Tuesday, December 1, 2015

SEJARAH PERKEMBANGAN FILOLOGI DI NUSANTARA BAB I



PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sesungguhnya sebuah peradaban tidak akan terlepas dari masa lampau.Nusantara merupakan kawasan yang terletak dibagian Asia Tenggara, yang mana telah memiliki peradaban tinggi dan diwariskan pada generasi selanjutnya melalui berbagai media, salah satunya tulisan berupa naskah yang mengandung banyak sejarah serta peninggalan-peninggalan berharga lainnya yang mengidentifikasikan tinggi rendahnya sebuah peradaban.Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji peninggalan-peninggalan sejarah tersebut.
Dalam kurun waktu 50 tahun ini, penelitian filologi telah maju dengan pesat. Seperti halnya ilmu lain, teknologi modern telah menunjang perkembangannya.[1] Studi filologi merupakan studi yang sangat signifikan dalam hal mengkaji warisan budaya yang tersebar dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Studi filologi berkonsentrasi pada pengkajian terhadap naskah-naskah kuno.
Filologi adalah ilmu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas mencakup bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan.[2] Disiplin filologi pernah mencapai prestasi spiritual dan ilmiah pada berbagai periode dalam tradisi besar termasuk tradisi Barat dan tradisi Islam. [3] Filologi sudah dikenal sejak abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli di kota iskandariyah yang dikenal sebagai ahli filologi.[4] Sejarah perkembangan filologi terus berlanjut ke kawasan timur tengah pada abad ke-4 M, kemudian menyebar ke kawasan Nusantara pada abad ke-16 M.
Nusantara dikenal sebagai negara yang kaya dengan khazanah budaya peninggalan masa lampau.Salah satu diantaranya adalah peninggalan dalam bentuk naskah-naskah lama dengan tulisan tangan.Dimana Objek kajian filologi sendiri adalah teks dan naskah. Keduanya  diibaratkan dua sisi dari sebuah mata uang.[5]
Perlu dicatat bahwa jumlah naskah-naskah milik pribadi (Nusantara) yang banyak diakses karena dianggap suci (keramat). Itupun baru naskah berbahasa arab, belum lagi naskah-naskah dalam bahasa daerah nusantara lainnya seperti Melayu, Jawa, Sunda, Aceh, Bali, Batak, dan lain-lain yang tidak jarang juga memuat teks-teks keagamaan. Nurcholis Madjid pernah mengatakan, bahwa naskah-naskah “kita” terdapat dalam jumlah jutaan ![6].
Kawasan Nusantara terbagi dalam berbagai etnis dengan ciri khas masing-masing tanpa meninggalkan sifat khas kebudayaan Nusantara.[7] Keinginan untuk mengkaji naskah-naskah Nusantara hadir setelah ketangan bangsa Barat. Yang kemudian telaah naskah dilanjutkan oleh para penginjil.Dari perkembangan filologi ini pula lahir para tokoh-tokoh filologi Nusantara yang berperan dalam perkembangan filologi.
Berkaitan dengan latar belakang diatas, makalah ini akan menjelaskan tentang sejarah perkembangan filologi di Nusantara, dan tokoh-tokoh filologi Nusantara.

B.  Rumusan Masalah
Pada makalah ini akan dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.    Bagaimana sejarah perkembangan filologi di Nusantara?
2.    Siapa saja tokoh filologi di Nusantara?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan filologi di Nusantara.
2.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh filologi di Nusantara.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Sejarah Perkembangan Filologi di Nusantara
Nusantara merupakan kawasan yang memiliki peradaban tinggi dan diwariskan secara turun-temurun melalui berbagai media, antara lain media tulisan yang berupa naskah-naskah. Kekayaan Nusantara akan naskah-naskah lama dibuktikan dengan jumlah koleksinya yang dewasa ini terdapat di berbagai pusat studi kebudayaan Timur pada umumnya. Filologi di Nusantara, awalnya dikembangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda, bertujuan untuk mengungkap informasi masa lampau yang terkandung dalam bahan tertulis peninggalan masa lalu dengan harapan adanya nilai-nilai atau hasil budaya masa lampau yang diperlukan dalam kehidupan masa kini. [8] Kawasan Nusantara terbagi dalam banyak kelompok etnis, yang masing-masing memiliki bentuk kebudayaan yang khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan kebudayaan Nusantara .[9]
1.      Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat
Perkenalan dan perkembangan filologi di Nusantara tidak lepas dari pengaruh kedatangan bangsa Barat ke Nusantara.Yang pertama kali mengetahui adanya naskah di Nusantara adalah para pedagang.Hasrat dalam mengkaji naskah-naskah Nusantara mulai timbul dengan kehadiran bangsa Barat di kawasan ini pada abad ke-16 M. Datangnya bangsa Barat dan ditulisnya buku tentang kebudayaan Nusantara oleh Frederik de Houtman menimbulkan minat besar bangsa Barat pada Nusantara.Mereka menilai naskah-naskah itu sebagai barang dagangan yang mendatangkan keuntungan yang besar.[10]
Pedagang tersebut mengumpulkan naskah-naskah itu dari perorangan atau dari tempat-tempat yang memiliki koleksi, seperti : pesantren atau kuil-kuil. Kemudian membawanya ke Eropa, menjualnya kepada perorangan atau kepada lembaga-lembaga yang telah memiliki koleksi naskah-naskah lama sehingga selalu berpindah tangan.[11] Seorang yang dikenal bergerak dalam usaha perdagangan naskah klasik adalah Peter Foros atau Piert William.[12]
Di jaman VOC usaha mempelajari bahasa-bahasa Nusantara hampir terbatas pada bahasa Melayu, karena dengan bahasa Melayu mereka sudah dapat berhubungan dengan bangsa pribumi dan bangsa asing yang mengunjungi kawasan ini, seperti : bangsa India, Cina, Arab dan Eropa lainnya. Peran para pedagang sebagai pengamat bahasa melalui pembacaan naskah-naskah dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim VOC ke Nusantara selama 2 abad pertama.[13]

2.      Telaah Naskah Nusantara oleh para penginjil
Seorang penginjil yang terkenal yang menaruh minat kepada naskah-naskah Melayu adalah Dr. Melchior Leijdecker (1645-1701).Pada tahun 1691 atas perintah Dewan Gereja Belanda, Leijdecker menyusun terjemahan Beibel dalam bahasa Melayu tinggi.Akan tetapi hingga sampai ajalnya, terjemahan itupun belum selesai maka lalu dilanjutkan oleh seorang penginjil lain bernama Petrus van den Vorm (1664-1731). Penginjil lain yang dikenal akrab dengan bahasa dan kesastraan Melayu adalah G.H. Werndly. Dalam karangannya berjudul Malaische Spaakkunst, terbit pada tahun 1736 dalam lampirannya yang diberi namaMalaische Boekzaal, dia menyusun daftar naskah-naskah Melayu yang dikenalnya sebanyak 69 naskah.[14]
Usaha pengajaran dan penyebaran al-kitab lalu diteruskan oleh Zending dan Bijbelgenootshap. Akan tetapi berhubung dengan berbagai kesulitan, baru pada tahun 1814 lembaga ini dapat mengirim seorang penginjil Protestan bernama C. Bruckner ke Indonesia dan ditempatkan di Semarang. Tugasnya adalah menyebarkan al-kitab kepada masyarakat Jawa.Terjemahan alkitab Bruckner terbit pada tahun 1831 dalam huruf Jawa. Pada tahun 1842 terbitlah kamus Bruckner berjudul Een klein woordenboek der Hollandische, Engelsche an Javaanacha Talen.
Nederlandsche Bijbelgenootschap (seterusnya disingkat NBG) memiliki kegiatan penting dipandang dari sudut ilmu bahasa. Lembaga ini mengharuskan kepada penyiar dan penerjemah al-kitab yang akan dikirim ke Indonesia memiliki pendidikan akademik. Dampak ketetapan ini adalah munculnya karangan-karangan ilmiah dari para penginjil mengenai bahasa, sastra dan kebudayaan Nusantara pada umumnya.

3.      Kegiatan Filologi Terhadap Naskah Nusantara
Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah Nusantara bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisis isinya atau untuk kedua-duanya. Hasil suntingannya pada umumnya berupa penyajian teks dalam huruf aslinya, yaitu huruf Jawa, huruf Pegon atau huruf Jawi dengan disertai pengantar atau pendahuluan yang sangat singkat tanpa analisis isinya, misalnya suntingan Ramayana Kakawin oleh H. Kern. [15]
Perkembangan selanjutnya, naskah itu disunting dalam bentuk transliterasi dalam huruf Latin, misalnya Wrettasantjaja (1849), Ardjoena-Wiwaha (1850) dan Bomakawya (1950).Ketiga-tiganya naskah Jawa kuno disunting oleh T.Th.A.Friederich dan Brata Joeda (1850) oleh Cohen Stuart.Setelah itu suntingan naskah disertai dengan terjemahan dalam bahasa asing, terutama bahasa Belanda, merupakan perkembangan filologi selanjutnya. Misalnya: Sang Hyang Kamahayanikan, Oud Javaansche tekst met inleiding, vertaling en aanteekeningan oleh J. Kats (1910) dan Arjuna-Wiwaha oleh Poerbatjaraka (1926).[16]
Pada abad ke-20 muncul terbitan ulangan dari naskah yang pernah di-sunting sebelumnya dengan maksud untuk menyempurnakan, misalnya terbitan sebuah primbon Jawa dari abad ke-16, pertama-tama oleh Cunning (1881) dengan metode diplomatic. Kemudian pada tahun 1921 disunting oleh H. Kreamer dengan judul Een Javaansche Primbon uit de Zestiende Eeuw, dan pada tahun 1954 diterbitkan lagi oleh G.W.J. Drew dengan judul yang sama. Pada abad ke-20 banyak diterbitkan naskah-naskah keagamaan baik naskah Melayu maupun naskah Jawa hingga kandungan isinya dapat dikaji oleh ahli filologi serta selanjutnya mereka menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut.
Pada periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra (Barat), misalnya analisis struktur dan minat terhadap naskah Hikayat Sri Rama dikerjakan oleh Achadiati Ikran berjudul Hikayat Sri Rama, Suntingan Naskah disertai Telaah Amanat dan Struktur (1980), berdasarkan analisis struktur dan fungsi terhadap teks Hikayat Hang Tuah dikerjakan oleh Sulastin Sutrisno berjudul Hikayat Hang Tuah.[17]
Dengan telah dikenalinya dan tersedinya suntingan sejumlah naskah-naskah Nusantara, maka kemungkinan menyusun sejarah kesastraan Nusantara atau kesastraan daerah.Tersedianya naskah serta suntingan-suntingan naskah-naskah Nusantara juga telah mendorong minat untuk menyusun kamus ba­hasa - bahasa Nusantara,  bahkan sejak abad ke-19 telah terbit be­berapa kamus bahasa Jawa dan lain-lain. 
Kegiatan filologi terhadap naskah-naskah Nusantara telah mendorong berbagai kegiatan ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan oleh berbagai disiplin teru­tama disiplin humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Kegiatan tersebut telah memenuhi tujuan ilmu filologi ialah melalui telaah naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telah mengangkat nilai-nilaai luhur yang disimpan di dalamnya [18].

B.       Tokoh-Tokoh Filologi Nusantara[19]
1.     Husein Djayadiningrat // Critische Beschouwing Wan De Sadjarah Banten (1913), berdasarkan naskah Babad Banten.
2.     R.M.Ng. Poerbatjaraka // Arjuna-Wiwaha (1926) .
3.     Teuku Iskandar // De Hikajat Atjeh (1959).
4.     Naguib Al-Attas // The Mysticism Of Hamzah Fansuri (1970), dari buku Hamzah Fansuri.
5.     Siti Soleh // Hikayat Merong Mahawangsa (1970).
6.     Haryati Soebadio // Jnānasiddhanta  (1971).
7.     S. Soebardi // The Boek Of Cabolek (1975), berdasarkan naskah Serat Cabolek.
8.     S. Supomo // Arjuna-Wiwaha (1977).
9.     Edi Ekajati // Cerita Dipati Ukur (1978), dari naskah sejarah tradisional Sunda.
10.  Herman Sumantri // Sejarah Sukapura (1979), dari naskah sejarah tradisional Sunda.
11.  Sulastin Sutrisno // Hikayat Hang Tuah; Analisis Struktur Dan Fungsi (1979).
12.  Achadiati Ikram // Hikayat Sri Rama Suntingan Naskah Disertai Telaah Amanat Dan Struktur (1980).
13.  Prof. R. Prijana.
14.  Nabilah Lubis // Syech Yusuf Al-Taj Al-Makassari, Menyingkap Intisari Segala Rahasia



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Kearifan lokal yang mengakar dalam suatu kebudayaan dapat dilacak kembali pada tinggalan budaya masa lalu kebudayaan tersebut. Aneka bentuk tinggalan budaya masa lalu tersebut salah satunya berbentuk naskah dan ilmu pengetahuan memungkinkan adanya kajian ilmiah terhadap naskah tersebut yakni dengan menggunakan ilmu filologi.
2.      Filologi sebagai suatu bidang ilmu adalah suatu studi tentang kajian atau telaah naskah-naskah atau karya sastra masa lampau yang memiliki nilai informatif dengan tujuan untuk mengungkapkan makna dan pesan yang terkandung di dalamnya untuk kepentingan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.
  1. Filologi sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan karena dengan mengetahui ilmu filologi maka banyak ilmu lain yang bisa ketahui.
  2. Sejarah perkembangan filologi di Nusantara awalnya dikembangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda, Yang pertama kali mengetahui adanya naskah di Nusantara adalah para pedagang Barat, peran para pedagang sebagai pengamat bahasa melalui pembacaan naskah-naskah dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim VOC ke Nusantara selama 2 abad pertama.

B.  Saran
Dari kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran bahwa masyarakat umum harus diberikan pemahaman yang baik tentang ilmu filologi. Jika mereka menyimpan atau mengetahui tentang naskah kuno mereka bisa memberitahu kepada ahli filologi atau mereka bisa memperlakukan naskah tersebut dengan lebih baik, sehingga pengetahuan akan lebih berkembang dan bisa disebarluaskaan.


DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Nabilah. 2007. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta : Yayasan Media Alo Indonesia.
Ikram , Achadiati. 1997. Filologia Nusantara. Jakarta : Pustaka Jaya.
Baried, Siti Baroroh dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi.Yogyakarta : Fakultas Sastra UGM.
http://achafilologi.blogspot.com/ di akses pada 18 Maret 2014
http://staff.uny.ac.id/sites/default/.../DIKTAT~Filologi_2.pdf / diakses pada 18 Maret 2014


No comments:

Post a Comment