan Nusantara.[7] Keinginan untuk mengkaji naskah-naskah
Nusantara hadir setelah ketangan bangsa Barat. Yang kemudian telaah naskah
dilanjutkan oleh para penginjil.Dari perkembangan filologi ini pula lahir para
tokoh-tokoh filologi Nusantara yang berperan dalam perkembangan filologi.
Berkaitan dengan latar belakang diatas, makalah ini akan
menjelaskan tentang sejarah perkembangan filologi di Nusantara, dan tokoh-tokoh
filologi Nusantara.
B.
Rumusan Masalah
Pada makalah ini akan dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan filologi di Nusantara?
2. Siapa saja tokoh filologi di Nusantara?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui bagaimana sejarah perkembangan filologi di Nusantara.
2. Untuk
mengetahui tokoh-tokoh filologi di Nusantara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Filologi di Nusantara
Nusantara merupakan kawasan yang memiliki peradaban
tinggi dan diwariskan secara turun-temurun melalui berbagai media, antara lain
media tulisan yang berupa naskah-naskah. Kekayaan Nusantara akan
naskah-naskah lama dibuktikan dengan jumlah koleksinya yang dewasa ini terdapat
di berbagai pusat studi kebudayaan Timur pada umumnya. Filologi di Nusantara, awalnya dikembangkan oleh
pemerintahan kolonial Belanda, bertujuan untuk mengungkap informasi masa lampau
yang terkandung dalam bahan tertulis peninggalan masa lalu dengan harapan
adanya nilai-nilai atau hasil budaya masa lampau yang diperlukan dalam
kehidupan masa kini. [8] Kawasan Nusantara terbagi
dalam banyak kelompok etnis, yang masing-masing memiliki bentuk kebudayaan yang
khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan kebudayaan Nusantara .[9]
1. Naskah
Nusantara dan Para Pedagang Barat
Perkenalan dan perkembangan filologi di Nusantara tidak
lepas dari pengaruh kedatangan bangsa Barat ke Nusantara.Yang pertama kali
mengetahui adanya naskah di Nusantara adalah para pedagang.Hasrat dalam
mengkaji naskah-naskah Nusantara mulai timbul dengan kehadiran bangsa Barat di
kawasan ini pada abad ke-16 M. Datangnya bangsa Barat dan ditulisnya buku
tentang kebudayaan Nusantara oleh Frederik de Houtman menimbulkan minat
besar bangsa Barat pada Nusantara.Mereka menilai naskah-naskah itu sebagai
barang dagangan yang mendatangkan keuntungan yang besar.[10]
Pedagang tersebut mengumpulkan naskah-naskah itu dari
perorangan atau dari tempat-tempat yang memiliki koleksi, seperti : pesantren
atau kuil-kuil. Kemudian membawanya ke Eropa, menjualnya kepada perorangan atau
kepada lembaga-lembaga yang telah memiliki koleksi naskah-naskah lama sehingga
selalu berpindah tangan.[11] Seorang yang dikenal bergerak dalam
usaha perdagangan naskah klasik adalah Peter Foros atau Piert
William.[12]
Di jaman VOC usaha mempelajari bahasa-bahasa Nusantara
hampir terbatas pada bahasa Melayu, karena dengan bahasa Melayu mereka sudah
dapat berhubungan dengan bangsa pribumi dan bangsa asing yang mengunjungi
kawasan ini, seperti : bangsa India, Cina, Arab dan Eropa lainnya. Peran para
pedagang sebagai pengamat bahasa melalui pembacaan naskah-naskah dilanjutkan
oleh para penginjil yang dikirim VOC ke Nusantara selama 2 abad pertama.[13]
2.
Telaah Naskah Nusantara oleh para penginjil
Seorang
penginjil yang terkenal yang menaruh minat kepada naskah-naskah Melayu adalah Dr.
Melchior Leijdecker (1645-1701).Pada tahun 1691 atas perintah Dewan Gereja
Belanda, Leijdecker menyusun terjemahan Beibel dalam bahasa Melayu tinggi.Akan
tetapi hingga sampai ajalnya, terjemahan itupun belum selesai maka lalu
dilanjutkan oleh seorang penginjil lain bernama Petrus van den Vorm (1664-1731).
Penginjil lain yang dikenal akrab dengan bahasa dan kesastraan Melayu adalah G.H.
Werndly. Dalam karangannya berjudul Malaische Spaakkunst, terbit
pada tahun 1736 dalam lampirannya yang diberi namaMalaische Boekzaal,
dia menyusun daftar naskah-naskah Melayu yang dikenalnya sebanyak 69 naskah.[14]
Usaha
pengajaran dan penyebaran al-kitab lalu diteruskan oleh Zending dan Bijbelgenootshap.
Akan tetapi berhubung dengan berbagai kesulitan, baru pada tahun 1814 lembaga
ini dapat mengirim seorang penginjil Protestan bernama C. Bruckner ke
Indonesia dan ditempatkan di Semarang. Tugasnya adalah menyebarkan al-kitab
kepada masyarakat Jawa.Terjemahan alkitab Bruckner terbit pada tahun 1831 dalam
huruf Jawa. Pada tahun 1842 terbitlah kamus Bruckner berjudul Een klein
woordenboek der Hollandische, Engelsche an Javaanacha Talen.
Nederlandsche
Bijbelgenootschap (seterusnya disingkat NBG) memiliki kegiatan penting
dipandang dari sudut ilmu bahasa. Lembaga ini mengharuskan kepada penyiar dan
penerjemah al-kitab yang akan dikirim ke Indonesia memiliki pendidikan
akademik. Dampak ketetapan ini adalah munculnya karangan-karangan ilmiah dari
para penginjil mengenai bahasa, sastra dan kebudayaan Nusantara pada umumnya.
3.
Kegiatan Filologi Terhadap Naskah Nusantara
Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah Nusantara
bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisis isinya atau untuk
kedua-duanya. Hasil suntingannya pada umumnya berupa penyajian teks dalam huruf
aslinya, yaitu huruf Jawa, huruf Pegon atau huruf Jawi dengan disertai
pengantar atau pendahuluan yang sangat singkat tanpa analisis isinya, misalnya
suntingan Ramayana Kakawin oleh H. Kern. [15]
Perkembangan selanjutnya, naskah itu disunting dalam
bentuk transliterasi dalam huruf Latin, misalnya Wrettasantjaja (1849), Ardjoena-Wiwaha
(1850) dan Bomakawya (1950).Ketiga-tiganya naskah Jawa kuno disunting
oleh T.Th.A.Friederich dan Brata Joeda (1850) oleh Cohen Stuart.Setelah itu
suntingan naskah disertai dengan terjemahan dalam bahasa asing, terutama bahasa
Belanda, merupakan perkembangan filologi selanjutnya. Misalnya: Sang Hyang
Kamahayanikan, Oud Javaansche tekst met inleiding, vertaling en aanteekeningan
oleh J. Kats (1910) dan Arjuna-Wiwaha oleh Poerbatjaraka (1926).[16]
Pada abad ke-20 muncul terbitan ulangan dari naskah yang
pernah di-sunting sebelumnya dengan maksud untuk menyempurnakan, misalnya
terbitan sebuah primbon Jawa dari abad ke-16, pertama-tama oleh Cunning (1881)
dengan metode diplomatic. Kemudian pada tahun 1921 disunting oleh H. Kreamer
dengan judul Een Javaansche Primbon uit de Zestiende Eeuw, dan pada tahun 1954
diterbitkan lagi oleh G.W.J. Drew dengan judul yang sama. Pada abad ke-20
banyak diterbitkan naskah-naskah keagamaan baik naskah Melayu maupun naskah
Jawa hingga kandungan isinya dapat dikaji oleh ahli filologi serta selanjutnya
mereka menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut.
Pada periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah
Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra (Barat), misalnya analisis
struktur dan minat terhadap naskah Hikayat Sri Rama dikerjakan oleh Achadiati
Ikran berjudul Hikayat Sri Rama, Suntingan Naskah disertai Telaah Amanat dan
Struktur (1980), berdasarkan analisis struktur dan fungsi terhadap teks Hikayat
Hang Tuah dikerjakan oleh Sulastin Sutrisno berjudul Hikayat Hang Tuah.[17]
Dengan telah dikenalinya dan tersedinya suntingan
sejumlah naskah-naskah Nusantara, maka kemungkinan menyusun sejarah kesastraan
Nusantara atau kesastraan daerah.Tersedianya naskah serta suntingan-suntingan
naskah-naskah Nusantara juga telah mendorong minat untuk menyusun kamus bahasa
- bahasa Nusantara, bahkan sejak abad ke-19 telah terbit beberapa kamus bahasa Jawa dan
lain-lain.
Kegiatan
filologi terhadap naskah-naskah Nusantara telah mendorong berbagai kegiatan
ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan oleh berbagai disiplin terutama
disiplin humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Kegiatan tersebut telah memenuhi
tujuan ilmu filologi ialah melalui telaah naskah dapat membuka kebudayaan
bangsa dan telah mengangkat nilai-nilaai luhur yang disimpan di dalamnya [18].
1. Husein
Djayadiningrat // Critische Beschouwing Wan De Sadjarah Banten (1913),
berdasarkan naskah Babad Banten.
2. R.M.Ng.
Poerbatjaraka // Arjuna-Wiwaha (1926) .
3. Teuku Iskandar
// De Hikajat Atjeh (1959).
4. Naguib
Al-Attas // The Mysticism Of Hamzah Fansuri (1970), dari buku Hamzah
Fansuri.
5. Siti Soleh // Hikayat
Merong Mahawangsa (1970).
6. Haryati
Soebadio // Jnānasiddhanta (1971).
7.
S. Soebardi // The Boek Of Cabolek (1975),
berdasarkan naskah Serat Cabolek.
8. S. Supomo // Arjuna-Wiwaha
(1977).
9. Edi Ekajati //
Cerita Dipati Ukur (1978), dari naskah sejarah tradisional Sunda.
10. Herman Sumantri // Sejarah Sukapura
(1979), dari naskah sejarah tradisional Sunda.
11. Sulastin Sutrisno // Hikayat Hang Tuah;
Analisis Struktur Dan Fungsi (1979).
12. Achadiati Ikram // Hikayat Sri Rama
Suntingan Naskah Disertai Telaah Amanat Dan Struktur (1980).
13. Prof. R. Prijana.
14. Nabilah Lubis
// Syech Yusuf Al-Taj Al-Makassari, Menyingkap Intisari Segala Rahasia
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Kearifan lokal yang mengakar dalam suatu kebudayaan dapat
dilacak kembali pada tinggalan budaya masa lalu kebudayaan tersebut. Aneka
bentuk tinggalan budaya masa lalu tersebut salah satunya berbentuk naskah dan
ilmu pengetahuan memungkinkan adanya kajian ilmiah terhadap naskah tersebut
yakni dengan menggunakan ilmu filologi.
2.
Filologi sebagai suatu bidang ilmu adalah suatu studi
tentang kajian atau telaah naskah-naskah atau karya sastra masa lampau yang
memiliki nilai informatif dengan tujuan untuk mengungkapkan makna dan pesan
yang terkandung di dalamnya untuk kepentingan kehidupan masa kini dan masa yang
akan datang.
- Filologi sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan karena dengan mengetahui ilmu filologi maka banyak ilmu lain yang bisa ketahui.
- Sejarah perkembangan filologi di Nusantara awalnya dikembangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda, Yang pertama kali mengetahui adanya naskah di Nusantara adalah para pedagang Barat, peran para pedagang sebagai pengamat bahasa melalui pembacaan naskah-naskah dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim VOC ke Nusantara selama 2 abad pertama.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas, maka dapat
diberikan saran bahwa masyarakat umum harus diberikan pemahaman yang baik
tentang ilmu filologi. Jika mereka menyimpan atau mengetahui tentang naskah
kuno mereka bisa memberitahu kepada ahli filologi atau mereka bisa
memperlakukan naskah tersebut dengan lebih baik, sehingga pengetahuan akan lebih berkembang dan bisa disebarluaskaan.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis,
Nabilah. 2007. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta :
Yayasan Media Alo Indonesia.
Ikram ,
Achadiati. 1997. Filologia Nusantara. Jakarta : Pustaka Jaya.
Baried, Siti Baroroh dkk. 1994. Pengantar
Teori Filologi.Yogyakarta : Fakultas Sastra UGM.
http://achafilologi.blogspot.com/ di akses pada 18 Maret 2014
http://hendyyuniarto.blogspot.com/2008/12/filologi-di-kawasan-
nusantara.html di akses pada 18 Maret 2014
http://staff.uny.ac.id/sites/default/.../DIKTAT~Filologi_2.pdf / diakses pada
18 Maret 2014
http://museologi2010.blogspot.com/2010/10/sejarah-perkembangan
filologi.html diakses pada 29 Maret 2014
http://journal.ugm.ac.id/index.php/jurnal-humaniora/article/download/ diakses pada
05 April 2014
No comments:
Post a Comment